MAKALAH
DIROSAH ISLAMIYAH
Diajukan untuk mengikuti syarat Komprehensif Dirosah Islamiyah
Oleh
E. DYAH HALIMATUS SA’DIYAH
B04160018
UNIVERSITAS MATHLA’UL ANWAR
BANTEN
2018
KATA PENGANTAR
Bismilahirohmanirrohim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur serta
kehadirat allah swt, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Resume Dirosah
Islamyah 1. Penulisan Resume Dirosah Islamyah ini merupakan salah satu syarat
untuk mengikuti ujian Komprehensif pada fakultas Ekonomi Universitas Mathla’ul
Anwar.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sedalam-dalamnya dengan kerendahan dan ketulusan hati kepada
semua pihak yang telah banyak membantu sehingga terselesaikannya Resume ini.
Akhirnya harapan penulis semoga Resume Dirosah
Islamyah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Pandeglang, Januari 2018
Penyusun
ii
|
DAFTAR ISI
Daftar Isi .................................................................................................................. i
Kata Pengantar........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
a.
Kondisi Umum Masyarakat Banten.......................................................... 1
b.
Kondisi Pendidikan Masyarakat Banten................................................... 2
BAB II LAHIRNYA MATHLA’UL ANWAR..................................................... 3
a.
Berdirinya Mathla’ul Anwar..................................................................... 3
b.
Program Pendidikan Mathla’ul Anwar...................................................... 4
BAB III MOQODIMAH.......................................................................................... 6
a.
Pengertian Khitah...................................................................................... 6
b.
Tugas dan Fungsi Organisasi Mathla’ul Nawar......................................... 6
c.
Landasan Operasional Organisasi Mathla’ul
Anwar................................. 6
BAB IV AHLUSUNAH WALJAMAAH.............................................................. 8
a.
Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah....................................................... 8
b.
Kriteria dan Sifat-sifat Ahlussunnah Wal Jama’ah................................... 9
c.
Pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah Dalam bidang Aqidah,
Sosial Politik,
Bidang Istinbath al-Hukum............................................... 10
BAB V Ahlussunnah Wal Jama’ah Dalam masalah Khilafiyah......................... 13
a.
Timbulnya masalah Khilafiyah.................................................................. 13
b.
Hakekat Masalah Khilafiyah.................................................................... 13
c.
Sebab-sebab Ikhtilaf.................................................................................. 14
BAB VI PENUTUP
a.
Kesimpulan................................................................................................ 15
b.
Khatimah................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
i
|
|
PENDAHULUAN
A. Kondisi
Umum Masyarakat Banten
Sejak dihancurkannya kesultanan Banten pada tahun 1813
oleh Gubernur Jenderal Deandeles, praktis Banten dinyatakan daerah jajahan
Belanda. Kekuatan Belanda di Banten memaksa perubahan, dan sejak itu seluruh
daeah di Banten mengalami guncangan. Sebab ketika penetrasi kolonial secara
intensif menyentuh kehidupan sehari-hari rakyat melalui pajak yang berat,
pengerahan tenaga buruh yang berlebihan, dan peraturan yang menindas, serta
tekanan militer yang represif, jelas realitas sosial-politik di Banten dirasakan
sebagai kenyataan yang jauh dari apa yang mereka harapkan.
Kolonialisme sebagai bentuk penguasaan wilyah memiliki
system administrasi yang sistematis dengan mengatur segala kewenangan
organisasi sosial-politik di kawasan kolonial sesuai dengan keperluan negara
jajahan. Sistem itu bertentangan dengan apa yang diharapkan dalam bentuk
harmoni sosial.
Lebih dari itu kehadiran kolonialisme Belanda bukan
hanya menghancurkan tata-niaga masyarakat pribumi, system ekonomi dan politik
tradisional, tetapi juga menghancurkan system idiologi negara sebagai pemersatu
bangsa, sehingga kesatuan rakyat di negara jajahan bercerai berai, yang juga
mengakibatkan terjadinya koflik dan peperangan antar golongan dalam
kebangkrutan politik tersebut. Demikianlah politik adu domba yang dilancarkan
Belanda menyebabkan terjadinya perselisihan dan sengketa politik antar elite
dan pewaris kesultanan yang tak jarang melahirkan peperangan local.
