MAKALAH
GLOBALISASI DAN PERBUAHAN PADA LEBMAGA SOSIAL DALAM
KOMUNITAS
Disusun
untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sosiologi
Disusun
oleh :
Kelompok
4
1.
Lutfatul Laily Nisa
2.
Ulfiyasari
3.
Nur Indah
4.
Yosi Utami
5.
Dita Fardianti
6.
Pia Nuroktavia
7.
Nani Nurbaeti
SMA NEGERI 4
PANDEGLANG
Jl. Raya Labuan
Km 29 Menes Pandeglang
Tahun Ajaran
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur mari kita panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat taufik dan
hidayah-Nya sehingga Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, itu dikarenakan kemampuan yang
terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai
pihak, akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun berharap
dengan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penyusun dan bagi para
pembaca pada umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan
meningkatkan prestasi dimasa yang akan datang.
Menes, Okober
2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................
i
DAFTAR
ISI..................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan...............................................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Lembaga
Sosial Menurut J. L. Gillin dan J. P. Gilin.................
2
B. Perubahan
Pada Lembaga Keluarga.........................................
3
C. Perubahan
Pada Lembaga Pendidikan.....................................
8
D. Perubahan
Pada Lebmaga Agama.............................................
14
E. Perubahan
Pada Lembaga Ekonomi..........................................
16
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................
20
B. Saran.................................................................................................
21
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apakah
yang dimaksud dengan lembaga social ? sebelum menjawab pertanyaan ini, mungkin
ada baiknya terlebih dahulu mengulas berberapa istilah yang berpadanan dengan
lembaga social. Istilah ‘lembaga sosial’ merupakan contoh satu dari sekian
banyak terjemahan dari konsep yang sama, yakni social institutioan. Ada ahli
lain yang menyebut sebagai ‘pranata sosial’ atau ‘lembaga kemasyarakatan’. Ada
juga yang mengusulkan istilah ‘bangunan sosial’, merujuk pada istilah
soziale-gebilde yang lazim digunakan di jerman. Akan dieprsoalkan, sebab
maknanya hamper bersamaan.
Koentjaraningrat
(2009) memaknai lebaga social sebagai suatu system yang dikembangkan menajdi
wahana, sehingga pola resmia tau sautu system tata kelakuan dan hubungan yang
berpusat pada aktivitas untuk memenuhi kebutuhan kompeks khusus dalam kehudipan
manusia.
Berangkat
dari latar belakang tersebut diatas maka penyusun mengambil suatu judul yaitu
“Globalisasi dan Perubahan Pada Lembaga Sosial dalam Komunitas’, yang akan
dibahas pada bab selanjutnya.
B.
Tujuan
Adapun
tujuan disusunya makalah ini adalah untuk membahas tentang globasilasi dan
perubahan pada lembaga social dalam komunitas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Lembaga Sosial Menurut J. L. Gillin dan
J. P. Gilin
Dalam
soekanto, 2013, menguraikan beberapa karakteristik umum lembaga social sebagai
berikut :
1. Suatu lembaga sosial
merupakan organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud
melalui aktivitas-aktivitas sosial dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial terdiri
dari adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan
lainnya yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam satu unit yang
fungsional.
- Suatu tingkat kekekalan tertentu adalah ciri dari semua lembaga sosial. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga sosial setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga sosial biasanya juga berumur lama, sebab pada biasanya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
- Lembaga sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan itu tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dilihat dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Perbedaan antara tujuan dan fungsi sangat penting oleh sebab tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya, fungsi sosial lembaga itu, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat, mungkin tidak diketahui atau disadari golongan masyarakat itu. Mungkin fungsi itu baru disadari setelah diwujudkan dan lalu ternyata berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan ternyata memiliki tujuan untuk mendapatkan tenaga buruh semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan ternyata sangat mahal.
- Lembaga sosial mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan seperti bangunan, peralatan, mesin dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat itu biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Misalnya, gergaji Jepang dibuat sedemikian rupa sehingga alat itu akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya gergaji Indonesia baru memotong apabila didorong.
- Lambang-lambang biasanya juga adalah ciri khas dari lembaga sosial. Lambang-lambang itu secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata masing-masing mempunyai panji-panji. Perguruan-perguruan tinggi masing-masing mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain. Kadang-kadang lambang-lambang itu berbentuk tulisan-tulisan atau slogan-slogan.
- Suatu lembaga sosial mempunyai tradisi tertulis ataupun tidak tertulis yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi itu adalah dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, di mana lembaga sosial itu menjadi bagiannya.
B. Perubahan Pada Lembaga Keluarga
Keluarga
merupakan lembaga social dasar di mana semua lembaga social lainnya berkembang.
