Saturday, 27 January 2018

MAKALAH DIROSAH ISLAMIYAH



MAKALAH
DIROSAH ISLAMIYAH
Diajukan untuk mengikuti syarat Komprehensif Islam dan Kemathla’ul Anwaran














Oleh
Nama   : Gusra Wahyudi
NIM    : B03160065




PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
BANTEN
2018

KATA PENGANTAR

Bismilahirohmanirrohim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur serta kehadirat allah swt, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Resume Dirosah Islamyah 1. Penulisan Resume Dirosah Islamyah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian Komprehensif pada fakultas Ekonomi Universitas Mathla’ul Anwar.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya dengan kerendahan dan ketulusan hati kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga terselesaikannya Resume ini.
Akhirnya harapan penulis semoga Resume Dirosah Islamyah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.



Pandeglang, Januari 2018

Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..................................................................................... 1
B.     Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Berdirinya mathla’ul Anwar................................................................. 3
B.     Tujuan mathla’ul Anwar ......................................................................  4
C.     Ahlussunnah Wal Jamaah..................................................................... 6
D.    Mazhab ................................................................................................  7
E.     Mu'tazilah............................................................................................. 8
F.      Syiah ....................................................................................................  9
G.    Syirik.................................................................................................... 10
H.    Iman Kepada Allah.............................................................................. 11
I.       Iman Kepada Rasul.............................................................................. 12
J.       Akidah.................................................................................................. 13
K.    Bid’ah................................................................................................... 14
L.     Syahadat ..............................................................................................  16
M.   Ilmu akhlak, etika dan moral................................................................ 18
N.    Ruang lingkup akhlak........................................................................... 19
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejak dihancurkannya kesultanan Banten pada tahun 1813 oleh Gubernur Jenderal Deandeles, praktis Banten dinyatakan daerah jajahan Belanda. Kekuatan Belanda di Banten memaksa perubahan, dan sejak itu seluruh daeah di Banten mengalami guncangan. Sebab ketika penetrasi kolonial secara intensif menyentuh kehidupan sehari-hari rakyat melalui pajak yang berat, pengerahan tenaga buruh yang berlebihan, dan peraturan yang menindas,  serta tekanan militer yang represif, jelas realitas sosial-politik di Banten dirasakan sebagai kenyataan yang jauh dari apa yang mereka harapkan.
Kolonialisme sebagai bentuk penguasaan wilyah memiliki system administrasi yang sistematis dengan mengatur segala kewenangan organisasi sosial-politik di kawasan kolonial sesuai dengan keperluan negara jajahan. Sistem itu bertentangan dengan apa yang diharapkan dalam bentuk harmoni sosial.
Lebih dari itu kehadiran kolonialisme Belanda bukan hanya menghancurkan tata-niaga masyarakat pribumi, system ekonomi  dan politik tradisional, tetapi juga menghancurkan system idiologi negara sebagai pemersatu bangsa, sehingga kesatuan rakyat di negara jajahan bercerai berai, yang juga mengakibatkan terjadinya koflik dan peperangan antar golongan dalam kebangkrutan politik tersebut. Demikianlah politik adu domba yang dilancarkan Belanda menyebabkan terjadinya perselisihan dan sengketa politik antar elite dan pewaris kesultanan yang tak jarang melahirkan peperangan local.
Perpecahan politik ini melengkapi kemunduran structural sosial masyarakat Banten. Kekacauan politik yang juga diikuti oleh kemerosotan ekonomi, sekaligus disertai dengan marginalisasi masyarakat. Sebagian penduduk kembali ke daerah-daerah pelosok pedesaan dan di sinilah pendidikan agama Islam dikembangkan dengan fasilitas yang seadanya dan dengan orientasi yang teramat anti-kolonialisme.
Ketika tata kehidupan tradisional yang membentuk harmoni sosial masyarakat mengalami penghancuran, sebagian mereka  membentuk pandangan-pandangan baru dan tumbuhnya mitologi keagamaan yang kian mengental dalam kehidupan masyarakat. Demikian ini sebagian besar yang mayoritas petani kembali ke alam pikiran masa lalunya, semacam restorasi tradisi, dengan mencari tulang punggung ketenangan dan ketenteraman teologis yang pernah dirasakan sebelumnya.
Idiolegi keagamaan semacam itu menimbulkan rasa kebencian yang dalam terhadap kolonialisme. Sehingga sebagian dari elte agama membentuk fron perlawanan terhadap penjajahan Belanda tanpa henti. Guru agama/kyai tidak hanya mengambil jarak dengan pemerintah kolonial, tapi juga menjadikan kegiatan-kegiatan sosial-keagamaan itu dinyatakan sebagai jalan jihad melawan kolonialisme Belanda. Mereka memilih menjadi buronan yang selalu diawasi dan dikejar-kejar oleh pemerintah. Karena itu sering terjadi pemberontakan dan perlawanan walau banyak di antara para tokoh dan pimpinan agama Islam di Banten yang tertangkap dan kemudian dibuang ke negeri orang.
Juga tak sedikit para kyai/Guru Agama yang ‘uzlah meninggalkan keramaian kota dan masuk ke pedalaman. Kelompok ini membuka lembaran baru dengan cara bertani sambil mengajarkan ilmu agama Islam secara mandiri.  Dengan demikian bahkan mereka tetap mempunyai akar yang kuat dan mendapat tempat terhormat di kalangan masyarakat.

