Saturday, 27 January 2018

MAKALAH GLOBALISASI DAN PERBUAHAN PADA LEBMAGA SOSIAL DALAM KOMUNITAS



MAKALAH
GLOBALISASI DAN PERBUAHAN PADA LEBMAGA SOSIAL DALAM KOMUNITAS
Disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sosiologi


Disusun oleh :
Kelompok 4
1.    Lutfatul Laily Nisa
2.    Ulfiyasari
3.    Nur Indah
4.    Yosi Utami
5.    Dita Fardianti
6.    Pia Nuroktavia
7.    Nani Nurbaeti


SMA NEGERI 4 PANDEGLANG
Jl. Raya Labuan Km 29 Menes Pandeglang
Tahun Ajaran 2016/2017

KATA PENGANTAR

            Puji dan Syukur mari kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat taufik dan hidayah-Nya sehingga Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, itu dikarenakan kemampuan yang terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun berharap dengan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penyusun dan bagi para pembaca pada umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan prestasi dimasa yang akan datang.




Menes,   Okober 2016


Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ...............................................................................  1
B.     Tujuan............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.   Lembaga Sosial Menurut J. L. Gillin dan J. P. Gilin................. 2
B.   Perubahan Pada Lembaga Keluarga......................................... 3
C.   Perubahan Pada Lembaga Pendidikan..................................... 8
D.   Perubahan Pada Lebmaga Agama............................................. 14
E.   Perubahan Pada Lembaga Ekonomi.......................................... 16
BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan...................................................................................... 20
B.   Saran................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Apakah yang dimaksud dengan lembaga social ? sebelum menjawab pertanyaan ini, mungkin ada baiknya terlebih dahulu mengulas berberapa istilah yang berpadanan dengan lembaga social. Istilah ‘lembaga sosial’ merupakan contoh satu dari sekian banyak terjemahan dari konsep yang sama, yakni social institutioan. Ada ahli lain yang menyebut sebagai ‘pranata sosial’ atau ‘lembaga kemasyarakatan’. Ada juga yang mengusulkan istilah ‘bangunan sosial’, merujuk pada istilah soziale-gebilde yang lazim digunakan di jerman. Akan dieprsoalkan, sebab maknanya hamper bersamaan.
Koentjaraningrat (2009) memaknai lebaga social sebagai suatu system yang dikembangkan menajdi wahana, sehingga pola resmia tau sautu system tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas untuk memenuhi kebutuhan kompeks khusus dalam kehudipan manusia.
Berangkat dari latar belakang tersebut diatas maka penyusun mengambil suatu judul yaitu “Globalisasi dan Perubahan Pada Lembaga Sosial dalam Komunitas’, yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

B.   Tujuan
Adapun tujuan disusunya makalah ini adalah untuk membahas tentang globasilasi dan perubahan pada lembaga social dalam komunitas.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Lembaga Sosial Menurut J. L. Gillin dan J. P. Gilin
Dalam soekanto, 2013, menguraikan beberapa karakteristik umum lembaga social sebagai berikut :
1.      Suatu lembaga sosial merupakan organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas sosial dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial terdiri dari adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
  1. Suatu tingkat kekekalan tertentu adalah ciri dari semua lembaga sosial. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga sosial setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga sosial biasanya juga berumur lama, sebab pada biasanya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara.
  2. Lembaga sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan itu tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dilihat dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Perbedaan antara tujuan dan fungsi sangat penting oleh sebab tujuan suatu lembaga merupakan tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya, fungsi sosial lembaga itu, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat, mungkin tidak diketahui atau disadari golongan masyarakat itu. Mungkin fungsi itu baru disadari setelah diwujudkan dan lalu ternyata berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan ternyata memiliki tujuan untuk mendapatkan tenaga buruh semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan ternyata sangat mahal.
  3. Lembaga sosial mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan seperti bangunan, peralatan, mesin dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat itu biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Misalnya, gergaji Jepang dibuat sedemikian rupa sehingga alat itu akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya gergaji Indonesia baru memotong apabila didorong.
  4. Lambang-lambang biasanya juga adalah ciri khas dari lembaga sosial. Lambang-lambang itu secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, kesatuan-kesatuan angkatan bersenjata masing-masing mempunyai panji-panji. Perguruan-perguruan tinggi masing-masing mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain. Kadang-kadang lambang-lambang itu berbentuk tulisan-tulisan atau slogan-slogan.
  5. Suatu lembaga sosial mempunyai tradisi tertulis ataupun tidak tertulis yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi itu adalah dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, di mana lembaga sosial itu menjadi bagiannya.

