Saturday 27 January 2018

MAKALAH DIROSAH ISLAMIYAH



MAKALAH
DIROSAH ISLAMIYAH
Diajukan untuk mengikuti syarat Komprehensif Dirosah Islamiyah











Oleh
E. DYAH HALIMATUS SA’DIYAH
B04160018

UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
BANTEN
2018
KATA PENGANTAR
     Bismilahirohmanirrohim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur serta kehadirat allah swt, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Resume Dirosah Islamyah 1. Penulisan Resume Dirosah Islamyah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian Komprehensif pada fakultas Ekonomi Universitas Mathla’ul Anwar.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya dengan kerendahan dan ketulusan hati kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga terselesaikannya Resume ini.
Akhirnya harapan penulis semoga Resume Dirosah Islamyah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.



Pandeglang, Januari 2018

Penyusun

ii
 
DAFTAR ISI
Daftar Isi ..................................................................................................................     i
Kata Pengantar........................................................................................................     ii
BAB I  PENDAHULUAN.......................................................................................     1
a.        Kondisi Umum Masyarakat Banten..........................................................     1
b.        Kondisi Pendidikan Masyarakat Banten...................................................     2
BAB II LAHIRNYA MATHLA’UL ANWAR.....................................................     3
a.        Berdirinya Mathla’ul Anwar.....................................................................     3
b.        Program Pendidikan Mathla’ul Anwar......................................................     4
BAB III MOQODIMAH..........................................................................................     6
a.        Pengertian Khitah......................................................................................     6
b.        Tugas dan Fungsi Organisasi Mathla’ul Nawar.........................................     6
c.         Landasan Operasional Organisasi Mathla’ul Anwar.................................     6
BAB IV AHLUSUNAH WALJAMAAH..............................................................     8
a.        Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah.......................................................     8
b.        Kriteria dan Sifat-sifat Ahlussunnah Wal Jama’ah...................................     9
c.         Pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah Dalam bidang Aqidah,
 Sosial Politik, Bidang Istinbath al-Hukum...............................................    10
BAB V Ahlussunnah Wal Jama’ah Dalam masalah Khilafiyah.........................    13
a.        Timbulnya masalah Khilafiyah..................................................................    13
b.        Hakekat  Masalah Khilafiyah....................................................................    13
c.         Sebab-sebab Ikhtilaf..................................................................................    14
BAB VI PENUTUP
a.        Kesimpulan................................................................................................    15
b.        Khatimah...................................................................................................    16
DAFTAR PUSTAKA

i
 



BAB 1
PENDAHULUAN

A. Kondisi Umum Masyarakat Banten
Sejak dihancurkannya kesultanan Banten pada tahun 1813 oleh Gubernur Jenderal Deandeles, praktis Banten dinyatakan daerah jajahan Belanda. Kekuatan Belanda di Banten memaksa perubahan, dan sejak itu seluruh daeah di Banten mengalami guncangan. Sebab ketika penetrasi kolonial secara intensif menyentuh kehidupan sehari-hari rakyat melalui pajak yang berat, pengerahan tenaga buruh yang berlebihan, dan peraturan yang menindas, serta tekanan militer yang represif, jelas realitas sosial-politik di Banten dirasakan sebagai kenyataan yang jauh dari apa yang mereka harapkan.
Kolonialisme sebagai bentuk penguasaan wilyah memiliki system administrasi yang sistematis dengan mengatur segala kewenangan organisasi sosial-politik di kawasan kolonial sesuai dengan keperluan negara jajahan. Sistem itu bertentangan dengan apa yang diharapkan dalam bentuk harmoni sosial.
Lebih dari itu kehadiran kolonialisme Belanda bukan hanya menghancurkan tata-niaga masyarakat pribumi, system ekonomi dan politik tradisional, tetapi juga menghancurkan system idiologi negara sebagai pemersatu bangsa, sehingga kesatuan rakyat di negara jajahan bercerai berai, yang juga mengakibatkan terjadinya koflik dan peperangan antar golongan dalam kebangkrutan politik tersebut. Demikianlah politik adu domba yang dilancarkan Belanda menyebabkan terjadinya perselisihan dan sengketa politik antar elite dan pewaris kesultanan yang tak jarang melahirkan peperangan local.
1
Perpecahan politik ini melengkapi kemunduran structural sosial masyarakat Banten. Kekacauan politik yang juga diikuti oleh kemerosotan ekonomi, sekaligus disertai dengan marginalisasi masyarakat. Sebagian penduduk kembali ke daerah-daerah pelosok pedesaan dan di sinilah pendidikan agama Islam dikembangkan dengan fasilitas yang seadanya dan dengan orientasi yang teramat anti-kolonialisme.