1
|
B.Kondisi Pendidikan
Di bawah kekuasaan
Belanda rakyat Banten bukan bertambah baik, malah semakin melarat dan terbelakang.
Kondisi ini hampir dialmai oleh seluruh rakyat di seluruh nusantara. Guna
mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Belanda memberlakukan politik etis.
Program politik etis yang dijalankan oleh pemerintah Belanda, di antaranya
membuat irigasi buat mendudung pertanian rakyat dan menyelenggarakan sekolah
bagi bumiputra. Ternyata program tersebut gagal memberikan manfaat bagi
penduduk desa. Hal ini terjadi, karena yang bisa menikmati sekolah itu hanya
sebagian kecil rakyat saja terutama orang-orang yang berada di kota dan siap
jadi calon ambtenar (pegawai Belanda).
Sedangkan di
kalangan rakyat kebanyakan, tidak terjangkau oleh sistem pendidikan ini.
Disamping jumlah yang sangat sedikit (hanya di kota-kota kewadanaan saja yang
disediakan sekolah), juga syarat untuk dapat belajar sangat berat, dan
cen-derung sengaja dipersulit, dengan alasan bermacam-macam.
Tujuan Belanda
menyelenggarakan sekolah, seperti di-katakan di atas, adalah untuk menyiapkan
calon pekerja ambtenar yang jumlahnya tidak perlu banyak. Sebagian besar rakyat
bumi putra hanya dibutuhkan sebagai pekerjakasar yang tidak memerlukan
pengetahuan yang tinggi, yang penting asal bertenaga kuat.
Pendidikan Islam
yang masih ada ialah pondok pesantren yang diselenggarakan oleh para Kyai
secara individual dan tradisional. Pendidikan ini penuh dengan segala
keterbatasannya, baik dalam hal sarana, dana, maupun manajemennya. Ditambah
pula dengan kondisi yang tidak aman dari berbagai pengawasan oleh pemerintah
Belanda. Pihak penjajah beranggapan bahwa kharisma keagamaan yang tersimpan
dalam jiwa para Kyai itu masih mengundang semangat anti kafir/ penjajah, yang
bila ada peluang pasti meletuskan api pembe-rontakan terhadap pemerintah
penjajah.
2
|
|
LAHIRNYA MATHLA’UL ANWAR
A.Berdirinya Mathla’ul Anwar
Guna mencari
pemecahan masalah tersebut, para kyai mengadakan musyawarah di bawah pimpinan
KH. Entol Mohamad Yasin dan KH. Tb. Mohamad Sholeh serta para ulama yang ada di
sekitar Menes, bertempat di kampung Kananga. Akhirnya, setelah mendapatkan masukan
dari para peserta, musyawarah mengambil keputusan untuk memanggil pulang
seorang pemuda yang sedang belajar di Makkah al Mukarramah. Ia tengah menimba
ilmu Islam di tempat asal kelahiran agama Islam kepada seorang guru besar yang
juga berasal dari Banten, yaitu Syekh Mohammad Nawawi al Bantani.
Ulama besar ini
diakui oleh seluruh dunia Islam tentang kebesarannya sebagai seorang fakih,
dengan karya-karya tulisnya dalam berbagai cabang ilmu Islam. Siapakah pemuda
itu ? Dialah KH. Mas Abdurrahman bin Mas Jamal, yang lahir pada tahun
1868, di kampung Janaka, Kecamatan Jiput, Kawedanaan Caringin, Kabupaten
Pandeglang, Karesidenan Banten.
KH. Mas
Abdurrahman bin KH. Mas Jamal kembali dari tanah suci sekitar tahun 1910 M.
Dengan kehadiran seorang muda yang penuh semangat untuk berjuang mengadakan
pembaharuan semangat Islam, bersama kyai-kyai sepuh, dapatlah diharapkan untuk
membawa umat Islam keluar dari alam gelap gulita ke jalan hidup yang terang
benderang, sesuai ayat al-Qur’an “Yukhriju hum min al dzulumati ila al nur”.
