|
PERPAJAKAN
A.
Pengertian
Pajak
Sesuai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu
sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor pajak. Definisi pajak
dikemukakan oleh Merdiasmo (2002:1) mengemukakan pengertian pajak
sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada negara
berdasarkan Undang - Undang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum”.Dari
definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan kewajiban
kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan
pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam
Undang – Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah.
Undang –
Undang Perpajakan memberikan kepercayaan kepada setiap wajib pajak (WP) untuk
melakukan kegiatan perpajakannya sendiri mulai dari menghitung, membayar, dan
melaporkan kewajiban perpajakannya ke kantor pelayanan pajak (KPP). Pajak yang
dibayar oleh wajib pajak dimaksudkan untuk membantu pemerintah dalam membiayai
keperluan penyelenggaraan kenegaraan yakni pembangunan nasional, dimana
pelaksanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
Kepercayaan
yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan system perpajakan yang dianut oleh
pemerintah yakni sistem self-assessment
yang berarti wajib pajak melakukan sendiri kewajiban perpajakannya. Dengan
adanya sistem self-assessment tersebut, pemerintah mengharapkan kejujuran dan
kesadaran dari setiap wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya
sesuai dengan Undang – Undang perpajakan yang berlaku.
1
|
Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan adanya beberapa
cirri – ciri dari pajak, yaitu:
1. Pajak
dipungut berdasarkan undang – undang atau peraturan pelaksanaanya.
2. Pemungutan
dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
3. Hasil
pemungutan dapat di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah
maupun untuk pembangunan.
B.
Fungsi
Pajak
Sebenarnya, dari definisi pajak di
atas sudah tergambarkan fungsi dari pajak yaitu untuk menyediakan barang - barang
dan jasa - jasa publik. Namun demikian, dalam literature – literature perpajakan,
dikenal dua macam fungsi pajak yaitu fungsi penerimaan (budgetair) dan
fungsi mengatur (regulair).
1. Fungsi penerimaan adalah fungsi
utama pajak. Pajak ditarik terutama untuk membiayai pengeluaran - pengeluaran
pemerintah dalam rangka menyediakan barang dan jasa publik. Saat ini sekitar
70% APBN Indonesia dibiayai oleh pajak. Dua pajak penyumbang penerimaan
terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dengan demikian, dua jenis pajak ini lebih memiliki fungsi penerimaan (budgetair)
ketimbang fungsi mengatur.
2.
2
|
Kalau ditelusuri lebih jauh, ada
satu lagi fungsi pajak yang harus kita catat. Fungsi tersebut adalah fungsi
distribusi kekayaan di mana kelompok yang lebih mampu akan membayar pajak lebih
banyak sementara kelompok yang kurang mampu akan mendapatkan manfaat lebih
banyak dibandingkan dengan pajak yang dia bayar. Bahkan untuk kelompok
tertentu, seperti penerima BLT, penerima subsidi BBM, dan penerima subsidi
pupuk, mungkin dia tidak membayar pajak tapi dia mendapatkan manfaat langsung
dari pajak. Dan memang karena alasan itulah adanya pajak.
C.
Syarat
dan Teori – Teori Pungutan Pajak
1.
Syarat
pemungutan pajak
Tidaklah
mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat
akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak
akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah,
maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
-. Pemungutan
pajak harus adil
Seperti
halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam
hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang - undangan maupun adil dalam
pelaksanaannya.
3
|
Contohnya:
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban
para wajib pajak
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga
negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3. Sanksi atas pelanggaran pajak
diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
-
Pengaturan
pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang
berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur
dengan Undang - Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
1.
Pemungutan
pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
2.
Jaminan
hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
3.
Jaminan
hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
4.
Pungutan
pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan
sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan
produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan
kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak,
terutama masyarakat kecil dan menengah.
-
Pemungutan
pajak harus efesien
4
|
-
Sistem
pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat
menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan
memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak
rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
1.
Bea
materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif
2.