B.Kondisi Pendidikan
Di bawah kekuasaan Belanda rakyat Banten bukan bertambah baik, malah semakin melarat dan terbelakang. Kondisi ini hampir dialmai oleh seluruh rakyat di seluruh nusantara. Guna mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Belanda memberlakukan politik etis. Program politik etis yang dijalankan oleh pemerintah Belanda, di antaranya membuat irigasi buat mendudung pertanian rakyat dan menyelenggarakan sekolah bagi bumiputra. Ternyata program tersebut gagal memberikan manfaat bagi penduduk desa. Hal ini terjadi, karena yang bisa menikmati sekolah itu hanya sebagian kecil rakyat saja terutama orang-orang yang berada di kota dan siap jadi calon ambtenar (pegawai Belanda).
Sedangkan di kalangan rakyat kebanyakan, tidak terjangkau oleh sistem pendidikan ini. Disamping jumlah yang sangat sedikit (hanya di kota-kota kewadanaan saja yang disediakan sekolah), juga syarat untuk dapat belajar sangat berat, dan cen-derung sengaja dipersulit, dengan alasan bermacam-macam.
Tujuan Belanda menyelenggarakan sekolah, seperti di-katakan di atas, adalah untuk menyiapkan calon pekerja ambtenar yang jumlahnya tidak perlu banyak. Sebagian besar rakyat bumi putra hanya dibutuhkan sebagai pekerjakasar yang tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi, yang penting asal bertenaga kuat.
Pendidikan Islam yang masih ada ialah pondok pesantren yang diselenggarakan oleh para Kyai secara individual dan tradisional. Pendidikan ini penuh dengan segala keterbatasannya, baik dalam hal sarana, dana, maupun manajemennya. Ditambah pula dengan kondisi yang tidak aman dari berbagai pengawasan oleh pemerintah Belanda. Pihak penjajah beranggapan bahwa kharisma keagamaan yang tersimpan dalam jiwa para Kyai itu masih mengundang semangat anti kafir/ penjajah, yang bila ada peluang pasti meletuskan api pembe-rontakan terhadap pemerintah penjajah.