B.     Tujuan
Dari latar belakang diatas maka pada bab selanjutnya penyusun akan memaparkan materi-materi tentang sejarah mathla’aul anwar, dengan disusunya makalah ini semoga memberikan dampak positif bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
BAB II
LAHIRNYA MATHLA’UL ANWAR

A.    Berdirinya mathla’ul Anwar
Mathla’ul Anwar sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial, beraqidah Islam sepanjang tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah serta ittifaq sahabat, yang telah berdiri sejak awal abad ke XX miladiyah, dimana pada saat itu kondisi kehidupan ummat dan bangsa dalam keadaan yang memprihatinkan. Kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan dibawah tekanan bangsa penjajah (Belanda) merupakan warna dari kehidupan masyarakat yang mayoritas (ummat Islam). Dakwah Islam dilakukan oleh sekelompok kecil kiyai yang tidak terkordinir, berjalan secara sembunyi-sembunyi dibawah bayang-bayang intaian dan tekanan kaum penjajah. Sebagai efek logisnya masyarakat Muslim banyak yang tidak mendapatkan sinar ajaran Islam yang memadai. Aqidah bercampur dengan takhayul, ibadah berbaur dengan bid’ah dan syari’ah tercemar oleh khufarat merupakan warna keagamaan Islam bagi masyarakatnya. Pendidikan dan pengajaran yang diselenggara kan oleh peme-rintah penjajah (Belanda) sebagai realisasi politik etisnya, tidak dapat menjangkau seluruh masyarakat, karena tujuan Belanda menyelengga-rakan pendidikan (sekolah) hanyalah untuk mencetak calon ambtenar (pegawai pemerintah penjajah) yang jumlahnya tidak perlu banyak. Sebagian besar masyarakat adalah buta aksara. Mathla’ul Anwar terlahir ditengah masyarakat yang kondisinya sebagaimana tersebut diatas, terpanggil untuk mengadakan langkah perjuangan dalam rangka pengetahuan yang utuh dan menyeluruh dengan garis-garis pokok (khithah) sebagai berikut :
1.      Al-Qur’an sebagai sumber utama dan pertama dalam menggali ke-benaran iman dan ilmu pengetahuan.
2.      As-Sunnah dari Rasulullah SAW sebagai pedoman operasional dalam kehidupan beragama Islam.
3.      Ijma’ Shohabat merupakan rujukan pertama dalam memahami isi kandungan al-Qur’an dan as-Sunnah.
4.      Ijtihad merupakan upaya yang sangat penting dalam menanggapi perkembangan sosial budaya yang selalu berkembang dikalangan ummat dan masyarakat
5.      Mathla’ul Anwar bersikap tasamuh terhadap semua pendapat para ulama mujtahidin. Mathla’ul Anwar adalah organisasi masyarakat yang cukup tua dan besar. Berorientasi pada pendidikan dan dakwah.
Berdiri pada10 Ramadhan 1334H/10 Juli 1916 di Kampung Kananga, Menes, Didirikan oleh para kiai lokal yang antara lain: K.H. Tubagus Muhammad Sholeh K.H. Entol Muhammad Yasin K.H. Mas Abdurrahman K.H. Abdul Mu’thi. Kiai Tegal K.H. Abdul Mu’thi Kiyai Soleman Cibinglu K.H. Daud Kiyai Rusydi Kiyai. Entol Danawi K.H. Mustaghfiri Kiyai Saiman K.H. Muhammad Rais K.H. Entol Ismail Ketua MA dari masa ke masa : K.H. Moh. Yassin 1916-1933 Bistir Mathla’ul Anwar (Direktur K.H. Moh. Yassin Muktamar I 1936-1937 K.H. Yassin/K.H Abdul Mukti Muktamar II 1937-1939 KH. E. Uwes Abu Bakar Muktamar III 1939-1940 KH. E. Uwes Abu Bakar Muktamar IV 1940-1941 KH. E. Uwes Abu Bakar Muktamar V 1941-1942 KH. E. Uwes Abu Bakar Muktamar VI 1943-1951 KH. E. Uwes Abu Bakar Muktamar VII 1943-1951 KH. E. Uwes Abu Bakar Muktamar VIII 1952-1953 KH. E. Uwes Abu Bakar Muktamar IX 1953-1956 KH. E. Uwes Abu Bakar Muktamar X 1956-1966 KH. E. Uwes Abu Bakar/KH.M Muslim Muktamar XI 1966-1975 Nafsirin Hadi. S.H. Muktamar XII 1975-1985 K.H. E.A. Burhani Muktamar XIII 1985-1991 Drs.H.M.Irsyad Djuwaeli Muktamar XIV 1991-1996 Drs.H.M.Irsyad Djuwaeli Muktamar XV 1996-2001 Drs.H.M.Irsyad Djuwaeli Muktamar XVI 2001-2005 Drs.H.M.Irsyad Djuwaeli Muktamar XVII 2005-2010