3
|
Selengkapnya para pendiri Mathla’ul
Anwar :
v Kyai Moh. Tb. Soleh
v Kyai E.H. Moh Yasin
v Kyai Tegal
v Kyai H. Mas Abdurrahman
v K.H. Abdul Mu’ti
v K.H. Soleman Cibinglu
v K.H. Daud
v K.H. Rusydi
v E. Danawi
v K.H. Mustagfiri
Adapun tujuan
didirikannya Mathla’ul Anwar ini adalah agar ajaran Islam menjadi dasar
kehidupan bagi individu dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
disepakati untuk menghumpun tenaga-tenaga pengajar agama Islam, mendirikan
madrasah, memelihara pondok pesantren dan menyelenggarakan tablig ke berbagai
penjuru tanah air yang pada saat itu masih dikuasai oleh pemerintah jajahan
Belanda. Pemerintah kolonial telah membiarkan rakyat bumi putra hidup dalam
kebodohan dan kemiskinan.
B.Program Pendidikan Mathla’ul Anwar
Untuk sementara,
kegiatan belajar diselenggarakan di rumah seorang dermawan, di kota Menes.
Beliau merelakan tempat tinggalnya digunakan untuk tempat belajar bagi umat.
Tokoh ini adalah K.H. Mustagfiri.
4
|
Mengenai program
pendidikan diselenggarakan program pendidikan 9 (sembilan) tahun. Yaitu mulai
dari kelas A, B, I, II, III, IV, V, VI dan kelas VII. Belum ada pemisahan
tingkat Ibti-daiyah dan tingkat Tsanawiyah. Disamping pendidikan dengan sistem
klasikal dalam bentuk madrasah, sebagai langkah modernisasi; juga dibuka
lembaga pendidikan dengan sistem pesantren. Model ini tetap dihidup-suburkan,
bahkan dikore-lasikan dengan sistem sekolah. Guru-guru yang mengajar di
madrasah pada pagi hari, pada sore dan malam harinya, di rumah masing-masing,
tetap menyelenggarakan pengajian dengan sistem pesantren dan menampung santri
yang datang dari berbagai daerah untuk belajar di madrasah Mathla’ul Anwar.
Santriwan dan
santriwati yang telah menyelesaikan masa pendidikan selama 9 (sembilan) tahun,
yaitu tamat kelas VII, dikirim ke berbagai tempat/daerah untuk menda’wahkan
ajaran Islam dalam bentuk baru, yaitu mendirikan madrasah Mathla’ul Anwar
cabang Menes, dengan diantar oleh Pengurus Mathla’ul Anwar Menes. Mereka diberi
bisluit atau Surat Tugas mengajar dari Presiden of Bestur Mathla’ul Anwar
dengan semangat iman dan keyakinan terhadap janji Allah yang berbunyi : In
tanshuru Allah yanshuru kum. Artinya, jika engkau menolong agama Allah, pasti
Allah akan menolongmu. Maka tidaklah menghe-rankan jika pada tahun 1920-an
sampai dengan tahun 1930-an, di Lampung, Lebak, \serang (Kepuh), Bogor,
Tangerang, Karawang dan tempat-temapat lain, sudah berdiri madrasah Mathla’ul
Anwar cabang Menes, hanya diizinkan menye-lenggarakan madrasah sampai kelas IV
(empat), sedangkan untuk kelas V, VI dan VII harus belajar di Menes.
5
|
BAB III
MUQODIMAH
A.Pengetian khitah
Yang dimaksud dengan khitah Mathla’ul Anwar adalah
garis-garis yang di jadikan landasan oleh Organisasi Mathla’ul Anwar dalam
melaksanakan tugas dan fungsiya sebagai ormas islam yang bergerak dalam bidang pendidikan,dakwah
dan social.
B.Tugas dan Fungsi Mathla’ul Anwar
1.Bidang
pendidikan
Mencetak generasi muslim yang sadar akan tanggung
jawabnyasebagai kholifah Allah di muka bumi untuk membangun masyarakat,bangsa
dan negaranyadalam rangka ibadah kepada Allah SWT,karenanya Mathla’ul Anwar
mendidik putra putrinya dengan :
a.Menanamkan dan menetapkan aqidah Islamyah yang
benar.
b.Membiasakan ibadah-ibadah yang disyariatkan
c.Membekali pengetahuan keislaman serta berbagai
disiplin ilmu dan skill yang berguna sesuai dengan tuntutan zaman
d.Menanamkan kesadaran agar dapat hidup mandiri
membangun lingkungan dan masyarakat serta membentangi diri dan lingkungannya
dari pengaruh-pengaruh budaya negative (yang bertentangan dengan agama islam.
