Wednesday, 7 June 2017

STOIKIOMETRI




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa air adalah salah satu senyawa paling sederhana dan paling dijumpai serta paling penting. Bangsa Yunani kuno menganggap air adalah salath satu dari empat unsur penysun segala sesuatu (disamping, tanah, udara, dan api). Bagian terkecil daria air adalah molekul air. Molekul adalah partikel yang sangat kecil, sehingga jumlah molekul dalam segelas air melebihi jumlah halaman buku yang ada di bumi ini.
Stoikiometri behubungan dengan hubungan kuantitatif antar unsure dalam satu senyawa dan antar zat dalam suatu reaksi. Istilah itu berasal dari Yanani, yaitu dari kata stoicheion, yang berarti unsure dan mentron yang artinya mengukur. Dasar dari semua hitungan stoikiometri adalah pengetahuan tentang massa atom dan massa molekul. Oleh karena itu, stoikiometri akan dimulai dengan membahasa upaya para ahli dalam penentuan massa atom dan massa molekul.
B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Saja Hukum-hukum Dasar Kimia ?
2.      Bagaimana konsep Massa Atom Relative ( Ar) ?
3.      Bagaiman konsep Molekul Relative ( Mr) ?
4.      Bagaimana Konsep Dan Bilangan Oksidasi ?

C.     Tujuan

1.      Untuk Mengetahi dasar- dasar Kimia
2.      Mengetahui lebih mendalam tentang stoikiometri yang kita temukan dalam kehidupan.








BAB II
PEMBAHASAN STOIKIOMETRI


A.       HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA

            Ilmu kimia merupakan bagian ilmu pengetahuan alam yang mempelajari materi yang meliputi susunan, sifat, dan parubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Penelitian yang cermat terhadap pereaksi dan hasil reaksi telah melahirkan hukum-hukum dasar kimia yang menunjukkan hubungan kuantitatif atau yang disebut stoikiometri. Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu stoicheon yang berarti unsur dan metrain yang berarti mengukur. Dengan kata lain, stoikiometri adalah perhitungan kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi. Hukum-hukum kimia dasar tersebut adalah hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, hukum perbandingan volume, dan hukum perbandingan berganda. Hukum-hukum dasar kimia itu merupakan pijakan kita dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kimia selanjutnya.

  1. HUKUM KEKEKALAN MASSA (HUKUM LAVOISIER)

Pada awal abad ke- 18, para kimiawan dalam usahanya mempelajari kalor dan pembakaran menemukan hal yang sangat aneh. Contohnya, jika kayu dibakar, maka akan menghasilkan residu abu (padatan) yang jauh lebih ringan daripada kayu semula. Akan tetapi, jika logam dibakar di udara bebas, maka akan menghasilkan oksida yang lebih berat dibandingkan dengan logam semula. Untuk menjawab keanehan tersebut, para kimiawan mengembangkan metode eksperimen secara cermat dengan menggunakan neraca kimia dalam mengukur volume atau massa gas, cair dan padat yang terjadi pada reaksi kimia. Oleh karena itu, massa reaktan dan hasil reaksi dapat diukur dengan cermat. Hasil eksperimen tersebut menyajikan fakta kepada pengamat dan menuntut mereka ke perumusan hukum fundamental (dasar ) yang menguraikan sifat kimia. Hukum dasar yang diperoleh dikenal dengan hukum kekekalan massa, yaitu sebagai berikut.

’’ Massa tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan dalam perubahan materi apa pun.’’
                 
Fakta hukum dasar kekekalan massa sudah dibuktikan pada tahun 1756 oleh ilmuwan Rusia, M.V. Lomonosov. Mungkin karena masalah bahasa, karyanya tidak dikenal di Eropa Barat secara meluas. Secara terpisah pada tahun 1783, seorang kimiawan besar Prancis, Antoine Lavoisier melakukan hal yang sama dengan menggunakan neraca kimia untuk menunjukkan bahwa jumlah dari massa hasil reaksi kimia sama dengan jumlah massa reaktannya.