B.     Tujuan mathla’ul Anwar
Guna mencari pemecahan masalah tersebut, para kyai mengadakan musyawarah di bawah pimpinan KH. Entol Mohamad Yasin dan KH. Tb. Mohamad Sholeh serta para ulama yang ada di sekitar Menes, bertempat di kampung Kananga.  Akhirnya, setelah mendapatkan masukan dari para peserta, musyawarah mengambil keputusan untuk memanggil pulang seorang pemuda yang sedang belajar di Makkah al Mukarramah.  Ia tengah menimba ilmu Islam di tempat asal kelahiran agama Islam kepada seorang guru besar yang juga berasal dari Banten, yaitu Syekh Mohammad Nawawi al Bantani.
Ulama besar ini diakui oleh seluruh dunia Islam tentang kebesarannya sebagai seorang fakih, dengan karya-karya tulisnya dalam berbagai cabang ilmu Islam.  Siapakah pemuda itu ? Dialah KH. Mas Abdurrahman bin Mas Jamal, yang lahir pada tahun 1868, di kampung Janaka, Kecamatan Jiput, Kawedanaan Caringin, Kabupaten Pandeglang, Karesidenan Banten.
Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal kembali dari tanah suci sekitar tahun 1910 M. Dengan kehadiran seorang muda yang penuh semangat untuk berjuang mengadakan pembaharuan semangat Islam, bersama kyai-kyai sepuh, dapatlah diharapkan untuk membawa umat Islam keluar dari alam gelap gulita ke jalan hidup yang terang benderang, sesuai ayat al-Qur’an “Yukhriju hum min al dzulumati ila al nur”.
Pada tanggal 10 bulan ramadhan 1334 H, bersamaan dengan tanggal 10 Juli 1916 M, para Kyai mengadakan suatu musyawarah untuk membuka sebuah perguruan Islam dalam bentuk madrasah yang akan dimulai kegiatan belajar mengajarnya pada tanggal 10 Syawwal 1334 H/9 Agustus 1916 M.  Sebagai Mudir atau direktur adalah KH. Mas Abdurrahman bin KH. Mas Jamal dan Presiden Bistirnya KH.E. Moh Yasin dari kampung Kaduhawuk, Menes, serta dibantu oleh sejumlah kyai dan tokoh masyarakat di sekitar Menes.
Selengkapnya para pendiri Mathla’ul Anwar :
  • Kyai Tb. Soleh
  • Kyai H. Moh Yasin
  • Kyai Tegal
  • Kyai H. Mas Abdurrahman
  • H. Abdul Mu’ti
  • H. Soleman Cibinglu
  • H. Daud
  • H. Rusydi
  • Danawi
  • H. Mustagfiri
Adapun tujuan didirikannya Mathla’ul Anwar ini adalah agar ajaran Islam menjadi dasar kehidupan bagi individu dan masyarakat.  Untuk mencapai tujuan tersebut, maka disepakati untuk menghumpun tenaga-tenaga pengajar agama Islam, mendirikan madrasah, memelihara pondok pesantren dan menyelenggarakan tablig ke berbagai penjuru tanah air yang pada saat itu masih dikuasai oleh pemerintah jajahan Belanda.  Pemerintah kolonial telah membiarkan rakyat bumi putra hidup dalam kebodohan dan kemiskinan.

C.    Ahlussunnah Wal Jamaah
Aswaja versi bahasa terdiri dari tiga kata, Ahlu, Al-Sunnah, dan Al-Jama’ah. Kata Ahlu diartikan sebagai keluarga, komunitas, atau pengikut. Kata Al-Sunnah diartikan sebagai jalan atau karakter. Sedangkan kata Al-Jamaah diartikan sebagai perkumpulan. Arti Sunnah secara istilah adalah segala sesuatu yang diajarkan Rasulullah SAW., baik berupa ucapan, tindakan, maupun ketetapan. Sedangkan Al-Jamaah bermakna sesuatu yang telah disepakati komunitas sahabat Nabi pada masa Rasulullah SAW. dan pada era pemerintahan Khulafah Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Dengan demikian Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah komunitas orang-orang yang selalu berpedoman kepada sunnah Nabi Muhammad SAW. dan jalan para sahabat beliau, baik dilihat dari aspek akidah, agama, amal-amal lahiriyah, atau akhlak hati. Jama’ah mengandung beberapa pengertian, yaitu: kaum ulama atau kelompok intelektual; golongan yang terkumpul dalam suatu pemerintahan yang dipimpin oleh seorang amir; golongan yang di dalamnya terkumpul orang-orang yang memiliki integritas moral atau akhlak, ketaatan dan keimanan yang kuat; golongan mayoritas kaum muslimin; dan sekelompok sahabat Nabi Muhammad SAW.
Menurut Imam Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan yang berpegang teguh kepada al-Qur’an, hadis, dan apa yang diriwayatkan sahabat, tabi’in, imam-imam hadis, dan apa yang disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal.
Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Ahlusssunnah Wal Jamaah yang berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi’i, dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili. Menurut Muhammad Khalifah al-Tamimy, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah para sahabat, tabiin, tabiit tabi’in dan siapa saja yang berjalan menurut pendirian imam-imam yang memberi petunjuk dan orang-orang yang mengikutinya dari seluruh umat semuanya.