Pada berbagai masyarakat di seluruh penjuru dunia, kelaurga merupakan lembaga
kemasyarakatan yang universal dan menjadi focus terpenting dari berbagai
kegiatan dalam kehidupan individu. Keluarga mengadakan kontak secara langsung
dan menjalin hubungan pribadi yang intim.
Menurut
Horton dan Hunt (dalam Horton, 2010) sautu kelaurga adalah sebagai berikut :
a. Suatu
kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama.
b. Suatu
kelompok kekerabatan yang dipersatukan oleh ikatan darah ataupun perkawinan
c. Pasangan
perkawinan, dengan atau tanpa anak.
d. Pasangan
hidup bersama tanpa nikah yang mempunyai anak.
e. Satu
orang (duda atupun janda) dengan beerapa anak.
Selain konsep di atas, suatu kelaurga
dapat disebut ideal jika dapat melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik.
Adapun fungsi lembaga keluarga menurtu Nasution (2010) adalah sebagai berikut :
a. Fungsi
Reproduksi
Fungsi ini berkaitan dengan upaya memperoleh dan
meneruskan keturunan.
b. Fungsi
Afeksi dan Berbagai Cinta Kasih
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan
kasih saying atau rasa dicintai.
c. Fungsi
Sosial
Semua masyarakat tergantung pada keluarga untuk
menyosialisasikan anggota-anggotanya sebaik mungkin agar mampu berperan secara
utuh sesuai dengan status ataupun peran yang dimilikinya.
d. Fungsi
Keagamaan
Keluarga didorong untuk mengondisikan agar seluruh
anggotanya menjadi insan-insan agamis yang penuh iman dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
e. Fungsi
Penentuan Status
Ketika memasuki sebuah kelarga, seseorang menerima
sejumlah status, berdasarkan usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, dan
sebagainya.
f. Fungsi
perlindungan bagi Anggota Kelaurga
Keluagra memberikan perlindungan kepada anggotanya, baik
perlindungan fisik (menjamin bahwa anggota keluarga terpelihara dan terhindar
dari ancaman gangguan fisik, seperti tindak kekerasan, kecelakaan dan
sebagainya), ekonomis, maupun psikologis.
g. Fungsi
Pengawasan Sosial
Fungsi ini menegaskan perlunya sesame anggota masyarakat
saling mengawasi dan mengevaluasi perilaku satu sama lain demi mencegah
perilaku menyimpang yang dapat mencemarkan nama baik keluarga.
h. Fungsi
Pembinaan Lingkungan
Memberi kesempatan keapda seluruh anggota keluaga agar
hidup serasi, selaras, dan seimbang dalam menghadapi perubhan lingkungan,
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat
i. Fungsi
Ekonomi
Keluagra menjalankan berbagai fungsi ekonomi, seperti
produksi, distribusi dan konsumsi.
j. Fungsi
Sosial Budaya
Keluagra memperkenalkan anggota-anggotanya dengan
identitas budaya sbagai anggota dari kelompok etnis tertentu.
Lembaga keluargapun mengalami sejumlah
perbahan di era globalisasi ini. Perubahan yang diakibatkan oleh globalisasi
terhadap lembaga keluargapun terjadi dalam berbagai aspek. Adapun aspek
perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perubahan
apda Lembaga Kencan (Dating)
Kencan merupakan perjanjian sosila yang secara sengaja
dilakukan oleh dua orang individu berbeda jenis kelamin untuk melakukan
penjajakan dan saling mengenal kepribadian masing-masing seblum melanjutkan
hudubungan pada taraf lebih serius (Khairuddin, 2009).
b. Perubahan
Pada Lembaga Peminangan (Coursthip)
Apabila pada proses dating telah dirasa ada kemantapan,
maka hubungan dapat dilanjutkan dengan peminangan.
c. Perubahan
Ukuran Keluarga
Dahulu, masyarkaat lebih memilih bentuk keluarga luas
(extended family) demi memnuhi kebutuhan akan hubngan kekerabatan.
d. Melemahnya
Hubungan Keluarga
Pada era globalisasi, hubungan dengan kerabat dekat
maupun jauh cenderung melemah karena tersitanya sebagaian besar waktu untuk
bekerja. Adapun tiga jenis hubungan keluarga tersebut adalah sebagai beirkut :
1)
Kerbata Dekat (Convetional Kin)
2)
Kerbata Jauh (Discretionary Kin)
3)
Orang Yang Dianggap Kerabat (Fictive Kin)
e. Perubahan
pada Pola Menetap
Sejumlah antropolog mengemukakan adanya beberapa pola
menetap dalam masyarkaat tradisional bagi pasangan yang telah melangsungkan
pernikahan. Saebani (2012) menyatakan beberapa pola menetap dalam masyarakat
sebagai berikut :
1)
Patrlokal
Pola
partilokal adalah pasangan yang beru menikah menetap bersama kelaurga pihak
laki-laki
2)
Patri matrilokal
Pola
patri matrilokal adalah pasangan yang beru menikah mula-mula menetap di tempat
kelaurga pihak laki-laki, baru kemudian pindah ke keluarga pihak perempuan.