2
 

BAB II
LAHIRNYA MATHLA’UL ANWAR
A.Berdirinya Mathla’ul Anwar
Guna mencari pemecahan masalah tersebut, para kyai mengadakan musyawarah di bawah pimpinan KH. Entol Mohamad Yasin dan KH. Tb. Mohamad Sholeh serta para ulama yang ada di sekitar Menes, bertempat di kampung Kananga. Akhirnya, setelah mendapatkan masukan dari para peserta, musyawarah mengambil keputusan untuk memanggil pulang seorang pemuda yang sedang belajar di Makkah al Mukarramah. Ia tengah menimba ilmu Islam di tempat asal kelahiran agama Islam kepada seorang guru besar yang juga berasal dari Banten, yaitu Syekh Mohammad Nawawi al Bantani.
Ulama besar ini diakui oleh seluruh dunia Islam tentang kebesarannya sebagai seorang fakih, dengan karya-karya tulisnya dalam berbagai cabang ilmu Islam. Siapakah pemuda itu ? Dialah KH. Mas Abdurrahman bin Mas Jamal, yang lahir pada tahun 1868, di kampung Janaka, Kecamatan Jiput, Kawedanaan Caringin, Kabupaten Pandeglang, Karesidenan Banten.
KH. Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal kembali dari tanah suci sekitar tahun 1910 M. Dengan kehadiran seorang muda yang penuh semangat untuk berjuang mengadakan pembaharuan semangat Islam, bersama kyai-kyai sepuh, dapatlah diharapkan untuk membawa umat Islam keluar dari alam gelap gulita ke jalan hidup yang terang benderang, sesuai ayat al-Qur’an “Yukhriju hum min al dzulumati ila al nur”.
3
Pada tanggal 10 bulan ramadhan 1334 H, bersamaan dengan tanggal 10 Juli 1916 M, para Kyai mengadakan suatu musyawarah untuk membuka sebuah perguruan Islam dalam bentuk madrasah yang akan dimulai kegiatan belajar mengajarnya pada tanggal 10 Syawwal 1334 H/9 Agustus 1916 M. Sebagai Mudir atau direktur adalah KH. Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal dan Presiden Bistirnya KH.E. Moh Yasin dari kampung Kaduhawuk, Menes, serta dibantu oleh sejumlah kyai dan tokoh masyarakat di sekitar Menes.
Selengkapnya para pendiri Mathla’ul Anwar :
v  Kyai Moh. Tb. Soleh
v  Kyai E.H. Moh Yasin
v  Kyai Tegal
v  Kyai H. Mas Abdurrahman
v  K.H. Abdul Mu’ti
v  K.H. Soleman Cibinglu
v  K.H. Daud
v  K.H. Rusydi
v  E. Danawi
v  K.H. Mustagfiri
Adapun tujuan didirikannya Mathla’ul Anwar ini adalah agar ajaran Islam menjadi dasar kehidupan bagi individu dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disepakati untuk menghumpun tenaga-tenaga pengajar agama Islam, mendirikan madrasah, memelihara pondok pesantren dan menyelenggarakan tablig ke berbagai penjuru tanah air yang pada saat itu masih dikuasai oleh pemerintah jajahan Belanda. Pemerintah kolonial telah membiarkan rakyat bumi putra hidup dalam kebodohan dan kemiskinan.
B.Program Pendidikan Mathla’ul Anwar
Untuk sementara, kegiatan belajar diselenggarakan di rumah seorang dermawan, di kota Menes. Beliau merelakan tempat tinggalnya digunakan untuk tempat belajar bagi umat. Tokoh ini adalah K.H. Mustagfiri.
4
Selanjutnya, setelah mendapatkan sebidang tanah yang diwakafkan Ki Demang Entol Djasudin, yang terletak di tepi jalan raya, dibangunlah sebuah gedung madrasah dengan cara gotong-royong oleh seluruh masyarakat Islam Menes. Sampai kini gedung tersebut masih berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan Madrasah Ibtidaiyyah, Sekolah Dasar Islam dan Taman Kanak-kanak Mathla’ul Anwar. Gedung tersebut tidak lain ialah pusat perguruan Islam Mathla’ul Anwar yang terletak di kota Menes, Pandeglang.
Mengenai program pendidikan diselenggarakan program pendidikan 9 (sembilan) tahun. Yaitu mulai dari kelas A, B, I, II, III, IV, V, VI dan kelas VII. Belum ada pemisahan tingkat Ibti-daiyah dan tingkat Tsanawiyah. Disamping pendidikan dengan sistem klasikal dalam bentuk madrasah, sebagai langkah modernisasi; juga dibuka lembaga pendidikan dengan sistem pesantren. Model ini tetap dihidup-suburkan, bahkan dikore-lasikan dengan sistem sekolah. Guru-guru yang mengajar di madrasah pada pagi hari, pada sore dan malam harinya, di rumah masing-masing, tetap menyelenggarakan pengajian dengan sistem pesantren dan menampung santri yang datang dari berbagai daerah untuk belajar di madrasah Mathla’ul Anwar.
Santriwan dan santriwati yang telah menyelesaikan masa pendidikan selama 9 (sembilan) tahun, yaitu tamat kelas VII, dikirim ke berbagai tempat/daerah untuk menda’wahkan ajaran Islam dalam bentuk baru, yaitu mendirikan madrasah Mathla’ul Anwar cabang Menes, dengan diantar oleh Pengurus Mathla’ul Anwar Menes. Mereka diberi bisluit atau Surat Tugas mengajar dari Presiden of Bestur Mathla’ul Anwar dengan semangat iman dan keyakinan terhadap janji Allah yang berbunyi : In tanshuru Allah yanshuru kum. Artinya, jika engkau menolong agama Allah, pasti Allah akan menolongmu. Maka tidaklah menghe-rankan jika pada tahun 1920-an sampai dengan tahun 1930-an, di Lampung, Lebak, \serang (Kepuh), Bogor, Tangerang, Karawang dan tempat-temapat lain, sudah berdiri madrasah Mathla’ul Anwar cabang Menes, hanya diizinkan menye-lenggarakan madrasah sampai kelas IV (empat), sedangkan untuk kelas V, VI dan VII harus belajar di Menes.