B.   Perubahan Pada Lembaga Keluarga
Keluarga merupakan lembaga social dasar di mana semua lembaga social lainnya berkembang. Pada berbagai masyarakat di seluruh penjuru dunia, kelaurga merupakan lembaga kemasyarakatan yang universal dan menjadi focus terpenting dari berbagai kegiatan dalam kehidupan individu. Keluarga mengadakan kontak secara langsung dan menjalin hubungan pribadi yang intim.
Menurut Horton dan Hunt (dalam Horton, 2010) sautu kelaurga adalah sebagai berikut :
a.    Suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama.
b.    Suatu kelompok kekerabatan yang dipersatukan oleh ikatan darah ataupun perkawinan
c.    Pasangan perkawinan, dengan atau tanpa anak.
d.    Pasangan hidup bersama tanpa nikah yang mempunyai anak.
e.    Satu orang (duda atupun janda) dengan beerapa anak.
Selain konsep di atas, suatu kelaurga dapat disebut ideal jika dapat melaksanakan fungsi-fungsinya dengan baik. Adapun fungsi lembaga keluarga menurtu Nasution (2010) adalah sebagai berikut :
a.    Fungsi Reproduksi
Fungsi ini berkaitan dengan upaya memperoleh dan meneruskan keturunan.
b.    Fungsi Afeksi dan Berbagai Cinta Kasih
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih saying atau rasa dicintai.
c.    Fungsi Sosial
Semua masyarakat tergantung pada keluarga untuk menyosialisasikan anggota-anggotanya sebaik mungkin agar mampu berperan secara utuh sesuai dengan status ataupun peran yang dimilikinya.
d.    Fungsi Keagamaan
Keluarga didorong untuk mengondisikan agar seluruh anggotanya menjadi insan-insan agamis yang penuh iman dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
e.    Fungsi Penentuan Status
Ketika memasuki sebuah kelarga, seseorang menerima sejumlah status, berdasarkan usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, dan sebagainya.
f.     Fungsi perlindungan bagi Anggota Kelaurga
Keluagra memberikan perlindungan kepada anggotanya, baik perlindungan fisik (menjamin bahwa anggota keluarga terpelihara dan terhindar dari ancaman gangguan fisik, seperti tindak kekerasan, kecelakaan dan sebagainya), ekonomis, maupun psikologis.
g.    Fungsi Pengawasan Sosial
Fungsi ini menegaskan perlunya sesame anggota masyarakat saling mengawasi dan mengevaluasi perilaku satu sama lain demi mencegah perilaku menyimpang yang dapat mencemarkan nama baik keluarga.
h.    Fungsi Pembinaan Lingkungan
Memberi kesempatan keapda seluruh anggota keluaga agar hidup serasi, selaras, dan seimbang dalam menghadapi perubhan lingkungan, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat
i.      Fungsi Ekonomi
Keluagra menjalankan berbagai fungsi ekonomi, seperti produksi, distribusi dan konsumsi.
j.      Fungsi Sosial Budaya
Keluagra memperkenalkan anggota-anggotanya dengan identitas budaya sbagai anggota dari kelompok etnis tertentu.
      Lembaga keluargapun mengalami sejumlah perbahan di era globalisasi ini. Perubahan yang diakibatkan oleh globalisasi terhadap lembaga keluargapun terjadi dalam berbagai aspek. Adapun aspek perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
a.    Perubahan apda Lembaga Kencan (Dating)
Kencan merupakan perjanjian sosila yang secara sengaja dilakukan oleh dua orang individu berbeda jenis kelamin untuk melakukan penjajakan dan saling mengenal kepribadian masing-masing seblum melanjutkan hudubungan pada taraf lebih serius (Khairuddin, 2009).
b.    Perubahan Pada Lembaga Peminangan (Coursthip)
Apabila pada proses dating telah dirasa ada kemantapan, maka hubungan dapat dilanjutkan dengan peminangan.
c.    Perubahan Ukuran Keluarga
Dahulu, masyarkaat lebih memilih bentuk keluarga luas (extended family) demi memnuhi kebutuhan akan hubngan kekerabatan.
d.    Melemahnya Hubungan Keluarga