3)
Matrilokal
Pola
matrilokal adalah pasangan yang beru menikah menetap bersama keluarga pihak
perempuan
4)
Matri patrilokal
Pola
matri patrilokal adalah pasangan yang beru menikah mula-mula menetap di tempat
keluarga pihak perempuan baru kemudian ke keluarga pihak laki-laki.
5)
Bilokal
Pola
biolokal adalah pola yang di dalamnya pasangan yang beru menikah dapat memilih
untuk menetap bersama keluarga pihak laki-laki atau perempuan
6)
Avunculokal
Pola
avunculokal adalah pasangan yang beru menikah menetap di desa paman dari pihak
ibu (kakak laki-laki ibunya)
7)
Natalokal
Pola
natalokal adalah pola di mana suami dan istri tidak tinggal di tempat yang
sama, tetapi tinggal di tempat eklahirannya masing-masing dan hanya bertemu
sesekali dalam jangka waktu relative singkat.
8)
Neolokal
Pola
neolokal adalah pola yang di dalamnya pasangan yang telah menikah bebas memilih
tempta tinggal menetap di luar tempat kelaurga pihak laki-laki maupun
perempuan.
f. Ketidak
Bahagiaan dalam Keluarga
Sosiologi Nicholas Stinnet (dalam Henslin, 2008)
berdasarkan hasil penelitiannya di seluruh Amerika Serikat dan sebagian Amerika
Selatan menemukan bahwa keluarga bahagia cenderung menghabiskan banyak waktu
bersama, mampu memuji dengan cepat, bertekad meningkatkan kesejahteraan satu
sama lain, menghabiskan banyak waktu berbincang-bincang dan saling mendengarkan,
religious, serta mampu menghadapi krisis ataupun masalah dengan cara yang
positif.
g. Bermunculannya
Gaya hidup Menyimpang
Dalam berbagai masyarakat, terutama di kota-kota besar
yang banyak terpapar pengruh budaya asing akibat derasnya arus globalisasi,
kini telah berkembang gaya hidup baru yang sesungguhnya menyimpang dari pola
kehidupan pernikahan dan hiudp berkeluarga yang semula berlaku, berikut adalah
dua bentuk gaya hidup tersebut.
1)
Hidup bersama di luarg nikah (cohabitation)
2)
Hidup membujang (single person household)
Mengapa semua itu terjadi ? jawabanya
tak terlepas dari menyataan. Di era modernisasi dan globalisasi, perlahan
kelaurga mulai kehilangan fungsinya. Hal ini dapat dilihat dari pembautan
barang-barang dan produksi serta konsumsi makanan yang dahulu dilakukan
semuanya di dalam kelaurga, sekarang pabrik-pabrik telah mengambil alih untuk
memroduksi barang-barang.
Tanggung jawab kelaurga dalam pendidikan
kini tidak lagi sebesar tanggung jawab kelaurga pada masalalu, hal ini
dikarenakan sebagia tanggung jawab sudah diambil alih sekolah, madrasah,
pesantren, pengajian, sekolah minggu, dan lainnya. Berkaitan fugsi rekreatif,
bila dulunya sebagaian besar aktivitas rekreasi dipusatkan pada sector
domestic, sekarang hal ini berkembang di luarg rumah, dengan adanya kawasan
rekreasi maupun fasilitas lain.
Ini berarti hanya fungsi reproduksi dan
efeksi saja yang tersisa. Di beberapa negaramaju, perempuan yang ingin memiliki
anak, tapi memilih tetap hidup melajang, mereka dapat leluasa mengadopsi anak.
C. Perubahan Pada Lembaga Pendidikan
Sesuai
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhla mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa serta Negara. Pada hakikatnya, pendidikan sebagai proses transfer
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya
kepada generasi muda, maka seluruh upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya
oleh kekuatan-kekuatan masyarakat.
Pendidikan
mutlak pula dipahami sebagai rangkaian usaha pembaharuan. Pendidikan tidak
megnenal akhir karena modernisasi dan globalisasi menyebabkan rentetan
perubahan social yang harus senantiasa dihadapi dan diantisipasi.
Masyarkaat
primitive dan kuno mulanya tidak memiliki lembaga pendidikan. Horton dan Hunt
(dalam Horton, 2010) membedakan lebmaga pendidikan menjadi sebagai berikut :
1. Lebmaga
pendidikan informal
Banyak proses pendidikan yang berlangsung secara
informal, baik dalam lingkungan keluarga maupun kelompok social, bahkan
diatranya ada yang tanpa disadari
2. Lembaga
pendidikan formal
Lembaga pendidikan formal biasanya memiliki kualifikasi
tertentu, dan target kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusannya.