Lavoisier melakukan eksperimen dengan memanaskan mrerkuri dalam labu tertutup yang berisi udara. Setelah beberapa hari, terbentuk zat yang berwarna merah yaitu merkuri(II) oksida. Gas dalam tabung massanya berkurang dan tidak dapat lagi menyangga pembakaran (lilin dalam tabung tidak menyala lagi) dan hewan akan mati jika dimasukkan ke dalamnya. Hal itu menunjukkan bahwa gas oksigen dalam tabung sudah habis. Sekarang diketahui bahwa gas yang tersisa adalah nitrogen, sedangkan oksigen dari udara dalam tabung telah habis bereaksi dengan merkuri. Selanjutnya, Lavoisier mengambil oksida merkuri tersebut dan memanaskannya sehingga terurai kembali. Kemudian dia menimbang merkuri dan gas yang dihasilkan. Ternyata massa gabungannya sama dengan massa merkuri(II) oksida yang digunakan semula. Akhirnya setelah beberapa kali dilakukan eksperimen dan hasilnya sama, Lavoisier menyatakan hukum kekekalan massa yaitu sebagai berikut.
  
 ’’ Dalam setiap reaksi kimia, massa zat sebelum dan sesudah reaksi selalu sama.’’

           Lavoisier adalah orang pertama yang mengamati bahwa reaksi kimia analog dengan persamaan aljabar.
Contoh :

       S(s) +  O2(g) →  SO2(g)
1 mol S bereaksi dengan 1 mol O2 membentuk 1 mol SO2. 32 gram S bereaksi dengan 32 gram O2 membentuk 64 gram SO2. Massa total reaktan sama dengan massa produk yang dihasilkan.
      H2(g) +  ½ O2(g) →  H2O(l)
1 mol H2 bereaksi dengan ½ mol O2 membentuk 1 mol H2O. 2 gram H2 bereaksi dengan 16 gram O2 membentuk 18 gram H2O. Massa total reaktan sama dengan massa produk yang terbentuk.
  1. HUKUM PROUST ATAU HUKUM PERBANDINGAN TETAP

Pada tahun 1799 kimiawan Prancis, Joseph Proust, melalui berbagai percobaan menemukan suatu ketetapan yang dikenl dengan hukum Proust, yaitu sebagai berikut.
“perbandingan massa unsur-unsur pembentuk senyawa selalu tetap, sekali pun dibuat dengan cara yang berbeda”
Pada waktu itu Proust menemukan bahwa tembaga karbonat, baik dari sumber alami maupun sintetis di laboratorium mempunyai susunan yang tetap.
           
Untuk menentukan susunan suatu senyawa, kita dapat menguraikan suatu contoh senyawa yang telah kita timbang, kemudian senyawa-senyawa itu diuraikan menjadi unsure-unsurnya. Masing-masing unsur pembentuk senyawa itu kita timbang, ternyata diperoleh suatu perbandingan tertentu. Jika hal tersebut diulang-ulang, maka akan diperoleh perbandingan yang sama. Metode lain juga dapat dilakukan, yaitu dengan menimbang massa senyawa yang terbentuk dari persenyawaan unsur-unsur yang masing-masing unsur tersebut massanya diketahui. Dari sekian banyak eksperimen mengenai susunan unsure dalam senyawa, selalu menghasilkan pernyataan berikut.
“Suatu senyawa murni selalu tersusun dari unsur-unsur yang tetap dengan perbandingan massa yang tetap.”
Contoh :
S(s) +  O2(g) →  SO2(g)
Perbandingan massa S terhadap massa O2 untuk membentuk SO2 adalah 32 gram S berbanding 32 gram O2 atau 1 : 1. Hal ini berarti, setiap satu gram S tepat bereaksi dengan satu gram O2 membentuk 2 gram SO2. Jika disediakan 50 gram S, dibutuhkan 50 graM O2 untuk membentuk 100 gra- SO2.

H2(g) +  ½ O2(g) →  H2O(l)
Perbandingan massa H2 terhadap massa O2 untuk membentuk H2O adalah 2 gram H2 berbanding 16 gram gram O2 atau 1 2 8. Hal ini berarti, Setiap satu gram H2 tepat bereaKsi dengan 8 gram O2 lembentuk 9 gram H2O. Jika disediakan 24 gram O2, dibutuhkan 1 gram H2 untuk membentuk 27 gram H2O.

  1. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA
           
Ketertarikan John Dalton mempelajari dua unsur yang dapat membentuk lebih dari satu senyawa ternyata Menghasilkan suatu kesimpulan yang disebut hukum perbandingan berganda:
’’Bila dua unsur dapat membentuk lebih dari satu senyawa, maka perbandingan massa unsur yang satu, yang bersenyawa dengan unsur lain yang tertentu massanya  merupakan bilangan bulat dan sederhana’’.