D.    Mazhab
Pengertian Mazhab bisa dibagi 2. Ada arti menurut bahasa, ada arti menurut istilah. Berdasarkan bahasa atau dilihat dari kosa kata, mazhab merupakan bentuk isim makan dari kata “dzahaba”, artinya jalan atau tempat yang dilalui, sedangkan menurut istilah ulama ahli fiqih, mazhab adalah mengikuti sesuatu yang dipercayai.
Lebih lengkapnya pengertian mazhab menurut fiqih adalah hasil ijtihad seorang imam (mujtahid) tentang hukum sesuatu masalah yang belum ditegaskan oleh nash. Jadi, masalah yang bisa menggunakan metode ijtihad ini adalah yang termasuk kategori dzonni atau prasangka, bukan hal yang qoth’i atau pasti. Jadi tidak benar kalau ada istilah hukum shalat 5 waktu adalah wajib menurut mazhab Syafi’i, karena hukum shalat wajib termasuk kategori qoth’i yang tidak bisa dibantah wajibnya oleh mazhab manapun. Berbeda jika masalah yang dihadapi tentang hal-hal yang asalnya masih samar seperti hukum menyentuh kulit wanita yang bukan muhrim. Karena perbedaan pandangan itulah, maka terjadi perbedaan pendapat antara Imam Syafi’i, Imam Hanafi dan Imam lainnya. Hasilnya dinamakan ijtihad Imam Syafi’i yang pasti berbeda dengan ijtihad Imam Hanafi dan Imam lainnya yang menentukan batal atau tidaknya wudhu ketika menyentuh wanita muhrim.
Nah, bagi seorang yang mampu berijtihad dalam menghadapi suatu masalah, maka dia boleh berijtihad dan melaksanakan hasil ijtihad yang ia lakukan, sedangkan bagi mereka yang tidak mampu melakukanijtihad atau orang awam, maka ia harus mengikuti hasil ijtihad dari salah seorang mujtahid yang ia percayai. Hal ini sejalan dengan Al Qura’an surat An-Nahl ayat 42 43, yang artinya “Bertanyalah kepada ahli dzikri/ulama jika kamu tidak mengerti”.
Menurut Abu Hasan Alkayya, bermazhab ini hukumnya wajib bagi :
1. Orang awam
2. Ulama/ahli fiqih yang belum mencapai derajat mujtahid.
Mengapa bermazhab itu wajib ? Karena jika diperbolehkan untuk tidak bermazhab atau bermazhab tapi mengambil mazhab sana sini (talfiq), maka pasti kaum muslimin akan mengambil aturan-aturan yang ringan dan mudah saja dan hal ini akan membawa akibat lepasnya tuntutan taklif.

E.     Mu'tazilah
Mu’tazilah, secara etimologis bermakna orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok al-Hasan al-Bashri rahimahullah, salah seorang imam di kalangan tabi’in.
Asy-Syihristani rahimahullah bertutur, (suatu hari) datanglah seorang laki-laki kepada al-Hasan al-Bashri rahimahullah seraya berkata, “Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengafirkan pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik). Dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama. Mereka adalah kaum Khawarij. Adapun kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik), dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam mazhab mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah Murji’ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip (dalam beragama)?”
Al-Hasan al-Bashri pun berpikir sejenak dalam permasalahan tersebut. Sebelum beliau menjawab, tiba-tiba dengan lancangnya Washil bin Atha’ berseloroh, “Menurutku pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak kafir. Ia berada pada suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir.”
Lalu ia berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid al-Hasan al-Bashri lainnya. Al-Hasan al-Bashri rahimahullah lantas berkata,
        اِعْتَزَلَ عَنَّا وَاصِلُ
“Washil telah memisahkan diri dari kita.” Disebutlah dia dan para pengikutnya dengan Mu’tazilah. (al-Milal wan-Nihal hlm. 47—48 )
Ajaran Mu’tazilah
Mu’tazilah sebagai pelanjut dari Qodariyah,golongan tertua didalam islam yang menggunakan akal pikiran. Menurut mereka ilmu dapat diperoleh hanya dengan akal. Pengetahuan tentang adanya Allah dapat dicapai dengan akal,begitupun dengan rasa syukur terhadap rahmat Allah.
Akal dan keadilan merupakan prinsip yang dimiliki manusia oleh sebab itu Mu’tazilah disebut juga kaum Rasionalisme.
 Mu’tazilah memiliki lima prinsip ajaran yang mereka sepakati yaitu
·         Tauhid
Menurut Mu’tazilah permasalahan yang berhubungan dengan tauhid meliputi :
·         Sifat-sifat Allah
·         Al-Qur’an adalah makhluk Allah
·         Hal kemungkinan Allah terlihat oleh mata kepala