5
 
BAB III
MUQODIMAH
A.Pengetian khitah
Yang dimaksud dengan khitah Mathla’ul Anwar adalah garis-garis yang di jadikan landasan oleh Organisasi Mathla’ul Anwar dalam melaksanakan tugas dan fungsiya sebagai ormas islam yang bergerak dalam bidang pendidikan,dakwah dan social.
B.Tugas dan Fungsi Mathla’ul Anwar
1.Bidang pendidikan
Mencetak generasi muslim yang sadar akan tanggung jawabnyasebagai kholifah Allah di muka bumi untuk membangun masyarakat,bangsa dan negaranyadalam rangka ibadah kepada Allah SWT,karenanya Mathla’ul Anwar mendidik putra putrinya dengan :
a.Menanamkan dan menetapkan aqidah Islamyah yang benar.
b.Membiasakan ibadah-ibadah yang disyariatkan
c.Membekali pengetahuan keislaman serta berbagai disiplin ilmu dan skill yang berguna sesuai dengan tuntutan zaman
d.Menanamkan kesadaran agar dapat hidup mandiri membangun lingkungan dan masyarakat serta membentangi diri dan lingkungannya dari pengaruh-pengaruh budaya negative (yang bertentangan dengan agama islam.
2. Bidang dakwah
6
Mathla’ul anwar sebagai ormas islam yang menjalankan tugasnya dalam bidang dakwah yaitu melaksanakan “amar ma’ruf nahi munkar” dengan memperhatikan kodisi dan sasaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan dakwah tersendiri.


3. Bidang social
Mathla’ul anwar sebagai ormas islam bergerak dalam bidang social dengan berbagai usaha dan cara yang islami agar masyarakat terhindar dari kebodohan kemiskinan dan keterbelakangan.
C. Landasan Operasional Organisasi Mathla’ul Anwar
1. Dalam bidang pendidikan
2. Dalam bidang dakwah
3. Dalam bidang social
a. Taat kepada para pemimpin yang beriman setelah taat kepada allah dan rasulnya
b. Bersatu dan berpegang teguh kepada wahyu allah
c. Tidak hidup bergolong-golongan dan memilah-milah dinul islam
d. Tolong menolong dalam kebajikan dan takwa
e. Usaha bertahkim dengan syariat islam





7
 
BAB IV
AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH
SEBAGAI LANDASAN ORGANISASI
A.                Pengertian Ahlusunnah Wal jama’ah
Ahlussunnah berarti penganut sunnah Nabi Muhammad SAW, wal Jamaah berarti penganut Itiqad jamaah sahabat Nabi. Kaum Ahlussunnah wal Jamaah ialah kaum yang menganut Itiqad yang dianut Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat beliau.

Itiqad nabi dan para sahabat itu sudah termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul secara terpencar, belum tersusun secara rapi dan teratur. I'tiqad itu kemudian dihimpun dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar di bidang Ushuluddin, yaitu Imam Abul Hasan Al-Asyari. Ulama besar ini dilahirkan di kota Bashrah, Iraq pada tahun 260 H/873 M, dan meninggal dunia di kota itu juga pada tahun 324 /935 M, dalam usia 64 tahun.