Sebagai contoh yaitu tembaga dengan oksigen,karbon dengan oksigen, belerang dengan oksieen, dan fosfor dengan klor. Perbandingan massa kedua unsur tersebut adalah sebagai berikut.
1            Tembaga dan oksigen membentuk dua senyawa tembaga oksida.
tembaga oksida     tembaga    oksigen     tembaga : oksigen
           I                    88,8%       11,2%             1  : 0,126   
           I                    79,9%       20,1%             1  : 0,252
2            Karbon dan oksigen dapat membentuk dua senyawa
Karbon + oksigen → Karbon monoksida (I)
Karbon + oksigen → Karbon diosida (II)
senyawa      karbon      oksigen      karbon : oksigen
I                  42,8%       57,2%         1 : 1,33
II                27,3%       72,7%        1 : 2,67
3              Sulfur (belerang) dengan oksigan dapat membentuk dua senyawa oksigen, yaitu sulfur oksida (I) dan sulfur trioksida (II)

senyawa      belerang      oksigen     belerang : oksigen

I                   50%            50%          1 : 1
           
II                 40%             60%         1 : 1,5

Sampai kini hukum ini masih dapat diterima, tetapi perlu dikoreksi mengenai bilangan sederhana. Jika perbandingan itu bilangan sederhana (1, 2, 3, 4, 5) berarti rumus senyawa juga sederhana, seperti H2O, CO2, dan H2SO4. Akan tetapi kini ditemukan senyawa dengan bilangan besar, seperti sukrosa dan asam arakidonat.

  1. HUKUM PERBANDINGAN VOLUME

Hubungan antara volume-volume dari gas-gas dalam reaksi kimia telah diselidiki oleh Joseph Louis Gay-Lussac dalam tahun 1905. Pada penelitian itu ditemukan bahwa pada suhu dan tekanan tetap, setiap satu volume gas oksigen akan bereaksi dengan dua volume gas hidrogen menghasilkan dua volume uap air, dengan demikian perbandingan antara volume hidrogen, volume oksigen dan volume uap air berurut adalah 2:1:2. Contoh lain : satu volume gas hidrogen akan bereaksi dengan satu volume gas klor menghasilkan dua volume gas hidrogen klorida; perbandingan volume hidrogen, volume klor dan volume hidrogen klorida berurut adalah 1:1:2. Pada reaksi antara gas nitrogen dan gas hidrogen membentuk gas amonik, maka perbandingan volume dari ketiga gas itu berturut adalah 1:3:2 (N2 : H2 : NH3).

Berdasarkan uraian di atas,dapat disimpulkan bahwa:

“pada suhu dan tekanan yang sama, perbandingan volume gas pereaksi dengan volume gas hasil reaksi merupakan bilangan bulat dan sederhana (sama dengan perbandingan koefisien reaksinya)”
Contoh :
N2(g) +  3 H2(g) →  2 NH3(g)
Perbandingan volume gas sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini berarti, setiap 1 mL gas N2 tepat bereaksi dengan 3 mL gas H2 membentuk 2 mL gas NH3. Dengan demikian, untuk memperoleh 50 L gas NH3, dibutuhkan 25 L gas N2 dan 75 L gas H2.
CO(g) +  H2O(g) →  CO2(g) +  H2(g)
Perbandingan volume gas sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini berarti, setiap 1 mL gas CO tepat bereaksi dengan 1 mL gas H2O membentuk 1 mL gas CO2 dan 1 mL gas H2. Dengan demikian, sebanyak 4 L gas CO membutuhkan 4 L gas H2O untuk membentuk 4 L gas CO2 dan 4 L gas H2.
B.       TEORI ATOM DALTON
Mempelajari tentang teori atom sangatlah penting sebab atom merupakan penyusun materi yang ada di alam semesta. Dengan memahami atom kita dapat mempelajari bagaimana satu atom dengan yang lain berinteraksi, mengetahui sifat-sifat atom, dan sebagainya sehigga kita dapat memanfaatkan aam semesta untuk kepentingan umat manusia.
Nama “atom” berasal dari bahasa Yunani yaitu “atomos” diperkenalkan oleh Democritus yang artinya tidak dapat dibagi lagi atau bagain terkecil dari materi yang tidak dapat dibagi lagi. Konsep atom yang merupakan penyusun materi yang tidak dapat dibagi lagi pertama kali diperkenalkan oleh ahli filsafat Yunani dan India.
Konsep atom yang lebih modern muncul pada abab ke 17 dan 18 dimana saat itu ilmu kimia mulai berkembang. Para ilmuwan mulai menggunakan teknik menimbang untuk mendapatkan pengukuran yang lebih tepat dan menggunakan ilmu fisika untuk mendukung perkembangan teori atom.
John Dalton seorang guru berkebangsaan Ingris menggunakan konsep atom untuk menjelaskan mengapa unsur selalu bereaksi dengan perbandingan angka bulat sederhana (selanjutnya lebih dikenal dengan hokum perbandingan berganda) dan mengapa gas lebih mudah larut dalam air dibandingkan yang lain. Dalton menyusun teori atomnya berdasarkan hukum kekekalan massa dan hokum perbandingan tetap. Dimana konsep atomnya adalah sebagai berikut:
  • Setiap unsur tersusun dari partikel kecil yang disebut sebagai atom.
  • Atom dari unsur yang sama adalah identik dan atom dari unsur yang tidak  berbeda dalam beberapa hal dasar.
  • Senyawa kimia dibentuk dari kombinasi atom. Suatu senyawa selalu memiliki perbandingan jumlah atom dan jenis atom yang sama.
  • Reaksi kimia melibatkan reorganisasi atom yaitu berubah bagaimana cara mereka berikatan akan tetapi atom-atom yang terlibat tidak berubah selama reaksi kimia berjalan.