3. Lembaga
pendidikan nonformal
Dapat berupa pelatihan atupun kursus, yang diaadakan
untuk memberikan keterampilan praktis, biasanya disesuaikan dengan kebutuhan
dunia kerja.
Selain Horton dan Hunt, pendapat
mengenai pembedaan pendidikan juga dinyatakano leh Randall Collins,
adapunRandall Collins (Dalam Nasution, 210) menyatakan bahwa pendidikan
dibedakan atas tipe berikut ini :
a. Pendidikan
keterampilan dan prakti, yakni pendidikan yang dilaksanakan untuk memberikan
bekal keterampilan maupun kemampuan teknis tertentu agar dapat diaplikasikan
kepada bentuk mata pencaharian masyarakat. Conothnya adalah pendidikan kejuruan
atau kursus-kursus keterampilan kerja.
b. Pendidikan
kelompok status, yakni pengajaran yang diupayakan untuk mempertahankan
prestise, symbol, dan hak-hak istimewa (privilese) kelompok elite dalam
masyarakat yang memiliki pelapisan mosial.
c. Pendidikan
birokratis yang diciptakan oleh pmerintah untuk melayani kepentingan kulifikasi
pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintahan dan berguna pula sebagai sarana
sosialisasi politik dari pemerintah kepada masyarakat awam.
Selain penggolongan tipe, lembaga pendidikan memiliki
fungsi untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang
diperlukan seseorang agar ia dapat menapaki perjalanan kedewasaanya secara utuh
dan memungkinkan tersalurnya bakat-bakat potensial yang dimiliki. Menurut
(Karsidi, 2009; Nasution, 210; Setiadi, 2011) fungsi lembaga pendidikan dapat
lebih diperinci lagi menjadi sebagai berikut :
a. Lembaga
pendidikan mempersiapkan seseroang untuk mendapatkan suatu pekerjaan.
b. Lembaga
pendidikan berfungsi sebagai alat transmisi kebudayaan, yang terdiri atas hal
berikut :
1.
Transmisi pengetahuan dan keterampilan
2.
Transmisi sikap, nilai dan norma
c. Lembaga
pendidikan mengajarkan peranan social.
d. Lembaga
pendidikan menyediakan tenaga pembangun
e. Lembaga
pendidikan membuka kesempatan memperbaiki nasib
f. Lembaga
pendidikan mencitakan integrasi social. Untuk menjamin integrasi social
tersebut, maka langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut :
1.
Lembaga pendidikan mengajarkan bahasa
nasional, sehingga memungkinkan berlangsungnya komunikasi antara suku-suku dan
golongan yang berbeda-beda dalam masyarakat
2.
Lembaga pendidikan mengajarkan
pengalaman-pengalaman yang sama kepada anak melalui keseragaman kurikulum
maupun buku-buku teks pelajaran.
3.
Lembaga pendidikan mengajarkan kepada anak
corak kepribadian nasional (national identity) melalui pengajaran hari besar
nasinal, upacara bendera, peringatan hari besar nasional, lagu-lagu nasional,
dan sebagainya.
g. Lembaga
pendidikan melakukan pengendalian social (social control) terhadap peserta
didik dengan memastikan kepatuhan terhadap nilai maupun norma yang berlaku,
melalui hal-hal berikut :
1.
Pengajran nilai, norma, falsafah negra,
sifat-sifat warga Negara yang baik, kewajiban warga negera, dan sebagainya
2.
Pelaksanaan berbagai kegiatan yang memungkinkan
peserta didik mengembagnkan keterampilan social dan kemampuan penyesuaian diri
terhadap lingkungan sekitarnya
3.
Pengenalan tokoh-tokoh yang dapat dijadikan
sebagai teladan atau panutan oleh peserta didik
4.
Penggunaan tindakan positif dan negative
untuk mendorong peserta didik mengikuti tata perilaku yang layak dalam
bimbingan social.
Pada era globalisasi, lembaga pendidikan
pun mengalami sejumlah perubahan dalam berbagai aspek. Adapun perubhan
aspek-aspek di dalam lembaga pendidikan adalah sebagai berikut :
a)
Terabaikannya pengembangan karakter dalam
pendidikan
Perkembangan
industry yang sedemikian pesat di era globalisasi menyebabakan dunia pendidikan
berupaya mengeantisipasinya dengan memberi sebanyak mungkin pengetahuan dan
keterampilan kepada peserta didik.