F.     Syiah
Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) .[1] Madzhab Dua Belas Imam atau Itsna Asyariyyah merupakan yang terbanyak jumlah penganutnya dalam sekte ini, dan istilah Syi'ah secara umum sering dipakai merujuk pada mazhab ini. Pada umumnya, Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah pertama. Madzhab Syi'ah Zaidiyyah termasuk Syi'ah yang tidak menolak kepemimpinan tiga Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib.
Secara bahasa, kata "Syi'ah" adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamak-nya adalah "Syiya'an" (شِيَعًا). Syī`ī (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari sekte tersebut. Dalam perkembangannya selain memperjuangkan hak kekhalifahan al-bait di hadapan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah Syiah juga mengembangkan doktrinnya berkaitan dengan teologi mereka mempunyai Rukun Iman yaitu:
1.      Tauhid atau kepercayaan kepada keesaan Allah
2.      Nubuwwah atau kepercayaan kepada kenabian
3.      Ma’ad atau kepercayaan akan adanya hidup di akhirat
4.      Imamah atau kepercayaan terhadap adanya Imamah yang merupakan hak al-bait
5.      Al adl atau keadilan ilahi.

G.    Syirik
Secara etimologi Syirik berarti persekutuan yang terdiri dari dua atau lebih yang disebut sekutu, secara terminologi menjadikan bagi Allah tandingan atau sekutu.
Macam-macam syirik
·         Syirik uluhiyah atau ibadah, menyelewengkan ibadah kepada selain Allah misalnya salat, zakat, puasa, sembelihan,  sumpah, d’oa, Istighosah dan lain-lain.
·         Syirik rububiyah atau perbuatan Allah, menyamakan makhluk dengan Allah dalam hal yang merupakan kekhususan rububiyah nya. Misalnya mempercayai adanya sang pencipta selain Allah, menurunkan hujan, dan mengatur alam semesta.
Sanksi Syirik
·         Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepadanya dan akan mengampuni dosa dibawahnya bagi siapa yang dikehendaki-nya
·         Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah telah haramkan surga dan tempat tinggalnya neraka dan tidak ada lagi orang dzolim itu penolong.

H.    Iman Kepada Allah
Pengertian Iman secara bahasa Arab adalah percaya, pengertian secara Istilah, iman kepada adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan. Jadi, pengertian Iman Kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanya, kemudian diakui dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan di dunia nyata. Fungsi Beriman Kepada Allah
·         Menambah Keyakinan
Kita tahu bahwa Allah SWT lah yang menciptakan segala sesuatunya dan membuat kita masih hidup sampai sekarang. Jadi kita harus semakin yakin dan bersyukur kepada Allah.
·         Menambah Ketaatan
Dengan beriman kepada Allah dapat menjadikan acuan untuk taat menjalani perintah Allah dan menjauhi laranganya sehingga hati kita akan selalu ingat kepada Allah
·         Menentramkan Hati
Dalam surah Ar-Ra’ad ayat 28 dijelaskan bahwa orang-orang beriman selalu mengingat Allah, dan membuat hati mereka tentram karenanya
·         Dapat Menyelamatkan Hidup Manusia di Dunia Maupun Akhirat
Dalam Quran Surah Al-Mukminin, Allah berfirman : “Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”
·         Mendatangkan Keuntungan dan Kebahagiaan Hidup
Manusia yang beriman kepada Allah hati mereka menjadi tentram, hidup pastinya akan lebih bahagia dan permasalahan menjadi lebih mudah diselesaikan karena Allah akan membantunya.
 Contoh Perilaku Iman Kepada Allah
Ada banyak sekali contoh perilaku iman kepada Allah yang bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti :
1.Mendirikan Sholat
2.Menafkahkan sebagian rezeki
3.Beriman Kepada Kita Allah
4.Menafkahkan sebagian hartanya baik disaat waktu lapang ataupun sempit
5.Selalu berbuat kebajikan
6.Mampu menahan amarah
7.Mampu memaafkan kesalahan orang lain
8.Melaksanakan perintah Allah dari segi ibadah
9.Berhenti dari perbatan keji dan tidak mengulanginya lagi
10.Mempercayai dengan benar rukum iman

I.       Iman Kepada Rasul
Iman Kepada Rasul menurut Bahasa Arab merupakan Percaya. Secara istilah atau luasnya, iman kepada rasul berarti meyakini dengan sepenuh hati  bahwa Rasul itu benar-benar utusan Allah yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat.
Ada juga sebutan Ulul Azmi. Ulul Azmi adalah utusan Allah yang memiliki kesabaran dan ketabahan yang tinggi dalam menyampaikan risalah pada umatnya.
5 Nabi Ulul Azmi :
Nabi Nuh As.
Nabi Ibrahim As.
Nabi Musa As.
Nabi Isa As.
Nabi Muhammad Saw.
Dengan mengimani Rasul Allah SWT. adalah kewajiban semua umat Islam karena merupakan rukun Iman yang ke 4.
Fungsi Iman Kepada Rasul Allah
·         Bertambah iman kepada Allah SWT dengan mengetahui bahwa rasul benar-benar manusia pilihan Allah
·         Mau mengamalkan apa yang disampaikan para rasul
·         Mempercayai tugas-tugas yang dibawanya untuk disampaikan kepada umatnya
·         Lebih mencintai dan menghormati rasul atas perjuangannya
·         Memperoleh teladan yang baik untuk menjalani hidup
·         Mendapat rahmat Allah
·         Mengerti tatacara bertauhid, beriman / ber’aqidah dan beribadah yang benar
·         Tuntunan menuju jalan yang benar untuk keselamatdunia akhirat
·         Sebagai perantara mengenal Allah dengan segala sifat sempurna-Nya
·         Dapat membedakan antara yang benar (baik) dan yang salah (buruk)