2.
Bidang dakwah
6
|
3.
Bidang social
Mathla’ul anwar sebagai ormas islam bergerak dalam
bidang social dengan berbagai usaha dan cara yang islami agar masyarakat
terhindar dari kebodohan kemiskinan dan keterbelakangan.
C. Landasan Operasional Organisasi Mathla’ul Anwar
1.
Dalam bidang pendidikan
2.
Dalam bidang dakwah
3.
Dalam bidang social
a. Taat kepada para pemimpin yang beriman setelah taat
kepada allah dan rasulnya
b. Bersatu dan berpegang teguh kepada wahyu allah
c. Tidak hidup bergolong-golongan dan memilah-milah
dinul islam
d. Tolong menolong dalam kebajikan dan takwa
e. Usaha bertahkim dengan syariat islam
7
|
BAB IV
AHLUSUNNAH
WAL JAMA’AH
SEBAGAI
LANDASAN ORGANISASI
A.
Pengertian Ahlusunnah Wal jama’ah
Ahlussunnah berarti
penganut sunnah Nabi Muhammad SAW, wal Jama’ah berarti
penganut I’tiqad jama’ah sahabat
Nabi. Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah ialah
kaum yang menganut I’tiqad yang dianut Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat beliau.
I’tiqad nabi
dan para sahabat itu sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul secara
terpencar, belum tersusun secara rapi dan teratur. I'tiqad itu kemudian
dihimpun dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar di bidang
Ushuluddin, yaitu Imam Abul Hasan Al-Asy’ari. Ulama besar ini dilahirkan di kota Bashrah, Iraq pada tahun 260 H/873
M, dan meninggal dunia di kota itu juga pada tahun 324 /935 M, dalam usia 64
tahun.
Karena
i'tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah dihimpun
dan dirumuskan oleh Imam Abul Hasan Al-Asy’ari maka ada yang menyebut kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah dengan
Al-Asy’ariyah jamak
dari Asy’ari, yaitu
pengikut-pengikut Imam Abul Hasan Al-Asy’ari.
Ada juga dijumpai perkataan Sunni kependekan Ahlussunnah wal Jama’ah, orang-orangnya disebutSunniyyun.
Ada juga dijumpai perkataan Sunni kependekan Ahlussunnah wal Jama’ah, orang-orangnya disebutSunniyyun.
8
|
Kedua tokoh
tersebut di atas adalah sebagai penggali, perumus, penyiar sekaligus
mempertahankan apa yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan Hadits, yang sudah di
i'tiqad oleh Nabi Muhammad SAW, serta sahabat-sahabat beliau.
Dalam kitab
Ithafu Sadatil Muttaqin yang dikarang oleh Imam Muhammad Al-Husni Az-Zabidi,
yaitu syarah kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-Ghazali, ditegaskan sebagai
berikut, yang artinya :
Apabila disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, maka maksudnya ialah orang-orang
yang mengikuti rumusan (faham) Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan faham Abu Manshur
Al-Mathuridi.
B. kriteria
dan sifat-sifat ahlusunnah waljama’ah
a. komitmen dan berpegang teguh dengan al-qur’an dan
as-sunah agar terhindar dari kesesatan
b. selalu menghidupkan sunah dan menentang bid’ah.
c. selalu istiqomah dan kosekwen dalam hak/kebenaran
disaat manusia yang lainnya sudah rusak, tidak memperdulikan kebenaran,
sehingga mereka dikenal sebagai golongan alghuroba atau terasingkan
d. kelompok yang selalu tampil membela allah yang
tidak dapat diperdayakan atau dihina oleh orang-orang yang berusaha
menghinakan, menentangnya sehingga mereka dijanjikan sebagai golongan yang
ditolong atau mendapat kemenangan dari allah SWT
9
|
f. selalu mendahulukan al-qur’an dan as-sunah dalam
menetapkan suatu hokum atas yang lainnya
g. bertauhid secara murni adalah sebagai landasan
kehidupan baik secara pribadi maupun secara masyarakat
h. tidak ta’ashub (fanatisme) kepada siapapun kecuali
kepada firman allah dan sabda rasulnya.