Thomas
Lickona (dalam Sibarani, 2012) menyebut pentingnya menanamkan sejumlah
karakteri yang dapat mengintegrasikan keluarga, lembaga pendidikan, dan
masyarakat atau komunitas. Karakter-karakter tersebut adalah tanggung jawab,
rasa hormat, keadilan, keteguhan hati, kejujuran, kewarganegaraan, disiplin
diri, peduli dan ketekunan. Adapun karakter-karakter tersebut adalah sebagai
berikut :
1.
Religious
2.
Jujur
3.
Toleransi
4.
Disiplin
5.
Kerja keras
6.
Kreatif
7.
Mandiri
8.
Demokratis
9.
Rasa ingin tahu
10.
Semangat kebagnsaan
11.
Cinta tanah air
12.
Menghargai prestasi
13.
Bersahabat/komunikatif
14.
Cinta damai
15.
Gemar membaca
16.
Peduli lingkungan
17.
Peduli social
18.
Tanggung jawab
b)
Berkembangnya pendidikan berbasis keluarga
(Home Schooling)
Pada
pendidikan berbasis keluarga (home schooling), peserta didik tidak mengikuti
kegiatan pembelajaran di sekolah sebagaimana layaknya pendidikan konvesional,
tetapi belajar secaramandiri di rumah dengan didampingi oleh orang tua atau
pengajar dari lembaga penyedia layanan home schooling.
Berkembangnya
pendidikan berbasis kelaurga (home scooling) juga tak terlepas dari
karakteristik keluarga modern yang semakin mementingkan pilihan bebas dan
enggan terikat oleh lembaga-lembaga kaku dengan berbagai tata tertibnya,
termasuk sekolah. Adapun legalitas pendidikan berbasis keluarga (home
schooling) di Indonesia diatur dalam pasal-pasal berikut ini :
1.
Pasal 31 ayat (1) UUD 1945
2.
Pasal 60 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia
3.
Pasal 27 ayat (1) UUD No. 20 Tahun 2003
tentang system pendidikan nasional
Memperhatikan ketentuan pada pasal 27
ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional yang
menyatakan bahwa hasil pendidikan oleh keluarga dan lingkungan, termasuk home
schooling, diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta
didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan, maka peserta didik
berbasis keluargapun berhak memperoleh ijazah kesetaraan setlah mengikuti
ujian.
c)
Berkembangnya pendidikan jarak jauh
Menyiasati
terbatasnya waktu akibat padatnya aktivitas di era globalisasi yang menuntut
peningkatan kinerja dan produktivitas, pendidikan jarak jauh yang menuntut
peningkatan kinerja dan produktivitas, pendidikan jarak jauh sering dijadikan
pilihan oleh individu-individu modern yang senantiasa berusaha untuk
meningkatkan wawasan dan pengetahuannya. Di Indonesia, pendidikan tinggi jarak
jauh dilaksanakan oleh Universitas Terbuka (UT). Adapun sitem pembeljaran di UT
adalah sebagai berikut :
1.
Belajar mandiri
Cara
belajar mandiri menghendaki mahasiswa untuk belajar atas prakarsa atau
inisiatif sendiri.
2.
Tutorial
Tutorial
adalah layanan bantuan belajar bagi mahasiswa UT. Dalam tutorial, kegiatan
membahas dan mendiskusikan hal-hal yang dianggap sulit dan sangat penting
dikuasai mahassiwa. Untuk lebih jelasnya, materi yang dibahas sebagai berikut :
a. Kompetensi esensial atau konsep-konsep
penting dalam suatu mata kuliah
b. Masalah yang ditemukan mahasiswa dalam
mempelajari modul
c. Persoalan yang terkait dengan unjuk kerja
(praktik/praktikum) mahasiswa di dalam atau di luar kelas tutorial
d. Masalah yang berkaitan dengan penerapan
ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
D. Perubahan Pada Lebmaga Agama
Agama
dan keberagamaan memiliki sejarah panjang yang membentang sepanjang peradaban
masyarakat dan manusia. Secara sosiologis, masyarakat dan manusia dalam
menganut agama mempunyai ciri-ciri mempercayai sesuatu secara mutlak,
menyakralkan sesuatu, dan percaya pada yang gaib. Emile Durkheim (dalam
Sunarto, 2008) menyebut bahwa agama ialah suatu system terpadu yang terdiri
atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci, serta
keprcayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam
sautu komunitas moral yang dinamakan umat.