Pada era globalisasi, hubungan dengan kerabat dekat maupun jauh cenderung melemah karena tersitanya sebagaian besar waktu untuk bekerja. Adapun tiga jenis hubungan keluarga tersebut adalah sebagai beirkut :
1)    Kerbata Dekat (Convetional Kin)
2)    Kerbata Jauh (Discretionary Kin)
3)    Orang Yang Dianggap Kerabat (Fictive Kin)
e.    Perubahan pada Pola Menetap
Sejumlah antropolog mengemukakan adanya beberapa pola menetap dalam masyarkaat tradisional bagi pasangan yang telah melangsungkan pernikahan. Saebani (2012) menyatakan beberapa pola menetap dalam masyarakat sebagai berikut :
1)    Patrlokal
Pola partilokal adalah pasangan yang beru menikah menetap bersama kelaurga pihak laki-laki
2)    Patri matrilokal
Pola patri matrilokal adalah pasangan yang beru menikah mula-mula menetap di tempat kelaurga pihak laki-laki, baru kemudian pindah ke keluarga pihak perempuan.
3)    Matrilokal
Pola matrilokal adalah pasangan yang beru menikah menetap bersama keluarga pihak perempuan
4)    Matri patrilokal
Pola matri patrilokal adalah pasangan yang beru menikah mula-mula menetap di tempat keluarga pihak perempuan baru kemudian ke keluarga pihak laki-laki.
5)    Bilokal
Pola biolokal adalah pola yang di dalamnya pasangan yang beru menikah dapat memilih untuk menetap bersama keluarga pihak laki-laki atau perempuan
6)    Avunculokal
Pola avunculokal adalah pasangan yang beru menikah menetap di desa paman dari pihak ibu (kakak laki-laki ibunya)
7)    Natalokal
Pola natalokal adalah pola di mana suami dan istri tidak tinggal di tempat yang sama, tetapi tinggal di tempat eklahirannya masing-masing dan hanya bertemu sesekali dalam jangka waktu relative singkat.
8)    Neolokal
Pola neolokal adalah pola yang di dalamnya pasangan yang telah menikah bebas memilih tempta tinggal menetap di luar tempat kelaurga pihak laki-laki maupun perempuan.
f.     Ketidak Bahagiaan dalam Keluarga
Sosiologi Nicholas Stinnet (dalam Henslin, 2008) berdasarkan hasil penelitiannya di seluruh Amerika Serikat dan sebagian Amerika Selatan menemukan bahwa keluarga bahagia cenderung menghabiskan banyak waktu bersama, mampu memuji dengan cepat, bertekad meningkatkan kesejahteraan satu sama lain, menghabiskan banyak waktu berbincang-bincang dan saling mendengarkan, religious, serta mampu menghadapi krisis ataupun masalah dengan cara yang positif.
g.    Bermunculannya Gaya hidup Menyimpang
Dalam berbagai masyarakat, terutama di kota-kota besar yang banyak terpapar pengruh budaya asing akibat derasnya arus globalisasi, kini telah berkembang gaya hidup baru yang sesungguhnya menyimpang dari pola kehidupan pernikahan dan hiudp berkeluarga yang semula berlaku, berikut adalah dua bentuk gaya hidup tersebut.
1)    Hidup bersama di luarg nikah (cohabitation)
2)    Hidup membujang (single person household)
Mengapa semua itu terjadi ? jawabanya tak terlepas dari menyataan. Di era modernisasi dan globalisasi, perlahan kelaurga mulai kehilangan fungsinya. Hal ini dapat dilihat dari pembautan barang-barang dan produksi serta konsumsi makanan yang dahulu dilakukan semuanya di dalam kelaurga, sekarang pabrik-pabrik telah mengambil alih untuk memroduksi barang-barang.
Tanggung jawab kelaurga dalam pendidikan kini tidak lagi sebesar tanggung jawab kelaurga pada masalalu, hal ini dikarenakan sebagia tanggung jawab sudah diambil alih sekolah, madrasah, pesantren, pengajian, sekolah minggu, dan lainnya. Berkaitan fugsi rekreatif, bila dulunya sebagaian besar aktivitas rekreasi dipusatkan pada sector domestic, sekarang hal ini berkembang di luarg rumah, dengan adanya kawasan rekreasi maupun fasilitas lain.
Ini berarti hanya fungsi reproduksi dan efeksi saja yang tersisa. Di beberapa negaramaju, perempuan yang ingin memiliki anak, tapi memilih tetap hidup melajang, mereka dapat leluasa mengadopsi anak.