J.      Akidah
Pengertian AQidah dari segi bahasa berarti iman ataupun pegangan yang kuat atau satu keyakinan. Pengertian AQidah Akidah menurut istilah ialah kepercayaan yang pasti dan keputusan yang muktamat tidak bercampur dengan syak atau keraguan pada seseorang yang berakidah sama ada akidah yang betul atau sebaliknya. Pengertian AQidah Islam ialah kepercayaan dan keyakinan terhadap Allah dengan menyakini tentang :
·         Iman kepada Allah
·         Iman Kepada Malaikat
·         Iman Kepada Kitab-Kitab
·         Iman Kepada Rasul-Rasul
·         Iman Kepada hari Akhirat
·         Iman Kepada Qadar Baik Dan Buruk
Tujuan Mempelajari Akidah Islam
·         Untuk mengetahui petunjuk hidup yang benar dan dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah sehingga hidup untuk mencari keridhaan Allah SWT.
·         Untuk menghindarkan diri dari pengaruh kehidupan yang sesat atau jauh dari petunjuk hidup yang benar.
·         Dapat Meningkatkan ibadah kepada Allah
·         Dapat Membersihkan akal dan pikiran untuk ketenangan jiwa
·         Dapat mengikuti para rasul akan tujuan dan perbuatannya.
·         Dapat beramal baik hanya semata-maya karna ALLAH SWT
·         Dapat Ikhlas Dan Selalu menegakkan agamanya serta memperkuat tiang penyanggahnya.
·         Mengharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

K.    Bid’ah
Pengertian Bid’ah : Menurut Imam Asy-syatibi, bid’ah adalah bentuk ibadah atau perilaku yang menyerupai ajaran agama islam namun tidak sesuai dengan syariat atau tidak terdapat dalilnya secara tepat. Adapun pengertian lain dari bid’ah yaitu mengada-ngada bentuk ibadah atau syariat agama. Tentu saja, hal ini tidak diperbolehkan dalam islam.
Umat islam tentunya menjalankan ibadah dengan benar sesuai tuntunan syariah agar dapat menjalankan tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia Menurut Islam sesuai dengan fungsi agama. Bid’ah tentunya dapat merusak hal tersebut. Dalam pelaksanaanya, bid’ah memiliki dua bagian perilaku. Perbuatan bid’ah bisa masuk dalam bentuk kebiasaan atau tradisi atau juga dalam bentuk pelaksanaan agama islam. Perbuatan bid’ah yang masuk dalam kebiasaan atau tradisi tidak semuanya diharamkan atau dilarang, selagi tidak melanggar prinsip dasar islam atau agama. Misalnya saja penemuan baru IPTEK atau mengembangkan teknologi. Hal ini pada dasarnya adalah mubah.
Dalam bi’dah agama atau pelaksanaan dien islam, tentu hal ini dilarang atau diharamkan. Hal ini sebagaimana yang pernah Rasulullah sampaikan : “Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan urusan tersebut, maka perbuatannya akan tertolak atau diterima.” Di dalam hadist lain, Rasulullah pun pernah menyampaikan bahwa pelaku bi’dah yang amalannya tidak didasarkan kepada urusan kami (agama islam, sunnah Rasulullah) maka perbuatannya akan ditolak.
Jenis-jenis bid’ah
1.      Bid’ah Qauliyah Itiqadiyah
Bid’ah ini adalah bentuk bid’ah yang berbentuk keyakinan dari ucapan-ucapan yang disebutkan oleh kelompoknya atau golongannya. Akan tetapi, tentu saja perkataan-perkataan mereka tidak selalu benar dan bisa bernilai sesat.
2.      Bid’ah Menambah Ibadah
Bid’ah ini berkaitan dengan ibadah yang tidak disyariatkan oleh Allah dalam tuntunan islam atau panduan sunnah Rasul. Pada dasarnya, bid’ah ini adalah pelaksanaan yang tidak sesuai dengan pelaksanaan syariat islam. Pelaksanaan syariat islam tentu saja dibutuhkan agar umat islam tidak sembarangan atau tanpa tuntunan dalam menjalankan ibadah.
Contoh bid’ah dalam ibadah
·         Bid’ah Yang Berhubungan dengan Pokok Ibadah
Bidah yang berkaitan dengan pokok-pokok ibadah adalah bi’dah yang mengadakan ibadah tanpa ada dasar dalam islam atau syariat islam. Dalam hal ini, islam tidak pernah mengadakan bentuknya namun dibentuk sendiri oleh manusia atau kebiasaan budayanya. Misalnya saja seperti perayaan hari ulang tahun, shalat yang tidak ada sunnah-nya, atau perayaan har besar yang tidak ada dalam islam.