Menurut
Durkheim, semua agama mengenal pembagian semua benda yang ada di bumi ini, baik
yang berwujdu nyata maupun berwujud ideal, ke dalam dua kelompok yang saling
bertentangan, yaitu hal bersifat duniawi (profane) dan suci (sacred). Adapun
Soerjono Soekanto (2013) mendefinisikan agama sebagai kepercayaan pada hal-hal
spiritual. Bagi Fowler beragama adalah bagian dari proses mencari makna. Enam
tahap perkembangan iman dari awal hingga akhir hidup seseorang. Ke enam tahap
ini dilalui dengan linear, artinya tahap berikut baru dapat dicapai setelah
meyelesaikan tahap sebelumnya. Adapun tahap-tahap tersebut adalah :
a. Inutive-projective
faith (Usia 18-24 bulan sampai 7 tahun)
b. Mythic-Literal
Faith (Usia 7 sampai 12 tahun)
c. Synthetic-Conventional
Faith (Usia Remaja dan selanjutnya)
d. Individuative-Reflective
Faith (awal hingga pertengahan umur 20an)
e. Conjunctive
Faith (usia paruh baya)
f. Universalizing
faith (lanjut usia)
Menurut Handropuspito dan Ishomuddin
(2008) secara umum, agama memiliki berbagai fungsi bagi manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Adapun fungsi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Fungsi
edukatif
Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang
mencakup tugas mengajar dan memberikan bimbingan.
b. Fungsi
penyelamatan
Dapat dipastikan bahwa setiap manusia menginginkan
keselamatannya, baik dalam hidup sekarang maupun sesudah mati.
c. Fungsi
pengawasan social
Agama ikut bertanggung jwab atas adanya norma-norma dan
aturan moral yang baik dan berlaku dalam masyarakat.
d. Fungsi
memupuk persaudaraan
Agama mempersatukan sekian banyak bangsa yang berbeda ras
dan kebudayaan dalam sautu keluarga besar di mana mereka menemukan ketentraman
dan kedamaiannya.
e. Fungsi
transformative
Agama berfungsi mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama
menjadi bentuk kehidupan baru sesuai ajaran kebijakan dalam kitab suci.
Lembaga agamapun megnalami sejumlah
perubahan dalam berbagai aspek, di era globalisasi ini. Adapun bentuk-bentuk
perubahan lembaga keagamaan adalah sebagai berikut :
a.
Berlangsung sekularisasi
Beberapa
ilmuwan social (dalam Henslin, 2008 dan Setiadi, 2011) mengemukakan beberapa
hal mengenai sekularisasi adalah sebagai ebrikut:
1.
Bergesernya cita-cita
2.
Sebagian manusia tdiak lagi merasa terikat
pada nilai-nilai agama
3.
Berproses memisahkan agama dari Negara
4.
Secar konkret berlangsung sekularisasi tampak
ketika semakin banyak orang yang mengabaikan nilai-nilai agama dalam
kesehariannya
b.
Berkemangya aliran sesat dan menyesatkan
Untuk menarik sebanyak mungkin
pengikut, setiap anggota aliran tanpa melihat struktur dan kedudukannya, harus
bias memperkenalkan alirannya kepada lingkungan sekitar, kerabat, maupun
sahabat.
Tak
jarang, struktur adat juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengintegrasikan
diri dengan lingkungan sektiar, sekaligus mendukung upaya perekrutan calon
anggota baru. Adapun yang terpenting adalah mengembangkan kewaspadaan dan terus
menimba pengetahuan agama dari lembaga yang dapat dipercaya, agar tidak mudah
terpengaruh oleh sembarang aliran yang dating menawarkan sejuta janji manis
yang takkan pernah menjadi kenyataan.
E. Perubahan Pada Lembaga Ekonomi
Lembaga
ekonomi lahir ketika orang-orang mulai mengadakan pertukaran barang secara
rutin, membagi-bagi tugas, dan mengakui adanya tuntutan dari seseorang terhadap
orang lain. Saat manusia masih hidup secara tradisional dengan cara
mengumpulkan biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, kebutuhan akan adanya lembaga
ekonomi masih belum mendesak. Tapi keluarga umumnya bias memenuhi kebuthannya
secara mandiri dari hasil usaha sendiri, sehingga kemungkinan persinggungan
dengan kepentingan orang lain nyaris tidak ada (Horton, 2010)
Seiring
makin kompleksnya kebutuhan, manusia mulai kesulitan memenuhi kebutuhannya
sendiri, sehingga memerlukan banyak hal dari orang lain. Disadari atau tidak,
desakan kebutuhan barang di luar apa yang dimilikinya, menyebabkan warga
masyarakat berangsur merasa perlu untuk mengatur proses pertukaran menurut
kaidah-kaidah tertentu yang disepakati bersama. Pada saat iut, proses
pertukaran kemudian dibakukan, daiatur, dan dianggap perlu untuk segera
dilembagakan (Narwoko, 2013). Dalam kenyataanya, peradaban manusia tidak dapat
dipisahkan dari kemunculan beberapa tipe lembaga ekonomi. Narwoko (2013)
menyatkaan secara terperinci, sejarah perkembangan manusia dan tipe lembaga
ekonomi yang terlaku dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Masyarakat
Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Awal kehidupan mausia diwarnai dengan
kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering). Kehdiupan
masyarakat tersebut berada dalam kekuasaan alam karena teknologi dan
pengetahuan tentang bagaimana mengendalikan lingkungan masih relative rendah.