C.   Perubahan Pada Lembaga Pendidikan
Sesuai UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhla mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa serta Negara. Pada hakikatnya, pendidikan sebagai proses transfer pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda, maka seluruh upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat.
Pendidikan mutlak pula dipahami sebagai rangkaian usaha pembaharuan. Pendidikan tidak megnenal akhir karena modernisasi dan globalisasi menyebabkan rentetan perubahan social yang harus senantiasa dihadapi dan diantisipasi.
Masyarkaat primitive dan kuno mulanya tidak memiliki lembaga pendidikan. Horton dan Hunt (dalam Horton, 2010) membedakan lebmaga pendidikan menjadi sebagai berikut :
1.    Lebmaga pendidikan informal
Banyak proses pendidikan yang berlangsung secara informal, baik dalam lingkungan keluarga maupun kelompok social, bahkan diatranya ada yang tanpa disadari
2.    Lembaga pendidikan formal
Lembaga pendidikan formal biasanya memiliki kualifikasi tertentu, dan target kompetensi yang harus dikuasai oleh lulusannya.
3.    Lembaga pendidikan nonformal
Dapat berupa pelatihan atupun kursus, yang diaadakan untuk memberikan keterampilan praktis, biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja.

Selain Horton dan Hunt, pendapat mengenai pembedaan pendidikan juga dinyatakano leh Randall Collins, adapunRandall Collins (Dalam Nasution, 210) menyatakan bahwa pendidikan dibedakan atas tipe berikut ini :
a.    Pendidikan keterampilan dan prakti, yakni pendidikan yang dilaksanakan untuk memberikan bekal keterampilan maupun kemampuan teknis tertentu agar dapat diaplikasikan kepada bentuk mata pencaharian masyarakat. Conothnya adalah pendidikan kejuruan atau kursus-kursus keterampilan kerja.
b.    Pendidikan kelompok status, yakni pengajaran yang diupayakan untuk mempertahankan prestise, symbol, dan hak-hak istimewa (privilese) kelompok elite dalam masyarakat yang memiliki pelapisan mosial.
c.    Pendidikan birokratis yang diciptakan oleh pmerintah untuk melayani kepentingan kulifikasi pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintahan dan berguna pula sebagai sarana sosialisasi politik dari pemerintah kepada masyarakat awam.
Selain penggolongan tipe, lembaga pendidikan memiliki fungsi untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang diperlukan seseorang agar ia dapat menapaki perjalanan kedewasaanya secara utuh dan memungkinkan tersalurnya bakat-bakat potensial yang dimiliki. Menurut (Karsidi, 2009; Nasution, 210; Setiadi, 2011) fungsi lembaga pendidikan dapat lebih diperinci lagi menjadi sebagai berikut :
a.    Lembaga pendidikan mempersiapkan seseroang untuk mendapatkan suatu pekerjaan.
b.    Lembaga pendidikan berfungsi sebagai alat transmisi kebudayaan, yang terdiri atas hal berikut :
1.    Transmisi pengetahuan dan keterampilan
2.    Transmisi sikap, nilai dan norma
c.    Lembaga pendidikan mengajarkan peranan social.
d.    Lembaga pendidikan menyediakan tenaga pembangun
e.    Lembaga pendidikan membuka kesempatan memperbaiki nasib
f.     Lembaga pendidikan mencitakan integrasi social. Untuk menjamin integrasi social tersebut, maka langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut :
1.    Lembaga pendidikan mengajarkan bahasa nasional, sehingga memungkinkan berlangsungnya komunikasi antara suku-suku dan golongan yang berbeda-beda dalam masyarakat
2.    Lembaga pendidikan mengajarkan pengalaman-pengalaman yang sama kepada anak melalui keseragaman kurikulum maupun buku-buku teks pelajaran.
3.    Lembaga pendidikan mengajarkan kepada anak corak kepribadian nasional (national identity) melalui pengajaran hari besar nasinal, upacara bendera, peringatan hari besar nasional, lagu-lagu nasional, dan sebagainya.
g.    Lembaga pendidikan melakukan pengendalian social (social control) terhadap peserta didik dengan memastikan kepatuhan terhadap nilai maupun norma yang berlaku, melalui hal-hal berikut :
1.    Pengajran nilai, norma, falsafah negra, sifat-sifat warga Negara yang baik, kewajiban warga negera, dan sebagainya