·         Bid’ah yang Menambah-Nambah Ibadah
Bid’ah ini adalah bid’ah yang melakukan tambahan-tambahaan ibadah padahal tidak ada dalam Al-Quran dan Sunah. Misalnya saja menambah rakaat shalat wajib, melakukan shalat sunnah di luar waktu yang sudah ditentukan, dan lain sebagainya. Bid’ah ini tentu dilarang dan diharamkan, karena islam sudah menetapkan aturan baku secara jelas mengenai hal tersebut.

·         Bid’ah Pada Sifat Ibadah
Bid’ah ini misalnya saja pelaksanaan zikir yang dilakukan dengan suara kencang, berjamaah, atau sampai ribuan kali hingga mezalimi diri sendiri. Zikir adalah perintah Allah agar umat islam bisa mengingat dan menghayati kebesaran Allah, bukan malah menzalimi diri. Karena hakikat manusia beribadah sejatinya agar manusia bisa berjuang dan hidup di dunia untuk bekal di akhirat semaksimal mungkin.

·         Bid’ah untuk Mengkhususkan Ibadah
Bid’ah ini contohnya adalah pelaksanaan nisfu sya’ban yang dilakukan tanggal 15 bulan sya’ban. Pelaksanaan ini tentu saja tidak berdasarkan pada ajaran agama islam, karena Rasulullah sendiri tidak pernah mensyariatkannya. Untuk bisa mengkhususkan sesuatu tentu saja membutuhkan dalil, tidak bisa sembarangan.

L.     Syahadat
Syahadat merupakan asas dan dasar dari lima rukun Islam dan merupakan ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam. Syahadat berasal dari kata bahasa Arab yaitu syahida, yang artinya ia telah menyaksikan. Kalimat itu dalam syariat Islam adalah sebuah pernyataan kepercayaan dalam keesaan Tuhan (Allah) dan Nabi Muhammad sebagai RasulNya. Kalimat Syahadat sering disebut dengan Syahadatainkarena terdiri dari 2 kalimat (Dalam bahasa arab Syahadatain berarti 2 kalimat Syahadat)
Makna syahadat
·                     Pengakuan ketauhidan.
Artinya, seorang muslim hanya mempercayai Allâh sebagai satu-satunya Allah dan tiada tuhan yang lain selain Allah. Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi motivasi atau menjadi tujuan seseorang. Jadi dengan mengikrarkan kalimat pertama, seorang muslim memantapkan diri untuk menjadikan hanya Allâh sebagai tujuan, motivasi, dan jalan hidup.
·                     Pengakuan kerasulan.
Dengan mengikrarkan kalimat ini seorang muslim memantapkan diri untuk meyakini ajaran Allâh seperti yang disampaikan melalui Muhammad saw, seperti misalnya meyakini hadist-hadis Muhammad saw.

Makna Laa Ilaaha Illallah 
Kalimat Laa Ilaaha Illallah sebenarnya mengandung dua makna, yaitu makna penolakan segala bentuk sesembahan selain Allah, dan makna menetapkan bahwa satu-satunya sesembahan yang benar hanyalah Allah semata.
Kandungan syahadat
·                     Ikrar
          Ikrar yaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang diyakininya.Ketika seseorang mengucapkan kalimat syahadah, maka ia memiliki kewajiban untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang ia ikrarkan itu.

·                     Sumpah
          Syahadat juga bermakna sumpah. Seseorang yang bersumpah, berarti dia bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam mengamalkan sumpahnya tersebut. Artinya, Seorang muslim itu berarti siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam.
·                     Janji
          Syahadat juga bermakna janji. Artinya, setiap muslim adalah orang-orang yang berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT, yang terkandung dalam Al Qur'an maupun Sunnah Rasu
Makna syahadat bagi muslim
1.Pintu masuk menuju islam; syarat sahnya iman adalah dengan bersyahadatain (bersaksi dengan dua kalimat syahadah)
2.Intisari ajaran islam; pokok dari ajaran Islam adalah syahadatain, sebagaimana ajaran yang dibawa nabi-nabi dan rosul-rosul sebelumnya 
3.Pondasi iman; bangunan iman dan Islam itu sesungguhnya berdiri di atas dua kalimat syahadah
4.Pembeda antara muslim dengan kafir; hal ini berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban syariat yang akan diterima atau ditanggung oleh seseorang setelah dia mengucapkan dua kalimat syahadah
5.Jaminan masuk surga; Allah SWT memberi jaminan surga kepada orang yang bersyahadatain.