Tarif
PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
3.
Pajak
perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan
menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan
(pribadi)
2.
Teori
pemungutan pajak
5
|
1.
Teori Asuransi
Pada
teori ini mempersamakan negara dengan perusahaan asuransi di mana rakyat
membayar sejumlah premi tertentu untuk mendapatkan sesuatu yang mereka harapkan
pada saat - saat tertentu. Teori ini sudah tidak sesuai karena pajak tidak bisa
disamakan dengan premi asuransi karena negara tidak menanggung kerugian rakyat
secara langsung dan tidak ada hubungan langsung (kontra prestasi).
2.
Teori Kepentingan
Berdasarkan
teori kepentingan pemungutan pajak didasari atas kepentingan masing - masing
pembayar pajak kepada negaranya. Orang-orang yang memiliki kepentingan lebih
harus membayar pajak lebih besar dari yang tidak memiliki kepentingan atau
tuntutan dari negaranya. Teori yang sudah tidak diterima ini tidak tepat karena
pada kenyataannya tidak demikian karena efek pembayaran pajak tidak dapat
langsung dirasakan oleh wajib pajak.
3.
Teori Gaya Pikul
Masyarakat
menganggap dibutuhkan suatu layanan perlindungan masyarakat dari negara yang
biayanya dipikul bersama - sama dalam bentuk pajak. Pada dasarnya setiap warga
negara seharusnya membayar jumlah pajak yang sama, namun pada kenyataannya
ditentukan oleh faktor kekayaaan dan kebutuhan materiil seseorang berdasarkan
jumlah tanggungan hidup
4.
Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Teori Bakti)
6
|
5. Teori
Azas Gaya Beli
Menurut
teori asas gaya beli, pajak dipungut dari rakyat akan menimbulkan dampak yang
baik kepada kedua belah pihak. Negara menyedot uang rakyat dari pajak dan
negara juga menyalurkan kembali uang pajak kepada masyarakat secara tidak
langsung. Alasan kesejahteraan rakyat dijadikan dasar pemungutan pajak.
(Santoso Brotodiharjo, 1993 ; 29-36)
D.
Kedudukan
Hukum Dalam Pajak
Menurut Prof. Dr. Rachmat Seomitro,
SH., hukum pajak memiliki hukum – hukum pajak diantaranya:
1. Hukum
perdata, mengatur hubungan antara individu dengan individu lainnya.
2. Hukum
public, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini dapat
dirinci sebagai berikut:
-
Hukum tata Negara
-
Hukum tata usaha ( hukum administrative
)
-
Hukum pajak
-
Hukum pidana
3. Hukum
pajak materil, memuat norma – norma yang menerangkan antara lain keadaan,
perbuatan, peristiwa hukum, yang di kenai pajak ( Objek Pajak ) siapa yang
dikenakan pajak ( Subjek ) berapa besar yang dikenakan pajak ( Tarif )
Contoh: undang – undang pajak penghasilan
4.
7
|
-
Tata cara penyelenggaraan ( prosedur )
penetapan uang
-
Hak – hak fokus untuk mengadakan pengawasan
kepada para wajib mengenai keadaan, perbuatan yang menimbulkan utang pajak
-
Kewajiban wajib pajak misalnya
menyelenggarakan pembukuan / pencatatan
dan hak – hak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan perbandingan.
E.
Macam
– Macam Pajak
Macam – macam pajak dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Menurut
golongan
a. Pajak
langsung, yaitu pajak yang harus di pikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat di bebankan atau di limpahkan kepada orang lain.
b. Pajak
tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat di bebankan kepada orang
lain
2. Menurut
sifatnya
a. Pajak
subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjek dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak
b. Pajak
objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperlihatkan keadaan
diri wajib pajak
3. Menurut
lembaga pemungutan
a. Pajak
pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan di gunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara
b. Pajak
daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah, pajak daerah terdiri atas:
Jenis
– Jenis Pajak Sesuai UU
28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis - jenis Pajak
Daerah:
-
Pajak
Provinsi terdiri dari:
a.