2.    Pelaksanaan berbagai kegiatan yang memungkinkan peserta didik mengembagnkan keterampilan social dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya
3.    Pengenalan tokoh-tokoh yang dapat dijadikan sebagai teladan atau panutan oleh peserta didik
4.    Penggunaan tindakan positif dan negative untuk mendorong peserta didik mengikuti tata perilaku yang layak dalam bimbingan social.
Pada era globalisasi, lembaga pendidikan pun mengalami sejumlah perubahan dalam berbagai aspek. Adapun perubhan aspek-aspek di dalam lembaga pendidikan adalah sebagai berikut :
a)    Terabaikannya pengembangan karakter dalam pendidikan
Perkembangan industry yang sedemikian pesat di era globalisasi menyebabakan dunia pendidikan berupaya mengeantisipasinya dengan memberi sebanyak mungkin pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik.
Thomas Lickona (dalam Sibarani, 2012) menyebut pentingnya menanamkan sejumlah karakteri yang dapat mengintegrasikan keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat atau komunitas. Karakter-karakter tersebut adalah tanggung jawab, rasa hormat, keadilan, keteguhan hati, kejujuran, kewarganegaraan, disiplin diri, peduli dan ketekunan. Adapun karakter-karakter tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Religious
2.    Jujur
3.    Toleransi
4.    Disiplin
5.    Kerja keras
6.    Kreatif
7.    Mandiri
8.    Demokratis
9.    Rasa ingin tahu
10. Semangat kebagnsaan
11. Cinta tanah air
12. Menghargai prestasi
13. Bersahabat/komunikatif
14. Cinta damai
15. Gemar membaca
16. Peduli lingkungan
17. Peduli social
18. Tanggung jawab
b)    Berkembangnya pendidikan berbasis keluarga (Home Schooling)
Pada pendidikan berbasis keluarga (home schooling), peserta didik tidak mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah sebagaimana layaknya pendidikan konvesional, tetapi belajar secaramandiri di rumah dengan didampingi oleh orang tua atau pengajar dari lembaga penyedia layanan home schooling.
Berkembangnya pendidikan berbasis kelaurga (home scooling) juga tak terlepas dari karakteristik keluarga modern yang semakin mementingkan pilihan bebas dan enggan terikat oleh lembaga-lembaga kaku dengan berbagai tata tertibnya, termasuk sekolah. Adapun legalitas pendidikan berbasis keluarga (home schooling) di Indonesia diatur dalam pasal-pasal berikut ini :
1.    Pasal 31 ayat (1) UUD 1945
2.    Pasal 60 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3.    Pasal 27 ayat (1) UUD No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional
Memperhatikan ketentuan pada pasal 27 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional yang menyatakan bahwa hasil pendidikan oleh keluarga dan lingkungan, termasuk home schooling, diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan, maka peserta didik berbasis keluargapun berhak memperoleh ijazah kesetaraan setlah mengikuti ujian.
c)    Berkembangnya pendidikan jarak jauh
Menyiasati terbatasnya waktu akibat padatnya aktivitas di era globalisasi yang menuntut peningkatan kinerja dan produktivitas, pendidikan jarak jauh yang menuntut peningkatan kinerja dan produktivitas, pendidikan jarak jauh sering dijadikan pilihan oleh individu-individu modern yang senantiasa berusaha untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuannya. Di Indonesia, pendidikan tinggi jarak jauh dilaksanakan oleh Universitas Terbuka (UT). Adapun sitem pembeljaran di UT adalah sebagai berikut :
1.    Belajar mandiri
Cara belajar mandiri menghendaki mahasiswa untuk belajar atas prakarsa atau inisiatif sendiri.
2.    Tutorial
Tutorial adalah layanan bantuan belajar bagi mahasiswa UT. Dalam tutorial, kegiatan membahas dan mendiskusikan hal-hal yang dianggap sulit dan sangat penting dikuasai mahassiwa. Untuk lebih jelasnya, materi yang dibahas sebagai berikut :
a.    Kompetensi esensial atau konsep-konsep penting dalam suatu mata kuliah
b.    Masalah yang ditemukan mahasiswa dalam mempelajari modul
c.    Persoalan yang terkait dengan unjuk kerja (praktik/praktikum) mahasiswa di dalam atau di luar kelas tutorial
d.    Masalah yang berkaitan dengan penerapan ilmu dalam kehidupan sehari-hari.

