Saturday, 27 January 2018

MAKALAH KETENTUAN KOSNSTITUSIONAL TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN



MAKALAH
KETENTUAN KOSNSTITUSIONAL TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran PKN






Disusun oleh :
WISNU HERLAMBANG
XII MIA 6





SMA NEGERI 4 PANDEGLANG
Jl. Raya Labuan Km 29 Menes Pandeglang
Tahun Ajaran 2015/2016

KATA PENGANTAR

            Puji dan Syukur mari kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat taufik dan hidayah-Nya sehingga Makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, itu dikarenakan kemampuan yang terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun berharap dengan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penyusun dan bagi para pembaca pada umumnya serta semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dan meningkatkan prestasi dimasa yang akan datang.




Menes,   Juli 2016


Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................... 1
B.     Tujuan................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Ketentuan Konstitusional tentang Kekuasaan Kehakiman................ 2
B.     Bab IX Kekuasaan Kehakiman.......................................................... 3
BAB III EPNUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................................... 6
B.     Saran................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada dasarnya setiap negara memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan negara menjadi penting sebab ini menentukan bentuk negara, susunan negara, organ-organ negara, fungsi dan tugas organ negara tersebut. Bahkan pada titik tertentu tujuan negara merupakan manifestasi dari hakekat negara tertentu. Tujuan negara dalam perkembangannya mengalami dinamika yang bergantung pada situasi dan kodisi serta sifat dari kekuasaan penguasa.
Tujuan negara ini mengantarkan Indonesia ke dalam klasifikasi bentuk negara yang disebut dengan walfare state. Walfare state  mengandung pengertian bahwa hakekat negara sebagai wadah suatu bangsa memiliki tujuan fundamental untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Semangat menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat terwujud melalui pelayanan publik dalam suatu pengelolaan negara. Pelayanan publik pada tataran ideal berbentuk kinerja aparatur penyelenggara pemerintahan yang memenuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pengawasan memiliki peranan vital untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab serta berwibawa sehingga sasaran tujuan negara dapat terwujud. Dengan pengawasan dapat diketahui apakah kinerja pemerintah berada pada relnya ataukah telah menyimpang.

B.     Tujuan
Tujuan disusunya makalah ini yaitu untuk memberikan sumber pengetahuan tentang ketentuan konstitusional tentang kekuasaan kehakiman, dengan disusunya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kita semua.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ketentuan Konstitusional tentang Kekuasaan Kehakiman
Montesqueiu, nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias polica.  Dia mengelompokan kekuasaan negara menjadi tiga, yaitu kekuasaan legislatif (membuat undang-undang), eksekutif (melaksanakan undang-undang) dan yudikatif (mengadili). Buah pemikirannya termuat di dalam magnum opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.
No
Jenis kekuasaan
Makna
1.
Kekuasaan Legislatif
Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat undang-undang atau disebut dengan rule making function. Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kekuasaan membuat hukum. Lembaga yang disebut sebagai lembaga legislator adalah DPR. Pada sistem pemerintahan parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan mengangkat eksekutif. Pada sistem pemerintahan presidensial, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama dan bebas dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya memiliki kekuasaan untuk menaikkan pajak, menetapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. Legislatif kadangkala melaksanakan perjanjian dan mendeklarasikan perang.
2.
Kekuasaan Eksekutif
Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif. Yang masuk dalam lingkaran eksekutif adalah presiden, wakil presiden serta jajaran kabinet dalam pemerintahan. Jajaran kabinet dalam sebuah pemerintahan dalam hal ini pemerintahan Republik Indonesia adalah para menteri yang telah ditunjuk dan dilantik secara resmi oleh presiden.
3.
Kekuasaan Yudikatif
Jika legislator adalah DPR, dan eksekutif adalah presiden beserta wakil dan para menteri anggota kabinet, maka yudikatif adalah lembaga yang memiliki tugas untuk mengawal serta memantau jalannya perundang-udangan atau penegakan hukum di Indonesia, seperti MA (mahkamah agung), dan MK (mahkamah konstitusi).

Kekuasaan yudikatif dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia disebut kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakim an adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hu kum dan keadilan berdasarkan Pan casila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Hal ikhwal mengenai kekuasaan kehakiman diatur didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundangundangan lain di bawahnya. Berikut ini disajikan ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B.     Bab IX Kekuasaan Kehakiman
Pasal 24
  1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
  2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
  3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
Pasal 24A
  1. Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
  2. Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
  3. Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
  4. Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
  5. Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.
Pasal 24B
  1. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
  2. Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
  3. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
  4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
Pasal 24C
  1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji udang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
  2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
  3. Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
  4. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.
  5. Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.
  6. Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 lebih jelas dan rinci. Hal tersebut tentu saja akan memperkokoh pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kekuasaan kehakiman, dalam konteks negara Indonesia, adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Perubahan UUD 1945 yang membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, membuat perlunya dilakukan perubahan secara komprehensif mengenai Undang-Undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam hukum dan dalam mencari keadilan. Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004 Sudah diubah menjadi undang undang No.48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman

B.     Saran
Bagi pembaca penyusun sarankan agar tidak terpaku kepada makalah yang penyusun buat ini, karena penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penyusun mengharap kritik serta saran yang bersifat membangun, guna menjadikan makalah ini agar lebih baik lagi untuk kemudian.


DAFTAR PUSTAKA


No comments:

Post a Comment