i. menghormati para imam mujtahid dan tidak fanatic
kepada salah satunya, serta mengambil pendapat ulama yang sesuai dengan hadis
soleh
j. selalu melakukan amal ma’ruf nahi munkar dan
menjauhi perkara-perkara yang dilarang seperti TBC (takhayul, bid’ah dan
kufarat).
k. selalu membela dan berkorban dengan harta dan jiwa
demi tegaknya dienul islam ditengah-tengah kehidupan masyarakat
C.Pemahaman Ahlussunah Waljama’ah Dalam Bidang Aqidah,
Bidang Social Politik, Bidang Istinbath Al-hukm
1. Aqidah
Dalam bidang Aqidah, pilar-pilar yang menjadi
penyangga aqidah Ahlussunnah wal-Jama’ah diantaranya yang pertama adalah
aqidah Uluhiyyah (Ketuhanan), berkait dengan ikhwal eksistensi Allah
SWT.
Pada tiga abad pertama Hijriyah, terjadi banyak
perdebatan mengenai Esksitensi sifat dan asma Allah SWT. Dimana terjadi
diskursus terkait masalah apakah Asma Allah tergolong dzat atau bukan. Abu
Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H) secara filosofis berpendapat bahwa nama (ism)
bukanlan yang dinamai (musamma), Sifat bukanlah yang disifati (mausuf),
sifat bukanlah dzat.
10
|
Aswaja menekankan bahwa pilar utama ke-Imanan manusia
adalah Tauhid; sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam hati setiap
Muslim bahwa Allah-lah yang Menciptakan, Memelihara dan Mematikan kehidupan
semesta alam. Ia Esa, tidak terbilang dan tidak memiliki sekutu.
Pilaryang kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan
meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai
utusannya. Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat
manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat,
serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam doktrin Nubuwwat ini,
ummat manusia harus meyakini dengan sepebuhnya bahwa Muhammad SAW adalah utusan
Allah SWT, yang membawa risalah (wahyu) untuk umat manusia. Dia adalah
Rasul terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia.
Pilar yang ketiga adalah Al-Ma’ad, sebuah
keyakinan bahwa nantinya manusia akan dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat
dan setiap manusia akan mendapat imbalan sesuai amal dan perbuatannya (yaumul
jaza’). Dan mereka semua akan dihitung (hisab) seluruh amal
perbuatan mereka selama hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan
masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka.
2. BIDANG
SOSIAL POLITIK
Berbeda dengan golongan Syi’ah yang memiliki
sebuah konsep negara dan mewajibkan berdirinya negara (imamah),
Ahlussunnah wal-jama’ah dan golongan sunni umumnya memandang negara sebagai
kewajiban fakultatif (fardhu kifayah). Pandangan Syi’ah tersebut
juga berbeda dengan golongan Khawarij yang membolehkan komunitas berdiri
tanpa imamah apabila dia telah mampu mengatur dirinya sendiri. Bagi ahlussunnah
wal jama’ah, negara merupakan alat untuk mengayomi kehidupan manusia untuk
menciptakan dan menjaga kemashlahatan bersama (mashlahah musytarakah).
11
|
3.BIDANG ISTINBATH AL-HUKM (Pengambilan Hukum
Syari’ah)
Hampir
seluruh kalangan Sunni menggunakan empat sumber hukum yaitu:
- Al-Qur’an
- As-Sunnah
- Ijma’
- Qiyas
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pengambilan hukum
(istinbath al-hukm) tidak dibantah oleh semua madzhab fiqh. Sebagai
sumber hukum naqli posisinya tidak diragukan. Al-Qur’an merupakan sumber
hukum tertinggi dalam Islam.
Sementara As-Sunnah meliputi al-Hadist dan segala
tindak dan perilaku Rasul SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh para Shabat dan
Tabi’in. Penempatannya ialah setelah proses istinbath al-hukm tidak
ditemukan dalam Al-Qur’an, atau digunakan sebagai komplemen (pelengkap) dari
apa yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an.
As-Sunnah sendiri mempunyai tingkat kekuatan yang
bervariasi. Ada yang terus-menerus (mutawatir), terkenal (masyhur)
ataupun terisolir (ahad). Penentuan tingkat As-Sunnah tersebut dilakukan
oleh Ijma’ Shahabah.
Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali Ibn Muhammad Al-Amidi, Ijma’
adalah Kesepakatan kelompok legislatif (ahl al-halli wa al-aqdi) dan ummat
Muhammad pada suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus. Atau
kesepakatan orang-orang mukallaf dari ummat Muhammada pada suatu masa terhadap
suatu hukum dari suatu kasus.
12
|
Qiyas, sebagai sumber hukum Islam,
merupakan salah satu hasil ijtihad para Ulama. Qiyas yaitu
mempertemukan sesuatu yang tak ada nash hukumnya dengan hal lain yang ada nash
hukumnya karena ada persamaan ‘illat hukum. Qiyas sangat
dianjurkan untuk digunakan oleh Imam Syafi’i.
BAB V
AHLUSSUNAH
WAL JAMA”AH
DALAM
MASALAH KHILAFIYAH
A. Timbulnya
masalah khilafiyah
Prinsip
dasar Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah khilafiyah adalah bahwa perbedaan
pendapat yang bersumber dari ijtihad dan masalah itu termasuk masalah yang
dibolehkan ijtihad di dalamnya, maka hendaknyasatu dengan yang lain saling
memaafkan dengan perbedaan tersebut. Hendaknya mereka tidak menjadikan
perbedaan perbedaan ini termasuk dalam perbedaan yang mengakibatkan perpecahan
dan permusuhan. Dan siapa yang menyelisihi saya sesuai dengan konsekwensi dalil
maka pada hakikatnya dia tidaklah menyelisihi saya, karena manhaj tetap satu,
baik saya yang menyelisihinya sesuai dengan konsekwensi dalil atau dia yang
menyelisihi saya sesuai dengan konsekwensi dalil. Kalau begitu, maka kita sama.
Dan perbedaan pendapat tetap ada dalam umat ini sejak masa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari ini.
B. Hakekat
masalah khilafiyah dan sebab-sebab
ikhtilaf fuqoha
HakekatIkhtilaf Dalam
Masalah-MasalahFuru’ (Ijtihadiyah)
- Ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang dimaksud adalah : perbedaan pendapat yang terjadi diantara para imam mujtahid dan ulama mu’tabar (yang diakui) dalam masalah-masalah furu’ yang merupakan hasil dan sekaligus konsekuensi dari proses ijtihad yang mereka lakukan
- Fenomena perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu’ (ijtihadiyah) adalah fenomena yang normal dan wajar, karena dua hal :
·
13
|
عبد الله Ù…ُعَÙ„ِّÙ…ٌ Ù…َاهِرٌ
Bagi yang memperhatkan teks ini maka dia akan
menemukan dua buah pemahaman dan boleh jadi dia akan berbeda pendapat dengan
sahabatnya tentangnya.
Pemahaman yang pertama bahwa kata ماهر
adalah merupakan sifat dari kata معلم
sebelumnya, jadi terjemahan dari teksi itu adalah : Abdullah adalah seorang
guru yang pintar. Jadi dalam pengertian ini kepintaran Abdullah itu adalah pada
pengajarannya.
Pemahaman yang kedua bahwa kata ماهر
adalah merupakan khabar yang kedua, sedangkan kata معلم
adalah khabar yang pertama, jadi terjemahan teks itu adalah : Abdullah adalah
seorang guru lagi seorang yang pandai. Dalam pemahaman ini kepandaian Abdullah
itu tidak semata-mata pada pengajarannya, tapi pada semua bidang.
Nah, ketika memahami sebuah teks yang cukup pendek
saja, kita sudah berbeda pendapat tentangnya, bagaimana untuk teks-teks agama
yang cukup kompleks dan kadang-kadang berbeda teksnya dan redaksinya.
·
Tabiat akal
manusia yang beragam daya pikirnya dan bertingkat-tingkat kemampuan
pemahamannya
·
Fenomena
perbedaan pendapat dalam masalah furu’(ijtihadiyah) adalah fenomena
klasik yang sudah terjadi sejak generasi salaf, dan merupakan realita yang
diakui, diterima dan tidak mungkin ditolak atau dihilangkan sampai kapanpun
karena memang sebab-sebab yang melatarbelakanginya akan tetap selalu ada !