Karena i'tiqad Ahlussunnah wal Jamaah dihimpun dan dirumuskan oleh Imam Abul Hasan Al-Asyari maka ada yang menyebut kaum Ahlussunnah wal Jamaah dengan Al-Asyariyah jamak dari Asyari, yaitu pengikut-pengikut Imam Abul Hasan Al-Asyari.
Ada juga dijumpai perkataan Sunni kependekan Ahlussunnah wal Jama
ah, orang-orangnya disebutSunniyyun.
8
Adapun tokoh kedua i'tiqad Ahlussunnah wal Jamaah ialah Abu Manshur Al-Maturidi. Faham dan i'tiqadnya sama atau hampir sama dengan faham i'tiqad Imam Abul Hasan Al-Asyari. Beliau lahir di kota Maturidi, Samarqand (termasuk wilayah Uzbekistan Soviet sekarang) kira-kira pada pertengahan abad ke -3H dan meninggal di Samarqand pada tahun 332 H/944 M, 9 tahun setelah wafatnya Imam Abul Hasan Al-Asyari.
Kedua tokoh tersebut di atas adalah sebagai penggali, perumus, penyiar sekaligus mempertahankan apa yang sudah termaktub dalam Al-Quran dan Hadits, yang sudah di i'tiqad oleh Nabi Muhammad SAW, serta sahabat-sahabat beliau.
Dalam kitab Ithafu Sadatil Muttaqin yang dikarang oleh Imam Muhammad Al-Husni Az-Zabidi, yaitu syarah kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali, ditegaskan sebagai berikut, yang artinya :
Apabila disebut Ahlussunnah wal Jamaah, maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikuti rumusan (faham) Imam Abul Hasan Al-Asyari dan faham Abu Manshur Al-Mathuridi.