Pada masyarakat taraf ini, keluarga dan
komunitas merupakan suatu kesatuan penting, baik dalam produksi maupun
konsumsi. Pembagian kerja umumnya diatur berdasarkan jenis kelamin. Kaum
lelaki, dengan kekuatan ditugaskan memasak dan mengasuh anak. Kalaupun kaum
perempuan ikut terlibat dalam kegiatan mengumpulkan makanan, biasanya terbatas
pada usaha mencari tumbuhan dan buah-buahan.
Ditingkat kelompok, kegiatan ekonomi
yang telha melambaga adalah dalam pembagian makanan, kehidupan ekonomi bersifat
familistik atau kekeluargaan, dimana kaum lelaki berburu bersama, kemudian
hasilnya dibagi rata untuk seluruh anggota kelompok.
Proses petrukaran barang atau barter
bersifat ‘pertukaran bisu’. Kelompok yang menawarkan barang meletaknnya pada
suatu tempat tertentu dan menunggu sampai ada kelompok lain yang ebrminat.
Kelompok lain yang membutuhkannya, jika merasa barang miliknya sepadan untuk
ditukarkan, lantas akan mengambil barang milik kelompok pertama dan
meninggalkan barang miliknya sebagai penukar. Barulah kemudian, barang tersebut
diambil oleh kelompok pertama.
b. Masyarakat
Hortikultura
Menurut Sanderson (dalam Narwoko, 2013)
penerapan pertanian terjadi kali pertama di daerah Timur Tengah dan kemudian
menyebar ke Eropa. Tanaman terpenting yang banyak didomestifikasi adalah
gandum, sementara hewan yang dipelihara biasaya biri-biri, kambing, dan babi.
Masyarakat pertanian awal ini disebut masyarakat hortikultura sederhana.
Perkembangan selanjutnya, masyarakat
hortikultura sederhana berkembang menjadi masyarakat hortikultura intensif,
yang tak sekedar memperaktikkan system lading berpindah, tetapi juga telah
menggarap lahan pertanian dengan menggunakan semcam humus dan pupuk kandang.
Kebanyakan mereka juga telah megnenal cangkul dan alat-alat lain untuk membantu
mengolah lahan pertanian.
Masyarkat hortikulutra intensif sangat
peroduktif dalam mengolah dan memanfaatkan lahan pertanian. Merkea telah
menghasilkan surplus ekonomi nyata dan membagi kelebihan atau surplus hasil
panen kepada anggota kelompok lain yang tidak terlibat produksi pertanian.
Peran pasar cukup menonjol sebagai temapt tukar-menukar surplus produksi warga
masyarakat.
c. Masyarakat
Perkapitalis
Didalam masyarkat perkapitalis, mulai
dikenal apa yang disebut hak milik pribadi, terutama ha katas tanah. Struktru
ekonomi masyarkaat terpilah ke dalam dua kelas dominan, yakni kelompok kecil
pemilik tanah atau tuan tanah dan kelompok besar sisanya sebagai petani atau
buruh tani. Kedudukan antara emrkea snagat tidak seimbang.
Petani harus bekerja pada tuan tanah di tanah pribadinya,
sementara di lain pihak petani juga diwajibkan membayar upeti. Misalnya, petnai
wajib memberikan hasil-hasil pertanian tertentu dan membayar bea untuk penggunaan
alat pemaras anggur, tungku pemanas, atau penggilingan.
Lembaga ekonomi yang berkembang pada
masyarakat prakpitalis ini adalah feodalisme, seorang raja bersama sejumlah
prajurit menjaga keamanan, melindungi penduduk beserta harta bendanya, dan
menjamin hak penduduk untuk mengolah tanah. Sebalinya, penduduk memberikan
pelayanan dan kesetiaan mutlak kepada raja.
Fedalisme berakhir ketika kemajuan
perdagangan, pertumbuhan kota-kota, dan perkembangan Negara kesatuan terpusat
mulai merasakannya sebagai penghambat. Feodalisme pun lantas ditinggalkan dan
masyarakat mulai memasuki era idnustriliasasi di mana lembaga ekonominya
bersifat sangat kontraktual.
d. Masyrakat
Kapitalis
Adapun yang dimasud dengan masyarakat
kapitalis adalah masyarakat yang hidup dengan system ekonomi yang didasarkan
pada pemilikan pribadi atas sarana produksi dan distribusi untuk kepentingan
pencarian laba pribadi kea rah pemupukan modal melalui prinsip-pirnsip
persaingan bebas.