8
|
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan dan
e. Pajak Rokok.
- Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri
atas:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i.
Pajak
Sarang Burung Walet
j.
Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan.
F.
Asas
Pengenaan Pajak
Di Indonesia, segala hal tentang pengaturan pajak
telah terpampang secara jelas di Undang Undang Dasar 1945 Pasal 23 ayat 2 yang
berbunyi “Segala pajak untuk
keuangan negara ditetapkan berdasarkan Undang Undang”.
Selain itu, telah ditetapkan pula dasar - dasar yang menjadi landasan negara
untuk dapat mengenakan pajak kepada masyarakat. Asas yang paling sering
digunakan negara sebagai dasar pengenaan pajak antara lain :
1. Asas Domisili ( Domicile/
Residence Principle )
9
|
2. Asas Sumber
Dalam asas ini negara mengenakan pajak pada orang
pribadi atau badan atas penerimaan penghasilan berdasarkan sumbernya, yaitu
apabila orang pribadi atau badan tersebut memperoleh sumber penghasilan dari
negara bersangkutan. Jadi dalam asas ini sama sekali tidak melakukan diskrimasi
mengenai siapa dan dari mana wajib pajak berasal. Contohnya adalah tenaga kerja
asing akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia jika penghasilannya
berasal dari Indonesia.
3. Asas Kebangsaan/ Nasionalitas/
Kewarganegaraan ( Nationality/ Citizenship )
Persis seperti judul asasnya, maka yang menjadi
landasan untuk pengenaan pajak ini adalah status kewarganegaraan seseorang.
Sama halnya seperti asas domisili, maka asas ini juga menggabungkan diri dengan
konsep pengenaan pajak world wide income concept
10
|
|
WAJIB
PAJAK
A.
Pengertian
Wajib Pajak
Wajib Pajak (WP)
adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan perundang – undangan
perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak
atau pemotongan pajak tertentu
Sesuai dengan
system Setlf Assesment, maka wajib
pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak
(KPP) atau kantor penyuluhan dan pengamatan potensi perpajakan (KP4) yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak untuk diberikan
nomor pokok wajib pajak (NPWP). Disamping melalui KPP atau KP4 pendaftaran NPWP
juga dapat dilakukan melalui e_registrasi, yaitu cara pendaftaran NPWP melalui
media elektronik on-line (internet).
Adapun fungsi dari NPWP itu sendiri
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai
tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
2. Untuk
menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan
B.
Pendaftaran
NPWP
Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan
subyektif dan objektif sesuai dengan ketentuan perundang – undangan perpajakan
berdasarkan system self assessment, wajib pajak untuk dicatat sebagai wajib
pajak dan sekaligus untuk mendapatkan NPWP
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak
sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap wajib
pajak dalam melakukan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan
Adapun syarat dalam pendaftaran NPWP adalah:
1. Bagi
wajib pajak orang pribadi
·
Foto copy KTP yang berlaku
·
Mengisi formulir yang telah disediakan
di KPP
2. Bagi
wajib pajak badan
·
Foto copy akta pendirian perusahaan
·
Foto copy KTP pengurus
·
Surat keterangan usaha dari desa
setempat
C.
Pembayaran
dan Pelaporan Pajak
Setelah
melakukan pembayaran dan mendapatkan NPWP, wajib pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar
Pajak, yang selanjutnya melaporkan pajak terutang dalam bentuk surat
pemberitahuan (SPT)
D.
Hak
wajib pajak
Wajib pajak
selain mempunyai kewajiban, juga mepunyai hak untuk mendapatkan kerahasiaan
atas seluruh informasi yang telah disampaikan kepada direktorat jendral pajak
dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Berkaitan dengan pembayaran
pajak terutang, wajib pajak berhak memperoleh:
1. Pengangsuran
pembayaran
2. Pengurangan
PPh pasal 25
3. Pengurangan
PBB
4. Pembebasan
pajak
5. Pajak
ditanggung pemerintah
6. Insentif
perpajakan
7. Mempermudah
laporan SPT tahunan
8. Pengembalian
kelebihan retuisi pembayaran pajak
E.