Model atom Dalton ini biasanya disebut sebagai model atom bola billiard dimana warna bola billiard yang berbeda-beda merupakan symbol atom unsur yang berbeda-beda.
C.      HUKUM AVOGADRO
Hukum Avogadro (Hipotes Avogadro, atau Prinsip Avogadro) adalah hukum gas yang diberi nama sesuai dengan ilmuwan Italia Amedeo Avogadro, yang pada 1811 mengajukan hipotesis bahwa:
Gas-gas yang memiliki volum yang sama, pada temperatur dan tekanan yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama pula.
Artinya, jumlah molekul atau atom dalam suatu volum gas tidak tergantung kepada ukuran atau massa dari molekul gas. Sebagai contoh, 1 liter gas hidrogen dan nitrogen akan mengandung jumlah molekul yang sama, selama suhu dan tekanannya sama. Aspek ini dapat dinyatakan secara matematis,
dimana:
V adalah volum gas.
n adalah jumlah mol dalam gas tersebut.
k adalah tetapan kesebandingan.
Akibat paling penting dari hukum Avogadro adalah bahwa Konstanta gas ideal memiliki nilai yang sama bagi semua gas. Artinya, konstanta
dimana:
p adalah tekanan gas
T adalah temperatur
memiliki nilai yang sama untuk semua gas, tidak tergantung pada ukuran atau massa molekul gas. Hipotesis Avogadro dibuktikan melalui teori kinetika gas.
Satu mol gas ideal memiliki volum 22.4 liter pada kondisi standar (STP), dan angka ini sering disebut volum molar gas ideal. Gas-gas nyata (non-ideal) memiliki nilai yang berbeda.
Contoh :Pada pembentukan molekul H2O
2L H2(g) +  1L O2(g)  ®  2L H2O(g)

2 molekul H2               1 molekul O2   2 molekul H2O
Catatan :
Jika volume dan jumlah molekul salah 1 zat diketahui, maka volume dan jumlah molekul zat lain dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :

  