D.   Perubahan Pada Lebmaga Agama
Agama dan keberagamaan memiliki sejarah panjang yang membentang sepanjang peradaban masyarakat dan manusia. Secara sosiologis, masyarakat dan manusia dalam menganut agama mempunyai ciri-ciri mempercayai sesuatu secara mutlak, menyakralkan sesuatu, dan percaya pada yang gaib. Emile Durkheim (dalam Sunarto, 2008) menyebut bahwa agama ialah suatu system terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci, serta keprcayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam sautu komunitas moral yang dinamakan umat.
Menurut Durkheim, semua agama mengenal pembagian semua benda yang ada di bumi ini, baik yang berwujdu nyata maupun berwujud ideal, ke dalam dua kelompok yang saling bertentangan, yaitu hal bersifat duniawi (profane) dan suci (sacred). Adapun Soerjono Soekanto (2013) mendefinisikan agama sebagai kepercayaan pada hal-hal spiritual. Bagi Fowler beragama adalah bagian dari proses mencari makna. Enam tahap perkembangan iman dari awal hingga akhir hidup seseorang. Ke enam tahap ini dilalui dengan linear, artinya tahap berikut baru dapat dicapai setelah meyelesaikan tahap sebelumnya. Adapun tahap-tahap tersebut adalah :
a.    Inutive-projective faith (Usia 18-24 bulan sampai 7 tahun)
b.    Mythic-Literal Faith (Usia 7 sampai 12 tahun)
c.    Synthetic-Conventional Faith (Usia Remaja dan selanjutnya)
d.    Individuative-Reflective Faith (awal hingga pertengahan umur 20an)
e.    Conjunctive Faith (usia paruh baya)
f.     Universalizing faith (lanjut usia)
Menurut Handropuspito dan Ishomuddin (2008) secara umum, agama memiliki berbagai fungsi bagi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun fungsi tersebut adalah sebagai berikut :
a.    Fungsi edukatif
Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas mengajar dan memberikan bimbingan.
b.    Fungsi penyelamatan
Dapat dipastikan bahwa setiap manusia menginginkan keselamatannya, baik dalam hidup sekarang maupun sesudah mati.
c.    Fungsi pengawasan social
Agama ikut bertanggung jwab atas adanya norma-norma dan aturan moral yang baik dan berlaku dalam masyarakat.
d.    Fungsi memupuk persaudaraan
Agama mempersatukan sekian banyak bangsa yang berbeda ras dan kebudayaan dalam sautu keluarga besar di mana mereka menemukan ketentraman dan kedamaiannya.
e.    Fungsi transformative
Agama berfungsi mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama menjadi bentuk kehidupan baru sesuai ajaran kebijakan dalam kitab suci.
Lembaga agamapun megnalami sejumlah perubahan dalam berbagai aspek, di era globalisasi ini. Adapun bentuk-bentuk perubahan lembaga keagamaan adalah sebagai berikut :
a.    Berlangsung sekularisasi
Beberapa ilmuwan social (dalam Henslin, 2008 dan Setiadi, 2011) mengemukakan beberapa hal mengenai sekularisasi adalah sebagai ebrikut:
1.    Bergesernya cita-cita
2.    Sebagian manusia tdiak lagi merasa terikat pada nilai-nilai agama
3.    Berproses memisahkan agama dari Negara
4.    Secar konkret berlangsung sekularisasi tampak ketika semakin banyak orang yang mengabaikan nilai-nilai agama dalam kesehariannya
b.    Berkemangya aliran sesat dan menyesatkan
             Untuk menarik sebanyak mungkin pengikut, setiap anggota aliran tanpa melihat struktur dan kedudukannya, harus bias memperkenalkan alirannya kepada lingkungan sekitar, kerabat, maupun sahabat.
Tak jarang, struktur adat juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengintegrasikan diri dengan lingkungan sektiar, sekaligus mendukung upaya perekrutan calon anggota baru. Adapun yang terpenting adalah mengembangkan kewaspadaan dan terus menimba pengetahuan agama dari lembaga yang dapat dipercaya, agar tidak mudah terpengaruh oleh sembarang aliran yang dating menawarkan sejuta janji manis yang takkan pernah menjadi kenyataan.