B.  kriteria dan sifat-sifat ahlusunnah waljama’ah
a. komitmen dan berpegang teguh dengan al-qur’an dan as-sunah agar terhindar dari kesesatan
b. selalu menghidupkan sunah dan menentang bid’ah.
c. selalu istiqomah dan kosekwen dalam hak/kebenaran disaat manusia yang lainnya sudah rusak, tidak memperdulikan kebenaran, sehingga mereka dikenal sebagai golongan alghuroba atau terasingkan
d. kelompok yang selalu tampil membela allah yang tidak dapat diperdayakan atau dihina oleh orang-orang yang berusaha menghinakan, menentangnya sehingga mereka dijanjikan sebagai golongan yang ditolong atau mendapat kemenangan dari allah SWT
9
e. kembali kepada al-qur’an dan as-sunah dikala terjadi perselisihan dalam suatu masalah (QS. Annisa : 59 dan 65)
f. selalu mendahulukan al-qur’an dan as-sunah dalam menetapkan suatu hokum atas yang lainnya
g. bertauhid secara murni adalah sebagai landasan kehidupan baik secara pribadi maupun secara masyarakat
h. tidak ta’ashub (fanatisme) kepada siapapun kecuali kepada firman allah dan sabda rasulnya.
i. menghormati para imam mujtahid dan tidak fanatic kepada salah satunya, serta mengambil pendapat ulama yang sesuai dengan hadis soleh
j. selalu melakukan amal ma’ruf nahi munkar dan menjauhi perkara-perkara yang dilarang seperti TBC (takhayul, bid’ah dan kufarat).
k. selalu membela dan berkorban dengan harta dan jiwa demi tegaknya dienul islam ditengah-tengah kehidupan masyarakat
C.Pemahaman Ahlussunah Waljama’ah Dalam Bidang Aqidah, Bidang Social Politik, Bidang Istinbath Al-hukm
1. Aqidah
Dalam bidang Aqidah, pilar-pilar yang menjadi penyangga aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah diantaranya yang pertama adalah aqidah Uluhiyyah (Ketuhanan), berkait dengan ikhwal eksistensi Allah SWT.
Pada tiga abad pertama Hijriyah, terjadi banyak perdebatan mengenai Esksitensi sifat dan asma Allah SWT. Dimana terjadi diskursus terkait masalah apakah Asma Allah tergolong dzat atau bukan. Abu Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H) secara filosofis berpendapat bahwa nama (ism) bukanlan yang dinamai (musamma), Sifat bukanlah yang disifati (mausuf), sifat bukanlah dzat.
10
Sifat-sifat Allah adalah nama-nama (Asma’) Nya. Tetapi nama-nama itu bukanlah Allah dan bukan pula selain-Nya.
Aswaja menekankan bahwa pilar utama ke-Imanan manusia adalah Tauhid; sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam hati setiap Muslim bahwa Allah-lah yang Menciptakan, Memelihara dan Mematikan kehidupan semesta alam. Ia Esa, tidak terbilang dan tidak memiliki sekutu.
Pilaryang kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya. Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam doktrin Nubuwwat ini, ummat manusia harus meyakini dengan sepebuhnya bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, yang membawa risalah (wahyu) untuk umat manusia. Dia adalah Rasul terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia.
Pilar yang ketiga adalah Al-Ma’ad, sebuah keyakinan bahwa nantinya manusia akan dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat dan setiap manusia akan mendapat imbalan sesuai amal dan perbuatannya (yaumul jaza’). Dan mereka semua akan dihitung (hisab) seluruh amal perbuatan mereka selama hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka.
2. BIDANG SOSIAL POLITIK
Berbeda dengan golongan Syi’ah yang memiliki sebuah konsep negara dan mewajibkan berdirinya negara (imamah), Ahlussunnah wal-jama’ah dan golongan sunni umumnya memandang negara sebagai kewajiban fakultatif (fardhu kifayah). Pandangan Syi’ah tersebut juga berbeda dengan golongan Khawarij yang membolehkan komunitas berdiri tanpa imamah apabila dia telah mampu mengatur dirinya sendiri. Bagi ahlussunnah wal jama’ah, negara merupakan alat untuk mengayomi kehidupan manusia untuk menciptakan dan menjaga kemashlahatan bersama (mashlahah musytarakah).
11
Ahlussunnah wal-Jama’ah tidak memiliki konsep bentuk negara yang baku. Sebuah negara boleh berdiri atas dasar teokrasi, aristokrasi (kerajaan) atau negara-modern/demokrasi, asal mampu memenuhi syarat-syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah negara. Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi maka gugurlah otoritas (wewenang) pemimpin negara tersebut.
3.BIDANG ISTINBATH AL-HUKM (Pengambilan Hukum Syari’ah)
Hampir seluruh kalangan Sunni menggunakan empat sumber hukum yaitu:
  1. Al-Qur’an
  2. As-Sunnah
  3. Ijma’
  4. Qiyas
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pengambilan hukum (istinbath al-hukm) tidak dibantah oleh semua madzhab fiqh. Sebagai sumber hukum naqli posisinya tidak diragukan. Al-Qur’an merupakan sumber hukum tertinggi dalam Islam.
Sementara As-Sunnah meliputi al-Hadist dan segala tindak dan perilaku Rasul SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh para Shabat dan Tabi’in. Penempatannya ialah setelah proses istinbath al-hukm tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, atau digunakan sebagai komplemen (pelengkap) dari apa yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an.
As-Sunnah sendiri mempunyai tingkat kekuatan yang bervariasi. Ada yang terus-menerus (mutawatir), terkenal (masyhur) ataupun terisolir (ahad). Penentuan tingkat As-Sunnah tersebut dilakukan oleh Ijma’ Shahabah.
Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali Ibn Muhammad Al-Amidi, Ijma’ adalah Kesepakatan kelompok legislatif (ahl al-halli wa al-aqdi) dan ummat Muhammad pada suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus. Atau kesepakatan orang-orang mukallaf dari ummat Muhammada pada suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus.
12
Dalam Al-Qur’an dasar Ijma’ terdapat dalam QS An-Nisa’, 4: 115  “Dan barang siapa menentang rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” Dan “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia..” QS Al-Baqarah, 2:  143.
Qiyas, sebagai sumber hukum Islam, merupakan salah satu hasil ijtihad para Ulama. Qiyas yaitu mempertemukan sesuatu yang tak ada nash hukumnya dengan hal lain yang ada nash hukumnya karena ada persamaan ‘illat hukum. Qiyas sangat dianjurkan untuk digunakan oleh Imam Syafi’i.