C. SEBAB – SEBAB IKHTILAF
Dapat disimpulkan dan
dikelompokkan ke dalam empat sebab utama:
- Perbedaan pendapat tentang valid – tidaknya suatu teks dalil syar’i sebagai hujjah
- Perbedaan pendapat dalam menginterpretasikan teks dalil syar’i tertentu, seperti yang saya sebutkan di dalam contoh di atas.
- Perbedaan pendapat tentang beberapa kaidah ushul fiqh dan beberapa dalil (sumber) hukum syar’i (dalam masalah-masalah yang tidak ada nash-nya), seperti qiyas, istihsan, mashalih mursalah, ’urf, saddudz-dzara-i’, syar’u man qablana, dan lain-lain.
-
14
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Mengingat organisasi mathla’ul anwar
ber-aqidah ahlussunah wal jama’ah maka setiap gerak dan langkahnya hendaklah mengikuti
pemahaman ahlussunah wal jama’ah baik segi aqidah, maupun ibadah atau fiqh dan
furu’udin lainnya
2.
Khusus dalam masalah
khilafiyah, hendaklah bersikap seperti yang telah disebutkan di atas dengan
penjelasan sebagai berikut :
a.
Secara pribadi hendaklah
bersikap menurut tingkatan daya pemahaman atau kemampuan dan kedudukan
masing-masing, serta menghindari sikap ifrath dan tafrith terhadap madzhab.
b.
Secara organisasi, mathla’ul
anwar tidak melakukan tarjih dalam bidang ibadah, dengan pertimbangan
1). Menghidari
kemungkinan timbulnya kelompok baru, demi persatuan dan kesatuan
2).
Mathla’ul anwar sebagai ormas islam yang bergerak dalam bidang pendidikan dan
dakwah terdiri dari para anggota dan jama’ah yang berbeda latar belakang
pendidikan, pemahaman agama dan status social
3). Hasil
tarjjih tadak menutup kemungkinan adanya perubahan dimasa berikutnya lantaran
terdapat dalil yang lebih kuat.
4). Masalah ibadah sasannya
“habluminallah” berbeda dengan bidang muamalah yang sasaran dan penilainnya
langsung menyangkut hal sesama manusia.
B. Khatimah
Dari uraian dan kesimpulan
diatas maka khitah mathla’ul anwar bercermin dengan prinsip-prisip sebagai
berikut :
1.
Berpegang teguh denagn
al-qur’an dan assunah
2.
Bersatu dalam aqidah
3.
Berjama’ah dalam ibadah
4.
Bertoleran dalam khilafiyah
5.
Bersikap tegas terhadap bid’ah
6.
Berorien tasi kepada
mashlahatil ummah
7.
Berpiawai dalam siasah
8.
Bersama membangun masyarakat
dengan pemerintah
9.
15
|
16
|
DAFTAR PUSTAKA
1.
Al-fiqhul Islamy wa adilatuha,
DR. Wahbah Al-Zahili
2.
Bidayatul Mujtahid Ibnu Rusydi
3.
Dirosat Al-Ikhtilafatil
Fiqhiyah, DR. Muh. Abdul Fath Al Bayanuni
4.
Fathul Bari, Ibnu Hajar
Al-Ashqolani
5.
Ishlahul Ummah, KH. Uwes Abdul
Bakar
6.
Musnad, Ahmad bin Hambal
7.
Mujmal ushul ahlussunah wal
jama’ah fil’aqidah, DR. Nasir bin Abdul Karim Al-aql
8.
Mafhum ahlissunnah wal jama’ah
‘inda ahlissunnah wal jama’ah, DR. Nasir bin Abdul Karim Al-aql
9.
Mujmal ‘itiqod aimmatis salaf,
DR. Abdullah bin Abdul Muhsin
10.
Subulus Salam, As-Shon’any
11.
Tafsir Ibnu Katsir
12.
Metode penerapan hokum islam,
Drs. Asymuni A. rahman
13.
Lisanul Arab, ibnu Manzhur
14.
Minhaj alfirqotinnajiyah,
Jamil Zinu
15.
Hasil Keputusan Majlis Fatwa
MA tgl 05 Desember 1985
No comments:
Post a Comment