Dalam masyrakat kapitalis, warga
masyrakat diintergrasikan oleh lembaga ekonomi yang mengatur kerja sama secara
sukarela atas dasar kontrak. Tempat pekerjaan berpindah dari rumah-rumah ke
pabrik-pabrik. Hubungan personal di antara para pengusaha kecil dengan
pekerja-pekerjanya yang dlunya terjalin erat, kini mulai memudar dan digantikan
oleh hubungan tidak langsung yang dangkal, bahkan serngkali eksploitatif.
Kegiatan ekonomi yang paling utama pada
masyarakat kapitalis terjadi di pabrik dan pasar. Barang-barang diproduksi
dalam jumlah besar dan diperjualbelikan dipasar bebas. Motivasi para produsen
untuk memproduksi barang bukan lagi karena pertimbangan mafnaatnya, melainkan
lebih pada kepentingan perolehan keuntungan sebesar-besarnya.
e. Masyarakat
Ekonomi Sosialis
Ketidakpuasan dengan berbagai
penderitaan, ketimpangan ekonomi, dan ketidakadilan sebagai akibat
berkembangnya industrialisasi dan kapitalisme telah melahirkan gerakan sosialis
yang bertujuan merombagk masyarakat kea rah persamaan hak dan pembatasan
terhadap hak milik pribadi. Di dalam masyarakat sosialis, segenap koordinasi
ekonomi (termasuk tingkat harga, gaji buruh, jenis barang yang diproduksi, dan
distribusinya) ditentukan oleh suatu lembaga tertentu sebagai pusta
perencanaan. Umumnya, lembaga tersebut dibentuk dan dijalankan oleh Negara.
Pemilikan pribadi nyaris ditiadakan, kecuali atas barang-barang konsumsi.
Damsar (2009) dan NArwoko (2013) meyatakan bahwa pada masyarkat modern di era
globalisasi, secara umum, lembaga ekonomi berperan dan berfungsi sebagai
berikut :
1)
Produksi barang dan jasa dalam masyarakat
2)
Penyaluran barang dan jasa dalam masyrakat
3)
Pemanfaatan nilai kegunaan barang dan jasa
dalam masyarakat
4)
Melaksanakan aktivitas pembiayaan
5)
Memungkinkan peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan anggota masyarakat
6)
Mengatur berbagai aktivitas ekonomi dan
persaingan dalam masyarakat
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
soekanto, 2013, menguraikan beberapa karakteristik umum lembaga social yaitu Suatu lembaga sosial
merupakan organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud
melalui aktivitas-aktivitas sosial dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial terdiri
dari adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan
lainnya yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam satu unit yang
fungsional.
Keluarga
merupakan lembaga social dasar di mana semua lembaga social lainnya berkembang.
Pada berbagai masyarakat di seluruh penjuru dunia, kelaurga merupakan lembaga
kemasyarakatan yang universal dan menjadi focus terpenting dari berbagai
kegiatan dalam kehidupan individu. Keluarga mengadakan kontak secara langsung
dan menjalin hubungan pribadi yang intim. Adapun fungsi lembaga keluarga
menurtu Nasution (2010) adalah sebagai berikut : Fungsi Reproduksi, Fungsi
Afeksi dan Berbagai Cinta Kasih, Fungsi Sosial, Fungsi Keagamaa, Fungsi
Penentuan Status, Fungsi perlindungan bagi Anggota Kelaurga, Fungsi Pengawasan
Sosial, Fungsi Pembinaan Lingkungan, Fungsi Ekonomi dan Fungsi Sosial Budaya
Sesuai
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhla mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa serta Negara.
Agama
dan keberagamaan memiliki sejarah panjang yang membentang sepanjang peradaban
masyarakat dan manusia.
Lembaga
ekonomi lahir ketika orang-orang mulai mengadakan pertukaran barang secara
rutin, membagi-bagi tugas, dan mengakui adanya tuntutan dari seseorang terhadap
orang lain.
Narwoko
(2013) menyatkaan secara terperinci, sejarah perkembangan manusia dan tipe
lembaga ekonomi yang terlaku dapat diuraikan sebagai berikut: Masyarakat
Berburu dan Mengumpulkan Makanan, Masyarakat Hortikultura, Masyarakat
Perkapitalis, Masyrakat Kapitalis dan Masyarakat Ekonomi Sosialis
B. Saran
Bagi pembaca penyusun sampaikan saran
penyusun yaitu jangan terfokus kepada makalah yang penyusun ketik ini, karena
mungkin masih banyak kekurangan dari kesempuranaan makalah ini, seprti salah
pengetikan istilah, nama, kalimat dan lain sebagainya, maka dari itu sudi
kiranya pembaca memberikan kritik serta saran yang berisfat membangun, guna
menjadikan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi dan lebih bermanfaat lagi
bagi kita smeua.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku paket Sosiologi SMA/MA Kelas XII.
Bab III Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal
No comments:
Post a Comment