BAB V
AHLUSSUNAH WAL JAMA”AH
DALAM MASALAH KHILAFIYAH
A.      Timbulnya masalah khilafiyah
Prinsip dasar Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah khilafiyah adalah bahwa perbedaan pendapat yang bersumber dari ijtihad dan masalah itu termasuk masalah yang dibolehkan ijtihad di dalamnya, maka hendaknyasatu dengan yang lain saling memaafkan dengan perbedaan tersebut. Hendaknya mereka tidak menjadikan perbedaan perbedaan ini termasuk dalam perbedaan yang mengakibatkan perpecahan dan permusuhan. Dan siapa yang menyelisihi saya sesuai dengan konsekwensi dalil maka pada hakikatnya dia tidaklah menyelisihi saya, karena manhaj tetap satu, baik saya yang menyelisihinya sesuai dengan konsekwensi dalil atau dia yang menyelisihi saya sesuai dengan konsekwensi dalil. Kalau begitu, maka kita sama. Dan perbedaan pendapat tetap ada dalam umat ini sejak masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari ini.
B.       Hakekat masalah khilafiyah  dan sebab-sebab ikhtilaf fuqoha
 HakekatIkhtilaf Dalam Masalah-MasalahFuru’ (Ijtihadiyah)
  1. Ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang dimaksud adalah : perbedaan pendapat yang terjadi diantara para imam mujtahid dan ulama mu’tabar (yang diakui) dalam masalah-masalah furu’ yang merupakan hasil dan sekaligus konsekuensi dari proses ijtihad yang mereka lakukan
  2. Fenomena perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu’ (ijtihadiyah) adalah fenomena yang normal dan wajar, karena dua hal :
·          
13
Tabiat teks-teks dalil syar’i yang potensial untuk diperbedakan dan diperselisihkan, perbedaan jenis ini banyak disebabkan karena perbedaan dalam memahami teks-teks agama, baik Al Qur’an maupun As Sunnah. Saya memberikan sebuah contoh untuk memperjelas permasalahan ini. Jika pembaca memiliki sedikit penhetahuan tentang Bahasa Arab pasti akan dapat memahami contoh ini dengan baik. Perhatikan teks Bahasa Arab berikut ini :
عبد الله Ù…ُعَÙ„ِّÙ…ٌ Ù…َاهِرٌ
Bagi yang memperhatkan teks ini maka dia akan menemukan dua buah pemahaman dan boleh jadi dia akan berbeda pendapat dengan sahabatnya tentangnya.
Pemahaman yang pertama bahwa kata ماهر adalah merupakan sifat dari kata معلم sebelumnya, jadi terjemahan dari teksi itu adalah : Abdullah adalah seorang guru yang pintar. Jadi dalam pengertian ini kepintaran Abdullah itu adalah pada pengajarannya.
Pemahaman yang kedua bahwa kata ماهر adalah merupakan khabar yang kedua, sedangkan kata معلم adalah khabar yang pertama, jadi terjemahan teks itu adalah : Abdullah adalah seorang guru lagi seorang yang pandai. Dalam pemahaman ini kepandaian Abdullah itu tidak semata-mata pada pengajarannya, tapi pada semua bidang.
Nah, ketika memahami sebuah teks yang cukup pendek saja, kita sudah berbeda pendapat tentangnya, bagaimana untuk teks-teks agama yang cukup kompleks dan kadang-kadang berbeda teksnya dan redaksinya.
·           Tabiat akal manusia yang beragam daya pikirnya dan bertingkat-tingkat kemampuan pemahamannya
·           Fenomena perbedaan pendapat dalam masalah furu’(ijtihadiyah) adalah fenomena klasik yang sudah terjadi sejak generasi salaf, dan merupakan realita yang diakui, diterima dan tidak mungkin ditolak atau dihilangkan sampai kapanpun karena memang sebab-sebab yang melatarbelakanginya akan tetap selalu ada !
C.      SEBAB – SEBAB IKHTILAF
Dapat disimpulkan dan dikelompokkan ke dalam empat sebab utama:
  1. Perbedaan pendapat tentang valid – tidaknya suatu teks dalil syar’i sebagai hujjah
  2. Perbedaan pendapat dalam menginterpretasikan teks dalil syar’i tertentu, seperti yang saya sebutkan di dalam contoh di atas.
  3. Perbedaan pendapat tentang beberapa kaidah ushul fiqh dan beberapa dalil (sumber) hukum syar’i (dalam masalah-masalah yang tidak ada nash-nya), seperti qiyas, istihsan, mashalih mursalah, ’urf, saddudz-dzara-i’, syar’u man qablana, dan lain-lain.
  4. 14
    Perbedaan pendapat yang dilatar belakangi oleh perubahan situasi, kondisi, tempat , masyarakat, dan semacamnya.
BAB VI
PENUTUP
A.      Kesimpulan
1.      Mengingat organisasi mathla’ul anwar ber-aqidah ahlussunah wal jama’ah maka setiap gerak dan langkahnya hendaklah mengikuti pemahaman ahlussunah wal jama’ah baik segi aqidah, maupun ibadah atau fiqh dan furu’udin lainnya
2.      Khusus dalam masalah khilafiyah, hendaklah bersikap seperti yang telah disebutkan di atas dengan penjelasan sebagai berikut :
a.       Secara pribadi hendaklah bersikap menurut tingkatan daya pemahaman atau kemampuan dan kedudukan masing-masing, serta menghindari sikap ifrath dan tafrith terhadap madzhab.
b.      Secara organisasi, mathla’ul anwar tidak melakukan tarjih dalam bidang ibadah, dengan pertimbangan
1). Menghidari kemungkinan timbulnya kelompok baru, demi persatuan dan kesatuan
2). Mathla’ul anwar sebagai ormas islam yang bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah terdiri dari para anggota dan jama’ah yang berbeda latar belakang pendidikan, pemahaman agama dan status social
3). Hasil tarjjih tadak menutup kemungkinan adanya perubahan dimasa berikutnya lantaran terdapat dalil yang lebih kuat.
4). Masalah ibadah sasannya “habluminallah” berbeda dengan bidang muamalah yang sasaran dan penilainnya langsung menyangkut hal sesama manusia.