Sangsi
12
|
Pidana tersebut
ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang
melakukan lagi tindakan pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu)
tahun, terutang sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
Setiap orang
yang melakukan percobaan untuk melakukan tindakan pidana menyalah gunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau
melakukan pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua)
kali jumlah restitusi yang di mohonkan dan pengkreditan yang dilakukan dan
paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang di mohonkan dan pengkreditan
yang dilakukan
13
|
|
PAJAK
PENGHASILAN
A.
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPH)
Pajak
penghasilan (PPH) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan perkenaan dengan
penghasilan yang diterima/diperoleh selama satu tahun pajak.
B.
Subjek
Pajak Penghasilan
Subjek PPH
adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu keesatuan,
menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha (BUT) subjek pajak terdiri
dari:
1. Subjek
pajak dalam negeri, yaitu:
a. Orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia yang berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan./yang dalam satu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
b. Badan
yang didirikan/berkedudukan di Indonesia, meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, dsb organisasi tersebut termasuk reksadana.
2. Subjek
pajak luar negeri, yaitu:
a. Orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia/yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari, dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak didirikan
dan tidak berkedudukan di Indonesia yang melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia atau yang dapat memperoleh penghasilan dari Indonesia
Sedangkan yang tidak termasuk ke dalam subjek pajak
adalah:
1. Badan
perwakilan Negara asing
2. Pejabat
perwakilan diplomatik/pejabat – pejabat lain dari Negara asing
3.
14
|
a. Indonesia
menjadi anggota organisasi tersebut
b. Tidak
menjalankan usaha untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
C.
Objek
Pajak Penghasilan
Objek pajak
penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima wajib pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat di pakai
untuk konsumsi/untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bnetuk apapun termasuk:
1. Penggantian
atau imbalan
2. Hadiah
dari undian
3. Laba
usaha
4. Keuntungan
5. Penerimaan
kembali pembayaran pajak
6. Bunga
termasuk premium
7. Deviden
dengan nama dan dalam bentuk apapun
8. Royalti
9. Sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan harta
10. Perolehan
pembayaran berkala
D.
Pajak
Penghasilan Pasal 21 (PPH pasal 21)
1. Pengertian
PPH pasal 21
Pajak penghassilan
pasal 21 adalah pajak atas penghasilan brupa gai, upah honorarium, tunjangan
dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan.
2. Pemotongan
PPH pasal 21
a. Pemberian
kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan
b. Bendaharawan
pemerintah baik pusat maupun daerah
c. Dana
pensiun/badan lain seperti jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) Pt. Taspen
dan PT.ASABRI
d. Perusahaan
dan bentuk usaha kerja
e. Penyelenggara
kegiatan
3. Penerimaan
penghasilan yang dipotong pph pasal 21
a. Pegawai
tetap
b. Penerimaan
upah
c. Penerimaan
honorarium
d. Tenaga
lepas (seniman, oelahragwan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, dan
kegiatan sejenisnya.
e. Penerimaan
pensiun. Mantan pegawai yang menerima jaminan hari tua
4. Penerimaan
penghasilan yang tidak di potong pph pasal 21
a. Pejabat
perwakilan diplomatik/pejabat lain dari Negara asing
b. Pejabat
perwakilan organisasi international yang ditetapkan oleh keputusan menteri
keuangan sepanjang bukan warga Negara Indonesia, dan tidak menjalankan usaha
untuk memperoleh penghasilan di Indonesia
5. Penghasilan
yang di potong PPh pasal 21
a. Penghasilan
yang diterima oleh pegawai, pensiunan, secara teratur berupa gaji, uang pensiun
bulanan, upah honorarium, (termasuk honorarium dewan komisaris/anggota dewan
pengawas) tunjangan suami/istri pendidikan anak, beasiswa, dan penghasilan
teratur lainnya dengan nama apapun
b. Honorarium,
uang saku, hadiah/penghargaan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi
beasiswa dan pembayaran lainnya sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak.