E.   Perubahan Pada Lembaga Ekonomi
Lembaga ekonomi lahir ketika orang-orang mulai mengadakan pertukaran barang secara rutin, membagi-bagi tugas, dan mengakui adanya tuntutan dari seseorang terhadap orang lain. Saat manusia masih hidup secara tradisional dengan cara mengumpulkan biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, kebutuhan akan adanya lembaga ekonomi masih belum mendesak. Tapi keluarga umumnya bias memenuhi kebuthannya secara mandiri dari hasil usaha sendiri, sehingga kemungkinan persinggungan dengan kepentingan orang lain nyaris tidak ada (Horton, 2010)
Seiring makin kompleksnya kebutuhan, manusia mulai kesulitan memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga memerlukan banyak hal dari orang lain. Disadari atau tidak, desakan kebutuhan barang di luar apa yang dimilikinya, menyebabkan warga masyarakat berangsur merasa perlu untuk mengatur proses pertukaran menurut kaidah-kaidah tertentu yang disepakati bersama. Pada saat iut, proses pertukaran kemudian dibakukan, daiatur, dan dianggap perlu untuk segera dilembagakan (Narwoko, 2013). Dalam kenyataanya, peradaban manusia tidak dapat dipisahkan dari kemunculan beberapa tipe lembaga ekonomi. Narwoko (2013) menyatkaan secara terperinci, sejarah perkembangan manusia dan tipe lembaga ekonomi yang terlaku dapat diuraikan sebagai berikut :
a.    Masyarakat Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Awal kehidupan mausia diwarnai dengan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering). Kehdiupan masyarakat tersebut berada dalam kekuasaan alam karena teknologi dan pengetahuan tentang bagaimana mengendalikan lingkungan masih relative rendah.
Pada masyarakat taraf ini, keluarga dan komunitas merupakan suatu kesatuan penting, baik dalam produksi maupun konsumsi. Pembagian kerja umumnya diatur berdasarkan jenis kelamin. Kaum lelaki, dengan kekuatan ditugaskan memasak dan mengasuh anak. Kalaupun kaum perempuan ikut terlibat dalam kegiatan mengumpulkan makanan, biasanya terbatas pada usaha mencari tumbuhan dan buah-buahan.
Ditingkat kelompok, kegiatan ekonomi yang telha melambaga adalah dalam pembagian makanan, kehidupan ekonomi bersifat familistik atau kekeluargaan, dimana kaum lelaki berburu bersama, kemudian hasilnya dibagi rata untuk seluruh anggota kelompok.
Proses petrukaran barang atau barter bersifat ‘pertukaran bisu’. Kelompok yang menawarkan barang meletaknnya pada suatu tempat tertentu dan menunggu sampai ada kelompok lain yang ebrminat. Kelompok lain yang membutuhkannya, jika merasa barang miliknya sepadan untuk ditukarkan, lantas akan mengambil barang milik kelompok pertama dan meninggalkan barang miliknya sebagai penukar. Barulah kemudian, barang tersebut diambil oleh kelompok pertama.
b.    Masyarakat Hortikultura
Menurut Sanderson (dalam Narwoko, 2013) penerapan pertanian terjadi kali pertama di daerah Timur Tengah dan kemudian menyebar ke Eropa. Tanaman terpenting yang banyak didomestifikasi adalah gandum, sementara hewan yang dipelihara biasaya biri-biri, kambing, dan babi. Masyarakat pertanian awal ini disebut masyarakat hortikultura sederhana.
Perkembangan selanjutnya, masyarakat hortikultura sederhana berkembang menjadi masyarakat hortikultura intensif, yang tak sekedar memperaktikkan system lading berpindah, tetapi juga telah menggarap lahan pertanian dengan menggunakan semcam humus dan pupuk kandang. Kebanyakan mereka juga telah megnenal cangkul dan alat-alat lain untuk membantu mengolah lahan pertanian.
Masyarkat hortikulutra intensif sangat peroduktif dalam mengolah dan memanfaatkan lahan pertanian. Merkea telah menghasilkan surplus ekonomi nyata dan membagi kelebihan atau surplus hasil panen kepada anggota kelompok lain yang tidak terlibat produksi pertanian. Peran pasar cukup menonjol sebagai temapt tukar-menukar surplus produksi warga masyarakat.
c.    Masyarakat Perkapitalis
Didalam masyarkat perkapitalis, mulai dikenal apa yang disebut hak milik pribadi, terutama ha katas tanah. Struktru ekonomi masyarkaat terpilah ke dalam dua kelas dominan, yakni kelompok kecil pemilik tanah atau tuan tanah dan kelompok besar sisanya sebagai petani atau buruh tani. Kedudukan antara emrkea snagat tidak seimbang.
Petani harus bekerja  pada tuan tanah di tanah pribadinya, sementara di lain pihak petani juga diwajibkan membayar upeti. Misalnya, petnai wajib memberikan hasil-hasil pertanian tertentu dan membayar bea untuk penggunaan alat pemaras anggur, tungku pemanas, atau penggilingan.
Lembaga ekonomi yang berkembang pada masyarakat prakpitalis ini adalah feodalisme, seorang raja bersama sejumlah prajurit menjaga keamanan, melindungi penduduk beserta harta bendanya, dan menjamin hak penduduk untuk mengolah tanah. Sebalinya, penduduk memberikan pelayanan dan kesetiaan mutlak kepada raja.
Fedalisme berakhir ketika kemajuan perdagangan, pertumbuhan kota-kota, dan perkembangan Negara kesatuan terpusat mulai merasakannya sebagai penghambat. Feodalisme pun lantas ditinggalkan dan masyarakat mulai memasuki era idnustriliasasi di mana lembaga ekonominya bersifat sangat kontraktual.
d.    Masyrakat Kapitalis
Adapun yang dimasud dengan masyarakat kapitalis adalah masyarakat yang hidup dengan system ekonomi yang didasarkan pada pemilikan pribadi atas sarana produksi dan distribusi untuk kepentingan pencarian laba pribadi kea rah pemupukan modal melalui prinsip-pirnsip persaingan bebas.
Dalam masyrakat kapitalis, warga masyrakat diintergrasikan oleh lembaga ekonomi yang mengatur kerja sama secara sukarela atas dasar kontrak. Tempat pekerjaan berpindah dari rumah-rumah ke pabrik-pabrik. Hubungan personal di antara para pengusaha kecil dengan pekerja-pekerjanya yang dlunya terjalin erat, kini mulai memudar dan digantikan oleh hubungan tidak langsung yang dangkal, bahkan serngkali eksploitatif.
Kegiatan ekonomi yang paling utama pada masyarakat kapitalis terjadi di pabrik dan pasar. Barang-barang diproduksi dalam jumlah besar dan diperjualbelikan dipasar bebas. Motivasi para produsen untuk memproduksi barang bukan lagi karena pertimbangan mafnaatnya, melainkan lebih pada kepentingan perolehan keuntungan sebesar-besarnya.
e.    Masyarakat Ekonomi Sosialis
Ketidakpuasan dengan berbagai penderitaan, ketimpangan ekonomi, dan ketidakadilan sebagai akibat berkembangnya industrialisasi dan kapitalisme telah melahirkan gerakan sosialis yang bertujuan merombagk masyarakat kea rah persamaan hak dan pembatasan terhadap hak milik pribadi. Di dalam masyarakat sosialis, segenap koordinasi ekonomi (termasuk tingkat harga, gaji buruh, jenis barang yang diproduksi, dan distribusinya) ditentukan oleh suatu lembaga tertentu sebagai pusta perencanaan. Umumnya, lembaga tersebut dibentuk dan dijalankan oleh Negara. Pemilikan pribadi nyaris ditiadakan, kecuali atas barang-barang konsumsi. Damsar (2009) dan NArwoko (2013) meyatakan bahwa pada masyarkat modern di era globalisasi, secara umum, lembaga ekonomi berperan dan berfungsi sebagai berikut :
1)    Produksi barang dan jasa dalam masyarakat
2)    Penyaluran barang dan jasa dalam masyrakat
3)    Pemanfaatan nilai kegunaan barang dan jasa dalam masyarakat
4)    Melaksanakan aktivitas pembiayaan
5)    Memungkinkan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan anggota masyarakat
6)    Mengatur berbagai aktivitas ekonomi dan persaingan dalam masyarakat