B.       Khatimah
Dari uraian dan kesimpulan diatas maka khitah mathla’ul anwar bercermin dengan prinsip-prisip sebagai berikut :
1.      Berpegang teguh denagn al-qur’an dan assunah
2.      Bersatu dalam aqidah
3.      Berjama’ah dalam ibadah
4.      Bertoleran dalam khilafiyah
5.      Bersikap tegas terhadap bid’ah
6.      Berorien tasi kepada mashlahatil ummah
7.      Berpiawai dalam siasah
8.      Bersama membangun masyarakat dengan pemerintah
9.     
15
Berjuang dijalan allah swt.









16
 
DAFTAR PUSTAKA
1.     Al-fiqhul Islamy wa adilatuha, DR. Wahbah Al-Zahili
2.     Bidayatul Mujtahid Ibnu Rusydi
3.     Dirosat Al-Ikhtilafatil Fiqhiyah, DR. Muh. Abdul Fath Al Bayanuni
4.     Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Ashqolani
5.     Ishlahul Ummah, KH. Uwes Abdul Bakar
6.     Musnad, Ahmad bin Hambal
7.     Mujmal ushul ahlussunah wal jama’ah fil’aqidah, DR. Nasir bin Abdul Karim Al-aql
8.     Mafhum ahlissunnah wal jama’ah ‘inda ahlissunnah wal jama’ah, DR. Nasir bin Abdul Karim Al-aql
9.     Mujmal ‘itiqod aimmatis salaf, DR. Abdullah bin Abdul Muhsin
10.                        Subulus Salam, As-Shon’any
11.                        Tafsir Ibnu Katsir
12.                        Metode penerapan hokum islam, Drs. Asymuni A. rahman
13.                        Lisanul Arab, ibnu Manzhur
14.                        Minhaj alfirqotinnajiyah, Jamil Zinu
15.                        Hasil Keputusan Majlis Fatwa MA tgl 05 Desember 1985 






No comments:

Post a Comment