1) Tenaga
ahli (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan
aktuaris)
2)
16
|
3) Olahragawan
4) Penasihat,
pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator
5) Pengarang,
peneliti, dan penerjemah
E.
Pajak
Penghasilan pasal 22 (PPh pasal 22)
1.
Pengertian
PPh pasal 22
Pajak penghasilan (pph
pasal 22) adalah pph yang di pungut oleh:
a. Bendaharawan
pemerintah pusat/daerah instansi/lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga
Negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahaan uang.
2.
Pemotongan
dan Objek PPh pasal 22
a. Bank
devisa dan direktorat jendral bea dan cukai (DJBC)
b. Impor
barang
c. Direktorat
jendral (DJA) bendaharawan pemerintah pust/daerah
d. BUMN/BUMD
yang melakukan pembelian barang dengan dana dari APBN/APBD
e. Bank
Indonesia (BI), (BPPN), (BULOG), (PT. TELKOM), (PT. PLN), (PT. Garuda
Indonesia), (PT. KS), (PERTAMINA), (PT. Indosat), dan bank – bank BUMN
3.
Tarif
PPh pasal 22
a. Atas
Impor
1) Yang
menggunakan angka pengenal import (API) sebesar 2,5% dari nilai impor
2) Yang
tidak menggunakan API sebesar 7,5% dari nilai impor
3) Yang
tidak dikuasai sebesar 7,5% dari harga jual lelang
b. Atas
penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan keputusan dirjen pajak, yaitu
1) Kertas
= 0,1 % *DPP PPn (Tidak
Final)
2) Semen = 0,25% *DPP PPn (Tidak Final)
3) Baja = 0,3% *DPP PPn (Tidak Final)
4)
17
|
5) Otomotif = 0,45% *DPP PPn (Tidak Final)
F.
Pajak
Penghasilan (PPh pasal 23)
1. Pengertian
PPH pasal 23
PPh pasal 23 adalah
pajak yang di potong atas penghasilan dari modal, penyerahan jasa/hadiah dan
penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21
a. Pemotongan
PPh pasal 23
·
Badan pemerintah
·
Wajib pajak badan dalam negeri
·
Penyelenggaraan kegiatan
·
Bentuk usaha tetap
·
Perwakilan perusahaan luar negeri
·
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
tertentu yang di tunjuk oleh dirjen pajak
b. Penerimaan
penghasilan yang di potong PPh pasal 23
·
Wajib pajak dalam negeri
·
Bentuk usaha tetap
2. Tarif
dan objek PPh pasal 23
Tarif dan objek PPh pasal 23 dipotong pajak
penghasilan sebesar 2% dari jumlah bruto dan tidak termasuk pajak pertambahan nilai, saat terutang,
penyetoran SPT masa PPh pasal 23, yaitu:
·
PPh pasal 23 terutang pada akhir bulan
dilakukannya/tergantung peristiwa yang terjadi lebih dahulu
·
PPh pasal 23 disetor oleh pemotong pajak
paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan saat terutang
pajak:
3. Bukti
pemotongan PPh pasal 23
Pemotongan pajak harus
memberikan bukti pemotongan pph pasal 23 kepada wajib pajak orang pribadi/badan
yang telah di potong pph pasal 23
G. Pajak
Penghasilan (PPh pasal 24)
1.
18
|
PPh Pasal 24 adalah
Pajak yang mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang diluar negeri yang dapat di kreditkan terhadap pajak
penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.