dan

Keterangan :
V         = volume molekul ( L )
X         = jumlah partikel ( molekul )
D.      MASSA ATOM DAN MASSA MOLEKUL RELATIF
Atom adalah partikel yang sangat kecil sehingga massa atom juga terlalu kecil bila dinyatakan dengan satuan gram. Karena itu, para ahli kimia menciptakan cara untuk mengukur massa suatu atom, yaitu dengan massa atom relatif. Massa atom relatif (Ar) adalah perbandingan massa rata-rata suatu atom dengan satu per dua belas kali massa satu atom karbon-12.
Unit terkecil suatu zat dapat juga berupa molekul. Molekul disusun oleh dua atau lebih atom-atom yang disatukan oleh ikatan kimia. Massa molekul relatif (Mr) adalah perbandingan massa rata-rata suatu molekul dengan satu per dua belas kali massa satu atom karbon-12.
Ar Y = massa rata-rata 1 molekul Y / (1/12 x massa 1 atom C-12)
Dalam rumus di atas digunakan massa atom dan massa molekul rata-rata. Kenapa menggunakan massa atom rata-rata? Karena unsur di alam mempunyai beberapa isotop. Sebagai contoh, karbon di alam mempunyai 2 buah isotop yang stabil yaitu C-12 (98,93%) dan C-13 (1,07%). Jika kelimpahan dan massa masing-masing isotop diketahui, massa atom relatif suatu unsur dapat dihitung dengan rumus:
Ar X = {(% isotop 1 x massa isotop 1) + (% isotop 2 x massa isotop 2) + …}/100
Jika diketahui massa atom relatif masing-masing unsur penyusun suatu molekul, massa molekul relatifnya sama dengan jumlah massa atom relatif dari seluruh atom penyusun molekul tersebut. Molekul yang mempunyai rumus AmBn berarti dalam 1 molekul tersbut terdapat m atom A dan n atom B. Dengan demikian massa molekul relatif AmBn dapat dihitung seperti berikut.
Mr AmBn = m x Ar A + n x Ar B

E.       KONSEP MOL
Dalam mereaksikan zat, banyak hal yang perlu kita perhatikan misalnya wujud zat berupa gas, cair dan padat. Cukup sulit bagi kita untuk mereaksikan zat dalam ketiga wujud zat tersebut, dalam bentuk padat dipergunakan ukuran dalam massa (gram), dalam bentuk cair dipergunakan volume zat cair dimana didalamnya ada pelarut dan ada zat yang terlarut. Demikian pula yang berwujud gas memiliki ukuran volume gas.
Kondisi ini menuntut para ahli kimia untuk memberikan satuan yang baru yang dapat mencerminkan jumlah zat dalam berbagai wujud zat. Avogadro mencoba memperkenalkan satuan baru yang disebut dengan mol. Definisi untuk 1 (satu) mol adalah banyaknya zat yang mengandung partikel sebanyak 6.023 x 1023. Bilangan ini dikenal dengan Bilangan Avogadro yang dilambangkan dengan huruf N.
Bagan di atas menunjukkan persamaan yang menyatakan hubungan jumlah mol dengan jumlah partikel untuk atom dan molekul
Dengan mempertimbangkan aspek massa zat, 1 mol zat didefinisikan sebagai massa zat tersebut yang sesuai dengan massa molekul relatifnya (Mr) atau massa atomnya (Ar).
Untuk 1 mol zat Karbon maka memiliki massa sesuai dengan massa atom Karbon, diketahui dari tabel periodik bahwa massa atom karbon adalah 12 sma, sehingga massa zat tersebut juga 12 gram. Untuk itu 1 mol zat dapat kita ubah kedalam bentuk persamaan :
Jumlah Mol ( n )

Massa ( m )

Volum Gas ( V )

Jumlah Partikel ( X  )

Kemolaran ( M )








 






F.       RUMUS EMPIRIS DAN RUMUS MOLEKUL
Rumus kimia suatu zat dapat menjelaskan atau menyatakan jumlah relatif atom yang ada dalam zat itu. Rumus kimia dibedakan menjadi rumus molekul dan rumus empiris. Rumus empiris adalah rumus yang paling sederhana dari suatu senyawa.Rumus ini hanya menyatakan perbandingan jumlah atom-atom yang terdapat dalam molekul.
Rumus empiris suatu senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu:
- massa dan Ar masing-masing unsurnya
- % massa dan Ar masing-masing unsurnya
- perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya
Rumus molekul suatu zat menjelaskan jumlah atom setiap unsure dalam satu molekul zat itu.
Bila rumus empirisnya sudah diketahui dan Mr juga diketahui maka rumus molekulnya dapat ditentukan.

KEMOLARAN

Kemolaran Larutan (M)
ü  Kemolaran adalah suatu cara untuk menyatakan konsentrasi (kepekatan) larutan.
ü  Menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam tiap liter larutan, atau jumlah mmol zat terlarut dalam tiap mL larutan.
ü  Dirumuskan :

ü  Misalnya : larutan NaCl 0,2 M artinya, dalam tiap liter larutan terdapat 0,2 mol (= 11,7 gram) NaCl atau dalam tiap mL larutan terdapat 0,2 mmol (= 11,7 mg) NaCl.