M.   Ilmu akhlak, etika dan moral
Pengertian Akhlak. Pengertian akhlak ialah hal ihwan yang melekat pada jiwa (Sanubari). Dari situ timbul perbuatan-perbuatan secara mudah tanpa dipikir panjang dan diteliti terlebih dahulu (Spontanitas). Apabila hal ihwal atau tingkah laku itu menimbulkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut pikiran dan syari’ah, maka tingkah laku itu disebut ahklak yang baik. Apabila menimbulkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka tingkah laku disebut ahklak yang buruk. Ahklak terpuji dan baik tidak akan terbentuk begitu saja, landasan dalam islam adalah Al-Quran dan al-hadits.
Pengertian Moral. Arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia disebutkan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Pengertian Etika. Dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia. Maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk. Perbedaan Pengertian Akhlak, Moral, dan Etika, Akhlak: standar penentuan Al-Quran dan Hadits, Moral: besifat lokal/khusus dan Etika: lebih bersifat teoritis/umum Perbedaaan antara etika, moral, dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan akhlak berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu adalah Al-Quran dan Hadits.

N.    Ruang lingkup akhlak
Ruang lingkup akhlak dalam pandangan islam sangatlah luas sepanjang sikap jiwa atau hajat manusia, mulai dari hajat yang terkecil sampai hajat yang terbesar. Muhammad Abdullah Daras membagi ruang lingkup akhlak menjadi 5 bagian, diantaranya:1. Akhlak pribadi (Al-Ahklaq Al-Fardiyah). Terdiri dari: a. Yang diperintahkan (Al Awanir) b. Yang dilarang (An-Nawahi) c. Yang dibolehkan (Al Mubahal) dan d. Akhlak dalam keadaan darurat (Al-Mukholafah bi-al Idhtbirar). 2. Akhlak berkeluarga (Al-Akhlaq Al-Usrawiyah). Terdiri dari: a. kewajiban timbal balik orang tua dan anak (Wajibal nahwa al-Usbul wa-Alfuru’) b. kewajiban suami istri (Wajibal Baina al- Azwaja) dan c. kewajiban terhadap karib kerabat (Wajibal nahwa al- aqarib).
3. Akhlak bermasyarakat (Al-Akhlaq Al-Ijtima’iyah). Terdiri dari: a. Yang dilarang (Al- Mahzurrat) b. Yang diperintahkan (al- Awamir) dan c. kaedah-kaedah adab (Qowaid al- Adab). 4. Akhlak bernegara (Akhlaq ad-Daulah). Terdiri dari: a. Hubungan antara pemimpin dan rakyat (Al-Alaqah baina ar- Rais wa as- Sya’b) b. Hubungan luar negeri (al- Alaqat al Kharijiyyah). 5. Akhlak beragama (al- Akhlaq ad- Diniyah). Yaitu kewajiban terhadap Allah Swt. (Wajibat nahwa Allah).

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Kelahiran Mathla’ul Anwar, seperti juga ormas lain pada periode awal abad ke-20, menandai perjuangan kebangkitan nasional. Karena itu semangat pendidikan dan dakwah yang dibangun pada periode tersebut menekankan semangat pembebasan atau rasa kemerdekaan, yang saat itu berhadapan dengan kolonialisasi Barat (Belanda) dengan segala dampak politiknya. Memang tidak menutup kemungkinan ada di antara para santri dan alumni serta pendukung Mathla’ul Anwar yang kemudian terlibat perang revolusi kemerdekaan dan masuk barisan gerilyawan. Fenomena ini seakan menjelaskan betapa kesadaran sosio-religius yang dimiliki para ulama telah menyiapkan landasan nilai untuk mengisi perubahan sosial dengan pentingnya pendidikan Islam, baik sebagai sumber motivasi perjuangan dan sekaligus pengetahuan dan tindakan. Sumber pengetahuan tersebut mempertanyakan kembali apa yang seharusnya terjadi dalam kehidupan sosial menurut ajaran Islam. Munculnya Mathla’ul Anwar sebagai pergerakan baru di Banten saat itu pada dasarnya berhubungan dengan kondisi perkembangan dunia Islam di berbagai tempat. Keterkaitan ideologis dan kultural antara pemikiran Jamaluddin al-Afghani (1839-1897) dan Muhammad Abduh (1845-1903) dengan tradisi pendidikan Islam lokal tidak dapat dihindari, dan ini yang kemudian mempengaruhi perkembangan Mathla’ul Anwar. Namun semenjak kemerdekaan sampai sekarang Mathla’ul Anwar terus melakukan penyesuaian secara bertahap mengikuti perkembangan nasional.
.

DAFTAR PUSTAKA

Dirosah Islam 1 Sejarah dan khithah Mathla’ul Anwar (Drs. Jihaddudin, M.Pd)
Buku catatan Mata Pelajaran Islam dan Kemathla’ul Anwaran
https://pdmacimahi.wordpress.com/sejarah-mathlaul-anwar/
http://alimpolos.blogspot.co.id/2014/06/pengertian-aswaja-karakteristik-aswaja.html diakses pada 25 Januari 2018
http://belajar-fiqih.blogspot.co.id/2012/02/pengertian-mazhab.html diakses pada 25 Januari 2018
http://mathlaulanwar.or.id/sejarah/ diakses pada 26 Januari 2018
http://mynewblognurlatifah.blogspot.co.id/2015/11/makalah-pemahaman-majelis-fatwa_41.html diakses pada 26 Januari 2018

No comments:

Post a Comment