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dalam soekanto, 2013, menguraikan beberapa karakteristik umum lembaga social yaitu Suatu lembaga sosial merupakan organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas sosial dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial terdiri dari adat istiadat, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung atau tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
Keluarga merupakan lembaga social dasar di mana semua lembaga social lainnya berkembang. Pada berbagai masyarakat di seluruh penjuru dunia, kelaurga merupakan lembaga kemasyarakatan yang universal dan menjadi focus terpenting dari berbagai kegiatan dalam kehidupan individu. Keluarga mengadakan kontak secara langsung dan menjalin hubungan pribadi yang intim. Adapun fungsi lembaga keluarga menurtu Nasution (2010) adalah sebagai berikut : Fungsi Reproduksi, Fungsi Afeksi dan Berbagai Cinta Kasih, Fungsi Sosial, Fungsi Keagamaa, Fungsi Penentuan Status, Fungsi perlindungan bagi Anggota Kelaurga, Fungsi Pengawasan Sosial, Fungsi Pembinaan Lingkungan, Fungsi Ekonomi dan Fungsi Sosial Budaya
Sesuai UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhla mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa serta Negara.
Agama dan keberagamaan memiliki sejarah panjang yang membentang sepanjang peradaban masyarakat dan manusia.
Lembaga ekonomi lahir ketika orang-orang mulai mengadakan pertukaran barang secara rutin, membagi-bagi tugas, dan mengakui adanya tuntutan dari seseorang terhadap orang lain.
Narwoko (2013) menyatkaan secara terperinci, sejarah perkembangan manusia dan tipe lembaga ekonomi yang terlaku dapat diuraikan sebagai berikut: Masyarakat Berburu dan Mengumpulkan Makanan, Masyarakat Hortikultura, Masyarakat Perkapitalis, Masyrakat Kapitalis dan Masyarakat Ekonomi Sosialis

B.   Saran
      Bagi pembaca penyusun sampaikan saran penyusun yaitu jangan terfokus kepada makalah yang penyusun ketik ini, karena mungkin masih banyak kekurangan dari kesempuranaan makalah ini, seprti salah pengetikan istilah, nama, kalimat dan lain sebagainya, maka dari itu sudi kiranya pembaca memberikan kritik serta saran yang berisfat membangun, guna menjadikan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi dan lebih bermanfaat lagi bagi kita smeua.


DAFTAR PUSTAKA

Buku paket Sosiologi SMA/MA Kelas XII. Bab III Globalisasi dan Perubahan Komunitas Lokal

No comments:

Post a Comment