Rumus Pengenceran

V1.M1=V2.M2


V1=Volume sebelum pengenceran(liter)
M1=Molaritas sebelum pengenceran(M)
V2=Volume sesudah pengenceran(liter)
M2=Molaritas sesudah pengenceran(M)

G.      MOLALITAS
Molalitas menyatakan perbandingan mol zat terlarut dalam kilogram pelarut. Molalitas dinyatakan antara jumlah mol zat terlarut dengan massa dalam kg pelarut. Bagaimana simbol dari molalitas zat? Molalitas disimbolkan dengan m
dengan
n = jumlah mol zat terlarut ......................... (mol)
p = massa pelarut ..................................... (kg)
m = molalitas ............................................. (mol kg-1)
H.      FRAKSI MOL
Fraksi mol merupakan satuan konsentrasi yang menyatakan perbandingan antara jumlah mol salah satu komponen larutan (jumlah mol zat pelarut atau jumlah mol zat terlarut) dengan jumlah mol total larutan. Fraksi mol disimbolkan dengan X . Misal dalam larutan hanya mengandung 2 komponen, yaitu zat B sebagai zat terlarut dan A sebagai pelarut, maka fraksi mol A disimbolkan XA dan XB untuk fraksi mol zat terlarut. 
atau
dengan XA = fraksi mol pelarut
XB = fraksi mol zat terlarut
nA = jumlah mol pelarut
nB = jumlah mol zat terlarut
Jumlah fraksi mol pelarut dengan zat terlarut sama dengan 1.
XA + XB = 1

I.         BILANGAN OKSIDASI
1.         PENGERTIAN BILANGAN OKSIDASI
Bilangan oksidasi adalah muatan formal atom dalam  suatu molekul atau dalam ion yang dialokasikan sedemikian sehingga atom yang ke-elektronegativannya lebih rendah mempunyai muatan positif.  Karena muatan listrik tidak berbeda dalam hal molekul yang terdiri atas atom yang sama, bilangan oksidasi atom adalah kuosien muatan listrik netto dibagi jumlah atom.  Dalam kasus ion atau molekul mengandung atom yang berbeda, atom dengan ke-elektronegativan lebih besar dapat dianggap anion dan yang lebih kecil dianggap kation. Misalnya, nitrogen berbilangan oksidasi 0 dalam N2; oksigen berbilangan oksidasi -1 dalam O22-; dalam NO2 nitrogen +4 dan oxygen -2; tetapi dalam NH3 nitrogen -3 dan hidrogen +1.  Jadi, bilangan oksidasi dapat berbeda untuk atom yang sama yang digabungkan dengan pasangan yang berbeda dan atom dikatakan memiliki muatan formal yang sama nilainya dengan bilangan oksidasinya.  Walaupun harga nilai muatan formal ini tidak mengungkapkan muatan sebenarnya, namun nilai ini sangat memudahkan untuk untuk menghitung elektron valensi dan dalam menangani reaksi redoks.


2.  KONSEP REAKSI OKSIDASI DAN REDUKSI
Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemui reaksi kimia yang dapat digolongkan dalam reaksi oksidasi, reaksi reduksi maupun reaksi oksidasi-reduksi (redoks), misalnya pembakaran, perkaratan, pengolahan logam dari bijinya.
Berdasar perkembangannya, konsep oksidasi-reduksi dijelaskan dari beberapa hal berikut :

a. Penggabungan dan Pengeluaran Oksigen


Jika sepotong besi diletakkan di udara terbuka, lama kelamaan logam itu berkarat. Reaksi perkaratan besi
berlangsung sebagai berikut :

4Fe(s) + 3O2(g) ------> 2Fe2O3


Pada peristiwa perkaratan, besi bereaksi dengan oksigen. Kita katakan besi mengalami oksidasi. Kata “oksidasi” secara karafiah berarti “ Pengoksigenan ”. karat besi adalah oksida dengan rumus Fe2O3, sebagaimana bijih besi pada kulit bumi, pada industri logam bijih besi diolah menjadi besi murni menurut reaksi berikut ini :

Fe2O3(s) + 3CO(g) ------> 2Fe(s) + 3CO2 (g)

           Pada pembuatan besi murni, terjadi pengeluaran atau pengurangan oksigen dari bijih besi (Fe2O3). Kita katakan, Fe2O3 mengalami reduksi. Kata reduksi secara harafiah berarti “pengurangan”. Jadi : Oksidasi adalah peristiwa penggabungan pada persamaan reaksi berikut :

2Cu + O2 ----> 2CuO
2Fe + O2 ----> 2FeO
4Fe + 3O2 ----> 2Fe2O3


Reduksi adalah proses pengambilan atau pengeluaran oksigen dari suatu zat.