2. Objek
Pajak Penghasilan Pasal 24
a. Penghasilan
dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya
b. Penghasilan
berupa bunga, royalty dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak
c. Penghasilan
berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
d. Penghasilan
bentuk usaha tetap
e. Penghasilan
dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta
dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan panambangan
f. Keuntungan
karena pengalihan harta tetap
3. Permohonan
kredit pajak luar negeri
Untuk melaksanakan
pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri, wajib pajak wajib
menyampaikan permohonan kedapa dirjen pajak dengan melampirkan:
Ø Laporan
Keuangan dari penghasilan di luar negeri
Ø Fotocopy
surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri
Ø Dokumen
pembayaran pajak di luar negeri
H. Pajak
Penghasilan (PPh pasal 25)
1. Pengertian
PPh pasal 25
PPh pasal 25 adalah besarnya angsuran pajak dalam
tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap
bulan adlah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan
pajak penghasilan tahun pajak yang lalu
2.
19
|
a. Besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak untuk bulan – bulan sebelum
batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, sama
dengan angsuran untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu
b. Apabila
dalam tahunan pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun
pajak yang lalu,maka besarnya angsuran dihitung kembali berdasarkan surat
ketetapan pajak tersebut
c. Penghasilan
teratur yaitu penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala
sekurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha
,pekerjaan bebas, pekerjaan harta dan atau modal.
d. Angsuran
pph pasal 25 jika SPT tahunan terlambat disampaikan atau diberi perpanjangan
menyampaikan SPT, adalah besarnya pajak pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas
penyampaian SPTsebelum dengan disampaikannya SPT tersebut sama dengan besarnya
pajak pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
I.
Pajak
Penghasilan Pasal 26 (PPh pasal 26)
1. Pengertian
PPh pasal 26
Pajak penghasilan (PPh)
pasal 26 adalah pph yang di kenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber
dari Indonesia yang diterima/diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia
Ada pun pemotongan PPh
pasal 26 adalah:
·
Badan pemerintah
·
Subjek pajak dalam negeri
·
Penyelenggaraan kegiatan
·
Bentuk usaha tetap
·
Perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya selain BUT di indonesia
2. Tarif
dan objek PPh pasal 26
Ø
20
|
1. Deviden
2. Bung,
premium, diskonto, premi, dan imbalan sehubungan dengan pengembalian hutang.
3. Imbalan
sehubungan dengan pengembalian jasa, pekerjaan dan kegiatan
4. Hadian
dan penghargaan
5. Pensiun
dan pembayaran berkala lainnya
Ø 20%
(final) dari perkiraan penghasilan netto
Ø 20%
(final) dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di
Indonesia. Kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia
Ø Tarif berdasarkan perjanjian penghindaran pajak
berganda (P3B) antara Indonesia dengan Negara pihak pada perjanjian
a. Pemotongan
PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan pph pasal 26 dengan rangkap 3, yang
terdiri atas:
1. Lembar
pertama untuk wajib pajak luar negeri
2. Lembar
kedua untuk KTP
3. Lembar
ketiga untuk arsip pemotong
b. PPh
pasal 26 wajib disetorkan ke bank persepsi kantor pos dengan munggunakan surat
setoran pajak/(SSP)
21
|
Lapisan penghasilan kena pajak
|
Tarif pajak
|
Keterangan
|
Sampai dengan Rp.
50.000.000
|
5%
|
|
Di atas Rp.
50.000.000,- s/d Rp. 250.000.000
|
15%
|
|
Di atas Rp.
250.000.000,- s/d Rp. 500.000.000
|
25%
|
|
Lebih dari Rp.
500.000.000
|
30%
|
|
Tarif deviden
|
10%
|
|
Tidak memiliki NPWP
(untuk PPh pasal 21)
|
20%
|
Lebih
tinggi dari yang seharus nya
|
Tidak memiliki NPWP
untuk yang dipungut/dipotong (untuk PPh pasal 23)
|
100%
|
Lebih
tinggi dari yang seharunya
|
J.
Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh Pasal 29)
Menurut UU No.36 Tahun 2008, Pajak
Penghasilan Pasal 29 (PPh 29) adalah PPh Kurang Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT
Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun
pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan
24) dan PPh Pasal 25. Dalam hal ini, Wajib Pajak (WP) wajib memiliki kewajiban
melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun
kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling
lambat 31 Maret bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak
Badan (WPB) setelah tahun pajak berakhir. Tarif PPh
Pasal 29
1.
Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
(WPOP-PT) :
- PPh 25 yang sudah dilunasi = 0.75 x jumlah penghasilan / omzet per bulan.
- PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang - PPh 25 yang sudah dilunasi.
2.
Wajib
Pajak Badan (WPB) :
- Angsuran PPh 25 = PPh terutang tahun lalu x 12.
- PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang - angsuran PPh 25.
22
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pajak merupakan
iuran wajib yang harus di bayar oleh setiap warga Negara Indonesia berdasarkan
jenisnya masing-masing.
2.
2.terjadinya
pelanggaran seperti tidak membayar iuran wajib pajak tersebut maka akan
mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
3.
Di dalam
pembayaran iuran perpajakan tidak adanya toleransi.
4.
Ketentuan
pembayaran pajak sesuai menurut jenisnya masing-masing.
A. Saran
Makalah
yang berjudul perpajakan ini merupakan karya tulis berdasarkan himpunan
material yang di ambil dari berbagai sumber. Oleh karena itu, jika ada
kesalahan dalam penulisan dan dalam penyajian bahan penulis sangat mengharpakan
kritik dan saran dari para pembaca demi terwujudnya kebenaran yang kita
kehendaki semua dan demi kesempurnaan penyelesaian makalah pajak ini.
23
|
|
Widyaningsih,
Aristanti, Hukum Pajak dan Perpajakan dengan pendekatan mind map 2013,
Alfabeta, Bandung
Undang – undang RI
Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan ke empat atas undang – undang Nomor 7
tahun 1983 terutang penghasilan.
|
i
ii
1
2
3
7
8
9
11
11
12
12
12
14
14
15
15
17
18
18
19
20
22
23
23
|
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….......
BAB I PERPAJAKAN
A. Pengertian Pajak
………………………………………………………....
B. Fungsi Pajak ………………………………………………………………
C. Syarat dan Teori – Teori Pungutan Pajak ………………………………..
D. Kedudukan Hukum Dalam Pajak …………………………………………
E. Macam – macam Pajak …………………………………………………...
F. Asas Pengendalian Pajak …………………………………………………
BAB II WAJIB PAJAK
A. Pengertian Wajib Pajak ……………………………………………….......
B. Pendaftaran NPWP ……………………………………………………….
C. Pembayaran dan Pelaporan Pajak ………………………………………..
D. Hak Wajib Pajak ………………………………………………………….
E. Sanksi …………………………………………………………………….
BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPH)
A. Pengertian PPH …………………………………………………………...
B. Subjek Pajak Penghasilan ………………………………………………...
C. Objek Pajak Penghasilan…………………………………………………
D. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh pasal 21) ……………………………….
E. Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh pasal 22) ……………………………….
F. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh pasal 23) ……………………………….
G. Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh pasal 24)……………………………..
H. Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh pasal 25) ……………………………….
I. Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh pasal 26) ……………………………….
J.
Pajak Penghasilan Pasal 29
(PPh pasal 29)…………………………..
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………
B. Saran…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
|
Puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan resume pada mata kuliah “Perpajakan”
Penulis menyadari dalam
penulisan resume ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang
sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan di masa yang akan
datang.
Penulis berterima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam
menyelesaikan resume ini. Semoga segala bentuk bantuan yang diberikan mendapat
balasan dari Allah SWT. Harapan penulis semoga resume ini dapat bermanfaat bagi
yang membacanya. Amin.
Pandeglang,
29 Januari 2015
Penulis
i
|
|
HUKUM PAJAK DAN PERPAJAKAN
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Ujian Komprehensif
Perpajakan
Oleh
:
Elis Nasirotun Nisa
B.041600.24
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
BANTEN
2016
No comments:
Post a Comment