2FeO + C ----> 2Fe + CO2
CuO + H2 ----> Cu + H2O


b. Pelepasan dan Penangkapan Elektron
Pada peristiwa oksidasi Fe menjadi Fe2O3, atom Fe melepaskan elektron menjadi ion Fe3+. Jadi pengertian oksidasi dapat diperluas menjadi pelepasan elektron. Sebaliknya pada peristiwa reduksi Fe2O3 menjadi Fe, ion Fe3+ menangkap elektron menjadi atom Fe. Maka pengertian reduksi juga dapat diperluas menjadi peristiwa penangkapan elektron.
            Dengan pengertian yang lebih luas ini, konsep oksidasi dan reduksi tidaklah terbatas pada reaksi-reaksi yang melibatkan oksigen saja.
Oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron.


Contoh reaksi oksidasi :
Na ----> Na+ + e
Zn ----> Zn2+ + 2e
Fe2+ ----> Fe3+ + e
S2- ---- >S + 2e

Reduksi adalah reaksi penerimaan atau penangkapan elektron.


Contoh reaksi reduksi :
K+ + e ---- >K
Cu2+ + 2e ---->Cu
Co3+ + e----> Co2+
Cl2 + 2e ---->2Cl-




c. Oksidasi-Reduksi Berdasarkan Bilangan Oksidasi


Oksidasi = Penambahan (naiknya) bilangan oksidasi
Reduksi = Pengurangan (turunnya) bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi : bilangan yang menunjukkan kemampuan atom dalam mengikat atau melepas elektron


Contoh :

Fe2O3(s) + ....3CO(g)→ 2Fe(s) +..3CO2(g)
+3..................+2............0..........+4
l_________________l
reduksi........... l_____________l
...........................oks























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian materi di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1.      Stoikiometri adalah perhitungan kimia yang menyangkut hubungan kuantitatif zat yang terlibat dalam reaksi.
2.      Konsep mol digunakan untuk menentukan rumus kimia suatu senyawa, baik rumus empiris (perbandingan terkecil atom dalam senyawa) maupun rumus molekul (jumlah atom dalam senyawa)
3.      Rumus empiris dihitung gram atau persen masing-masing penyusun senyawa dan angka tersebut dibagi dengan Ar masing-masing diperoleh perbandingan mol terkecil dari unsur penyusun senyawa.
4.      Rumus molekul dan rumus empiris suatu senyawa ada kalanya sama, tetapi kebanyakan tidak sama.
5.      Menentukan rumus molekul senyawa ada dua hal yang harus terlebih dahulu diketahui yaitu rumus empiris senyawa dan Mr atau BM senyawa.
6.      Koefisien reaksi :  Perbandingan mol seluruh zat yang ada pada persamaan reaksi, baik reaksi ruas kiri maupun hasil di ruas kanan.
7.      Jika salah satu zat sudah diketahui molnya, mk zat lain pada persamaan reaksi dapat dicari dengan cara membandingkan koefisien.
8.      Hukum-hukum gas Yaitu:
a.       Hukum Gay-Lussac (hukum perbandingan volume).
b.      Hukum Avogadro (pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang bervolume sama akan memiliki mol yang sama).
c.       Keadaan Standar (setiap 1 mol gas apa saja pada suhu 0oC dan tekanan 1 atm memiliki volume 22,4 liter (22,4 dm3)




B.     Saran

Dengan adanya makalah ini semoga bisa menambah wawasan

















DAPTAR PUSTAKA

Brady, E.J. 1999. Kimia Universitas. Jakarta : Binarupa Aksara.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jakarta : Erlangga.
Ompu, Marlan. 2002. Kimia SPMB. Bandung : Yrama Widya.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung : ITB.
http : //www.google.co,id/kinetika kimia (diakses tanggal 10 Oktober 2010).
Brady, E.J. 1999. Kimia Universitas. Jakarta : Binarupa Aksara.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti. Jakarta : Erlangga.
Ompu, Marlan. 2002. Kimia SPMB. Bandung : Yrama Widya.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar. Bandung : ITB.
http : //www.google.co,id/stoikiometri (diakses tanggal 10 Oktober 2010).
Keenan, C. 1999. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.


No comments:

Post a Comment